JAKARTA (voa-islam.com) - Mantan Direktur CIA Jenderal David Petraeus, yang pernah memimpin pasukan AS dalam perang Irak, tahun 2007-2008, mengatakan bahwa Iran dan milisi Syiah menimbulkan masalah mendasar dan "paling pokok”, dan ancaman strategis bagi stabilitas Irak, dan bukan ISIS, tegasnya.
"Saya berpendapat bahwa ancaman utama bagi stabilitas jangka panjang Irak dan keseimbangan regional yang lebih luas bukan ISIS. Tapi, milisi Syiah yang didukung oleh Iran”, tegas Petraeus kepada Washington Post, selama dia kunjungannya ke Irak utara, Jum'at, 20/3/2015.
Dia mengatakan sementara ini milisi Syiah membantu menghentikan serangan ISIS 'terhadap Baghdad, dan mereka bertanggung jawab atas "kekejaman dan pembantian" terhadap warga sipil Sunni, dan kemudian muncul menjadi kekuatan dominan di Irak, tambah Petraeus.
"Milisi ini keluar ke jalan-jalan Irak , saat menanggapi fatwa oleh pemimpin Syiah Ayatollah Sistani, pada saat bahaya dan ancaman ISIS. Mereka mencegah ISIS melanjutkan ofensif ke Baghdad. Meskipun demikian, mereka dalam beberapa kasus telah melakukan pembersihkan tidak hanya kelompok ISIS, tetapi juga warga Sunni. Mereka melakukan kekejaman tanpa batas terhadap kaum Sunni, "kata Petraeus.
"Jangka panjang, milisi Syiah yang didukung Iran bisa muncul sebagai kekuatan terkemuka di Irak, salah satu kekuatan yang berada di luar kendali pemerintah Irak, dan sebaliknya milisi Syi’ah di Irak langsung dibawah kendali oleh Teheran," tambahnya.
Petraeus mengatakan pengaruh Iran yang meningkat di Irak, dan bertujuan ingin mencaplok negara itu, dan sebagai indikasi Iran mengirim Komandan Garda Revolusi Iran (IRGC) Jenderal Qassem Suleimani dalam perang melawan ISIS. Petraeus menggarisbawahi "kenyataan yang sangat penting. Rezim Iran saat ini tidak menjadi sekutu kami di Timur Tengah”, ungkapnya.
Secara luas AS dalam perang Irak bertujuan ingin membersihkan al-Qaeda dari daerah Sunni Irak pada tahun 2006, dan Petraeus mengatakan bahwa bantuan Iran dalam melawan ISIS, Teheran "akhirnya menjadi bagian dari masalah, bukan solusi”, tegasnya.
Semakin Iran terlihat untuk mendominasi wilayah Irak, semakin akan mengobarkan radikalisme Sunni, dan menjadi bahan bakar munculnya kelompok-kelompok seperti ISIS. Sementara AS dan Iran mungkin memiliki kepentingan yang sama ingin mengalahkan ISIS, namun kepentingan antara AS dengan Iran berbeda, yaitu ingin menguasai dan mencaplok Irak.
Petraeus mengatakan: “Kekuasaan Iran di Timur Tengah akan menimbulkan konflik dan perang baru di seluruh Timur Tengah dan dunia Arab. Hal ini terutama timbul masalah baru, yaitu ketika Iran memerangi sekutu-sekutu kita. Tetapi juga berbahaya karena, semakin dirasakan, semakin memicu reaksi yang juga berbahaya bagi kepentingan kita . Lahirnya radikalisme Sunni, dan jika kita tidak hati-hati, prospek proliferasi (pengurangan program) nuklir juga terancam".
Petraeaus menambahkan bahwa pada musim semi tahun 2008, Jenderal Qassem Suleimani menjelaskan kepadanya bahwa dia bertanggung jawab atas kebijakan Iran mengenai Irak, Suriah, Lebanon, dan Afghanistan.
"Di tengah pertarungan yang sangat sengit, saya menerima kabar dari seorang pejabat yang sangat senior Irak bahwa Jenderal Qassem Sulaimani telah memberinya pesan untuk saya"
Ketika saya bertemu dengan pejabat senior Irak , ia menyampaikan pesan: “Jenderal Petraeus, Anda harus menyadari bahwa saya (Jenderal Qassem Suleimani), mengontrol kebijakan Iran untuk Irak, Suriah, Lebanon, dan Afghanistan.
Intinya sangat jelas, Jenderal Sulaimani memiliki kebijakan terhadap wilayah Irak, dan saya harus berurusan dengan dia. Ketika bicara Irak saya bertanya apa yang saya ingin sampaikan kembali, saya menyuruhnya untuk memberitahu Suleimani bahwa dia bisa 'pound pasir'”, ujar Petraeus.
Petraeus telah menyinggung Jenderal Qassem Sulaimani yang memimpin kelompok-kelompok milisi Syiah, dia bertanggung jawab atas “pembunuhan besar-besaran warga Sunni dan melukai puluhan ribu tentara koalisi Amerika dan pasukan Irak, sehingga akan wajar baginya untuk mengucapkan hal-hal paling serius kepada Jenderal Qassem Sulaimaniya, ungkap Petraeus kepada Washington Post.
Mantan penasihat AS di Irak Khedery mengatakan kepada Al Arabiya News bulan lalu, di mana sebelumnya, pemerintahan Obama memang sengaja menutup mata terhadap kejahatan dan kekejian milisi Syiah di Irak . Tapi sekarang dengan bukti baru dari organisasi hak asasi manusia dan dengan kesaksian Petraeus, "Obama sekarang harus menjelaskan apa kebijakannya yang harus di bangun dari bukti baru yang terungkap," kata Khedery Jumat, 20/3/2015.
David Mack, mantan duta besar AS dan thin-thank di Institut Timur Tengah yang berbasis di Washington mengatakan bahwa pemerintahan Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi - adalah bagian baik secara politik dan ideologis dengan Iran. Al-Abadi bagian dari rezim Syi’ah Iran, dan mendapatkan dukungan dari milisi Syiah – dan dengan mengontrol milisi-milisi Syi’ah dan pasukan regular Irak, dipastikan akana menjadi ancaman perang di seluruh kawasan Timur Tengah dan Arab.
Perang baru di seluruh kawasan Timur Tengah dan Dunia Arab, perang antara Sunni – Syi’ah, karena Syi’ah yang dikendalikan oleh Teheran terus melakukan ekspansi territorial ke Timur Tengah dan Dunia Arab, dan mengubah ideology (aqidah) penduduk kawasan dari Sunni ke Syi’ah dengan senjata. Syi’ah tidak segan-segan menumpahkan darah dengan senjata. Seperti yang terjadi di Lebanon, Suirah, Irak, dan Yaman.
Wallahu’alam. - See more at: http://www.voa-islam.com/read/opini/2015/03/21/36011/mantan-direktur-cia-david-petraeus-perang-sunnisyiah-mengancam-seluruh-timur-tengah/
"Saya berpendapat bahwa ancaman utama bagi stabilitas jangka panjang Irak dan keseimbangan regional yang lebih luas bukan ISIS. Tapi, milisi Syiah yang didukung oleh Iran”, tegas Petraeus kepada Washington Post, selama dia kunjungannya ke Irak utara, Jum'at, 20/3/2015.
Dia mengatakan sementara ini milisi Syiah membantu menghentikan serangan ISIS 'terhadap Baghdad, dan mereka bertanggung jawab atas "kekejaman dan pembantian" terhadap warga sipil Sunni, dan kemudian muncul menjadi kekuatan dominan di Irak, tambah Petraeus.
"Milisi ini keluar ke jalan-jalan Irak , saat menanggapi fatwa oleh pemimpin Syiah Ayatollah Sistani, pada saat bahaya dan ancaman ISIS. Mereka mencegah ISIS melanjutkan ofensif ke Baghdad. Meskipun demikian, mereka dalam beberapa kasus telah melakukan pembersihkan tidak hanya kelompok ISIS, tetapi juga warga Sunni. Mereka melakukan kekejaman tanpa batas terhadap kaum Sunni, "kata Petraeus.
"Jangka panjang, milisi Syiah yang didukung Iran bisa muncul sebagai kekuatan terkemuka di Irak, salah satu kekuatan yang berada di luar kendali pemerintah Irak, dan sebaliknya milisi Syi’ah di Irak langsung dibawah kendali oleh Teheran," tambahnya.
Petraeus mengatakan pengaruh Iran yang meningkat di Irak, dan bertujuan ingin mencaplok negara itu, dan sebagai indikasi Iran mengirim Komandan Garda Revolusi Iran (IRGC) Jenderal Qassem Suleimani dalam perang melawan ISIS. Petraeus menggarisbawahi "kenyataan yang sangat penting. Rezim Iran saat ini tidak menjadi sekutu kami di Timur Tengah”, ungkapnya.
Secara luas AS dalam perang Irak bertujuan ingin membersihkan al-Qaeda dari daerah Sunni Irak pada tahun 2006, dan Petraeus mengatakan bahwa bantuan Iran dalam melawan ISIS, Teheran "akhirnya menjadi bagian dari masalah, bukan solusi”, tegasnya.
Semakin Iran terlihat untuk mendominasi wilayah Irak, semakin akan mengobarkan radikalisme Sunni, dan menjadi bahan bakar munculnya kelompok-kelompok seperti ISIS. Sementara AS dan Iran mungkin memiliki kepentingan yang sama ingin mengalahkan ISIS, namun kepentingan antara AS dengan Iran berbeda, yaitu ingin menguasai dan mencaplok Irak.
Petraeus mengatakan: “Kekuasaan Iran di Timur Tengah akan menimbulkan konflik dan perang baru di seluruh Timur Tengah dan dunia Arab. Hal ini terutama timbul masalah baru, yaitu ketika Iran memerangi sekutu-sekutu kita. Tetapi juga berbahaya karena, semakin dirasakan, semakin memicu reaksi yang juga berbahaya bagi kepentingan kita . Lahirnya radikalisme Sunni, dan jika kita tidak hati-hati, prospek proliferasi (pengurangan program) nuklir juga terancam".
Petraeaus menambahkan bahwa pada musim semi tahun 2008, Jenderal Qassem Suleimani menjelaskan kepadanya bahwa dia bertanggung jawab atas kebijakan Iran mengenai Irak, Suriah, Lebanon, dan Afghanistan.
"Di tengah pertarungan yang sangat sengit, saya menerima kabar dari seorang pejabat yang sangat senior Irak bahwa Jenderal Qassem Sulaimani telah memberinya pesan untuk saya"
Ketika saya bertemu dengan pejabat senior Irak , ia menyampaikan pesan: “Jenderal Petraeus, Anda harus menyadari bahwa saya (Jenderal Qassem Suleimani), mengontrol kebijakan Iran untuk Irak, Suriah, Lebanon, dan Afghanistan.
Intinya sangat jelas, Jenderal Sulaimani memiliki kebijakan terhadap wilayah Irak, dan saya harus berurusan dengan dia. Ketika bicara Irak saya bertanya apa yang saya ingin sampaikan kembali, saya menyuruhnya untuk memberitahu Suleimani bahwa dia bisa 'pound pasir'”, ujar Petraeus.
Petraeus telah menyinggung Jenderal Qassem Sulaimani yang memimpin kelompok-kelompok milisi Syiah, dia bertanggung jawab atas “pembunuhan besar-besaran warga Sunni dan melukai puluhan ribu tentara koalisi Amerika dan pasukan Irak, sehingga akan wajar baginya untuk mengucapkan hal-hal paling serius kepada Jenderal Qassem Sulaimaniya, ungkap Petraeus kepada Washington Post.
Mantan penasihat AS di Irak Khedery mengatakan kepada Al Arabiya News bulan lalu, di mana sebelumnya, pemerintahan Obama memang sengaja menutup mata terhadap kejahatan dan kekejian milisi Syiah di Irak . Tapi sekarang dengan bukti baru dari organisasi hak asasi manusia dan dengan kesaksian Petraeus, "Obama sekarang harus menjelaskan apa kebijakannya yang harus di bangun dari bukti baru yang terungkap," kata Khedery Jumat, 20/3/2015.
David Mack, mantan duta besar AS dan thin-thank di Institut Timur Tengah yang berbasis di Washington mengatakan bahwa pemerintahan Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi - adalah bagian baik secara politik dan ideologis dengan Iran. Al-Abadi bagian dari rezim Syi’ah Iran, dan mendapatkan dukungan dari milisi Syiah – dan dengan mengontrol milisi-milisi Syi’ah dan pasukan regular Irak, dipastikan akana menjadi ancaman perang di seluruh kawasan Timur Tengah dan Arab.
Perang baru di seluruh kawasan Timur Tengah dan Dunia Arab, perang antara Sunni – Syi’ah, karena Syi’ah yang dikendalikan oleh Teheran terus melakukan ekspansi territorial ke Timur Tengah dan Dunia Arab, dan mengubah ideology (aqidah) penduduk kawasan dari Sunni ke Syi’ah dengan senjata. Syi’ah tidak segan-segan menumpahkan darah dengan senjata. Seperti yang terjadi di Lebanon, Suirah, Irak, dan Yaman.
Wallahu’alam. - See more at: http://www.voa-islam.com/read/opini/2015/03/21/36011/mantan-direktur-cia-david-petraeus-perang-sunnisyiah-mengancam-seluruh-timur-tengah/
No comments:
Post a Comment