Oleh: Aidil Faqih
Pada bulan Rajab di samping Isra’ dan Mi’rajnya Nabi Muhammad Saw ada peristiwa penting yang takkan dilupakan oleh kaum Muslim, yakni dihapuskannya sistem Khilafah oleh pengkhianat kaum Muslim, Mustafa Kemal Atartuk. Inilah tragedi yang menjadi awal kelamnya kehidupan kaum Muslim.
Ada beberapa faktor penyebab utama kemunduran Negara Khilafah saat itu, diantaranya: konspirasi negara-negara kafir imperialis, pengkhianatan penjabat tinggi negara, adanya ide-ide dan isme-isme rusak (Nasionalisme, Patriotisme, Demokrasi dan HAM) yang mempengaruhi pemikiran kaum muda di Turki dan wilayah Khilafah lainnya, terhentinya ijtihad, upaya memasukkan Undang-undang barat dalam konstitusi Negara Khilafah, penghancuran aqidah Islam melalui serangan misionaris Kristen (pendeta-pendeta yang berjuang memurtadkan orang-orang Islam). Puncaknya, pada tanggal 3 Maret 1924 (28 Rajab 1342 H), agen Inggris keturunan Yahudi Dunamah bernama Mustafa Kemal Pasha menyatakan dibubarkannya Negara Khilafah Islamiyah yang berpusat di Istambul, dan kemudian menggantinya dengan sistem Republik dengan asasnya Sekular-Demokrasi serta memindahkan ibukota Turki dari Istambul ke Ankara.
Sultan Abdul Hamid dan Yahudi
Pada masa pemerintahan Khalifah Sultan Abdul Hamid II, Pemimpin Zionis Internasional bernama Theodore Herzl melalui sahabatnya yang dekat dengan keluarga istana meminta kepada Khalifah untuk memberikan tanah Palestina kepada orang-orang Yahudi. Dan jika diizinkan menduduki Palestina, orang-orang Yahudi akan menyelesaikan utang-utang Negara Khilafah. Namun apa yang terjadi Khalifah Sultan Abdul Hamid II menolak dengan tegas, melalui suratnya:
“Nasehatilah temanmu Herzl agar dia tidak mengambil langkah-langkah baru mengenai masalah ini, sebab saya tidak bisa mundur dari tanah suci ini (Palestina) walaupun hanya sejengkal. Sebab tanah ini bukanlah milik saya. Dia milik bangsa dan rakyat saya. Nenek moyang saya telah berjuang demi mendapatkan tanah ini. Mereka telah menyiraminya dengan titisan darah demi mendapat tanah ini. Maka biarkanlah orang-orang Yahudi itu menggenggam jutaan uang mereka. Jika negeriku hancur lebur, maka sangat mungkin mendapatkan negeri Palestina tanpa ada balasan apapun. Namun patut diingat, bahwa hendaklah penghancuran itu dimulai dari tubuh dan raga kami. Namun tentunya saya juga tidak akan menerima, raga saya dirusak binasa sepanjang hayat masih dikandung badan”.
Demikianlah, Herzl gagal merayu Sultan Abdul Hamid II untuk menduduki tanah Palestina. Padahal waktu itu utang Negara Khilafah mencapai 20 juta Lira.
Setelah gagal merayu Sultan Abdul Hamid II, Zionisme Internasional kemudian memulai dengan menggerakkan media-media internasional untuk menjatuhkan Khalifah. Setelah itu, mereka menyatukan musuh-musuh Sultan Abdul Hamid II yang tumbuh dan bercampur baur dalam masyarakat Utsmani. Kita dapatkan para pengikut demokrasi dan mereka yang diperalat kaum demokrat, melakukan rencana yang sangat teratur dan menyerang. Mereka menguasai jaringan bisnis dunia, media-media Eropa, sehingga sangat mungkin bagi mereka untuk membentuk pandangan umum tentang pentingnya memecat Sultan Abdul Hamid II dari jabatannya sebagai seorang Khalifah.
Konspirasi Kolonialis Eropa untuk Menghapuskan Sistem Khilafah
Pada tanggal 31 Maret 1909, Zionis Internasional melakukan konspirasi, yaitu peristiwa tragis yang menimbulkan goncangan hebat. Peristiwa tersebut terjadi di kota Istambul, dimana telah terjadi pembunuhan berdarah yang menimbulkan korban jiwa. Dan kemudian mereka menuduh Sultan Abdul Hamid II terlibat dalam peristiwa tersebut. Peristiwa tersebut juga membuat orang-orang Yahudi Eropa dari Organisasi Persatuan dan Pembangunan (nama lain dari Gerakan Turki Muda pimpinan Mustafa Kemal) memasuki Istambul untuk melakukan acara penurunan baiat di pusat kota menuntut pemecatan Sultan Abdul Hamid II dari jabatannya sebagai seorang Khalifah. Dengan dukungan media-media di Turki dan Eropa, mereka menuduh Sultan merencanakan terjadinya peristiwa 31 Maret tersebut, membakar mushaf-mushaf Al-Qur`an, pemboros, penumpah darah, dan zhalim. Agar niat busuk tersebut berhasil, para revolusionir bentukan Yahudi melakukan tekanan kepada mufti Islam Muhammad Zhiyaudin untuk mengeluarkan fatwa pemecatan. Pada hari selasa 27 April 1909, sebanyak 240 anggota Majelis A`yan (tokoh-tokoh masyarakat yang ditunjuk) mengadakan pertemuan bersama dan menetapkan pemecatan Sultan Abdul Hamid II. Namun sebagian anggota menolak menerima draft tersebut, diantaranya sekretaris fatwa Nuri Affandi yang hadir dalam pertemuan tersebut.
Namun atas usulan dan desakan dari Organisasi Persatuan dan Pembangunan, akhirnya dibentuklah panitia untuk menyampaikan keputusan pemecatan Khalifah kaum muslimin, panitia tersebut terdiri dari: Immanuel Qarashu (seorang Yahudi asal Spanyol), Aaram (Anggota Majelis Perwakilan yang berasal dari Armenia), As`ad Thuathani (Utusan Albania), Arif Hikmat (anggota Majelis `Ayan, asal Irak Karajabani). Kemudian melalui mereka dilakukan (pemberitahuan) pemecatan Sultan Abdul Hamid II sebagai Khalifah, dan pada saat bersamaan Sultan Abdul Hamid berkata kepada mereka, ”Sesungguhnya ini tak lebih dari perbuatan orang-orang Yahudi yang mengancam Khilafah, lalu apa maksud kalian membawa orang ini (Emmanuel) datang ke hadapanku?”.
Setelah Sultan Abdul Hamid II diturunkan dari jabatannya, kemudian beliau dibuang ke Salonika (wilayah Kekhilafahan Turki yang berbatasan dengan Yunani).
Orang-orang Yahudi dan Freemasonry mengangkat hari penjatuhan Sultan Abdul Hamid II sebagai hari raya mereka. Mereka meluapkan kegembiraan dengan mengadakan demonstrasi di jalan-jalan pusat kota Istambul, Turki Utsmani. Setelah diturunkan dari jabatannya, Sultan Muhammad Rasyad menggantikan beliau sebagai Khalifah kaum muslimin.
Pada hari Senin tanggal 3 Maret 1924, dunia dikejutkan oleh berita bahwa Mustafa Kemal di Turki secara resmi telah menghapus Khilafah. Pada malam itu Abdul Majid II, Khalifah terakhir kaum muslimin, dipaksa untuk mengemas kopernya yang berisi pakaian dan uang ke dalam kendaraannya dan diasingkan dari Turki, dan tidak pernah kembali. Dengan cara itulah pemerintahan Islam yang berusia 1342 tahun berakhir. Kisah berikut adalah sekelumit sejarah dari tindakan-tindakan kekuatan kolonialis dengan pertama kali menyebarkan benih perpecahan diantara kaum muslimin dengan menanamkan nasionalisme dan akhirnya mengatur penghancuran Daulah Khilafah melalui agen-agen pengkhianatnya… (Bersambung)
Tidak berapa lama kemudian, muncullah hakikat sebenarnya yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam dari kalangan Yahudi dan Kristen dan lebih khusus lagi Inggris. Mereka melihat, bahwa penghancuran Khilafah bukanlah perkara yang mudah, kecuali dengan cara membuat pahlawan boneka (proxy) dan menggambarkan opini umum tentang sosoknya yang besar dan keramat. Dan mereka mengusulkan nama Musthafa Kemal agar menjadi sumber harapan dan sumber penghormatan di kalangan perwira tentara dan rakyat Utsmani.
Mereka membuat beberapa sandiwara peperangan untuk mengangkat (mengorbitkan) nama Musthafa Kemal sebagai pahlawan. Mereka bertempur tetapi tidak ada peluru dan meriam yang ditembakkan pihak sekutu. Musthafa Kemal berhasil mendesak pasukan sekutu mundur dari wilayah Turki. Kemenangan sandiwara ini disambut oleh rakyat Turki dan menyanjung nama Musthafa Kemal serta menganggapnya sebagai pahlawan penyelamat. Inggris mempublikasikan kemenangan (sandiwara) Musthafa Kemal secara besar-besaran. Atas kemenangan ini Musthafa Kemal mengatakan di hadapan publik: ”Semua rencana tidak akan dilakukan kecuali untuk melindungi kesultanan dan Khilafah serta membebaskan Sultan dan negeri ini dari perbudakan negara asing”. Di sisi lain Duta Besar Inggris mengeluarkan beberapa pernyataan yang ditujukan kepada bangsa Turki supaya mematuhi khalifahnya, seolah-olah mereka berdiri dipihak Sultan dan bermusuhan dengan Musthafa Kemal. Maka bertambahlah kebencian terhadap Khalifah dan bertambahlah kecintaan terhadap pahlawan (boneka) yang memerangi sekutu.
Kebusukan rencana Musthafa Kemal mulai terbongkar pada tahun 1341 H/ 1923 M, Organisasi Nasional Turki pimpinan Mustafa Kemal mengumumkan berdirinya Republik Turki yang beribukota di Ankara dan dia terpilih sebagai presiden pertamanya, peristiwa ini membuat posisi Khalifah Sultan Muhammad Wahidudin terancam, kemudian dia melarikan diri ke Malta dengan kapal Inggris. Awalnya Musthafa Kemal berpura-pura tetap menjaga eksistensi Sistem Khilafah dengan menunjuk Sultan Abdul Majid II menggantikan Sultan Muhammad Wahidudin.
Namun pada tanggal 27 Rajab 1342 H bertepatan dengan 3 Maret 1924 M, Musthafa Kemal memanggil semua pendiri Organisasi Persatuan dan Pembangunan, dia yakin bahwa tidak ada seorangpun yang berani menentang dirinya. Di hadapan anggota, dia mengusulkan untuk membuat projek pembubaran Khilafah yang dia sebut sebagai `bisul abad pertengahan`. Akhirnya pada pertemuan tersebut Sistem Kekhilafahan Islam dibubarkan. Pada keesokan harinya, Khalifah Sultan Abdul Majid II dan keluarga Ustmani diusir dari Ibukota Istambul, hartanya disita, dan Musthafa Kemal mengganti sekolah-sekolah Islam dengan sekolah sekuler dibawah kementrian pendidikan. Hal itu dilakukan untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan pimpinan delegasi Inggris, Lord Curzon pada saat perjanjian Lausanne tanggal 23 Juli 1923.
Setelah khilafah Islam dibubarkan dan pasukan Inggris ditarik dari wilayah Turki. Menteri luar negeri Inggris, Curzon dipanggil Senat Inggris untuk mempertanggungjawabkan perihal penarikan pasukan Inggris dari wilayah Turki, dihadapan anggota Senat Curzon berkata, ”Utama persoalannya adalah bahwa Turki telah dihancurkan dan tidak akan pernah bangkit kembali, karena kita telah berhasil menghancurkan dua kekuatan spiritualnya, yaitu Khilafah dan Islam”.
Beberapa bulan setelah penghancuran Khilafah tanggal 24 Juli 1924, kemerdekaan Turki secara resmi diakui dengan penandatanganan Traktat Lausanne. Inggris dan sekutu-sekutunya menarik semua pasukannya dari Turki yang ditempatkan sejak akhir PD I. Sebagai reaksi dari hal ini, dilakukan protes pada Menlu Lord Curzon di House of Common karena Inggris mengakui kemerdekaan Turki. Lord Currzon menjawab, “Situasinya sekarang adalah Turki telah mati dan tidak akan pernah bangkit lagi, karena kita telah menghancurkan kekuatan moralnya, khilafah dan Islam.”
Sebagaimana diakui oleh Lord Curzon, Inggris bersama dengan Perancis memainkan peran penting dalam membagi-bagi tanah kaum muslimin diantara mereka. Rencana mereka melawan Khilafah bukanlah karena Khilafah berpihak pada Jerman pada PD I. Rencana ini telah dibuat ratusan tahun yang lalu yang akhirnya berbuah ketika Khilafah Usmani dengan cepat mulai merosot di pertengahan abad ke 18.
Usaha yang pertama untuk menghancurkan persatuan Islam terjadi pada abad ke 11 ketika Paus Urbanus II melancarkan Perang Salib I untuk menduduki Al-Quds. Setelah 200 tahun pendudukan, akhirnya pasukan salib dikalahkan di tangan Salahudin Ayyubi. Di abad ke 15 Konstantinopel ditaklukan dan benteng terakhir Kekaisaran Byzantium itupun dikalahkan. Lalu pada abad ke 16 Daulah Islam menyapu seluruh bagian selatan dan timur Eropa dengan membawa Islam kepada bangsa-bangsa itu. Akibatnya jutaan orang Albania, Yugoslavia, Bulgaria dan negara-negara lain memeluk Islam. Setelah pengepungan Wina tahun 1529 Eropa membentuk Aliansi untuk menghentikan expansi Khilafah di Eropa. Pada titik itulah terlihat bangkitnya permusuhan pasukan Salib terhadap Islam dan Khilafah, dan dibuatlah rencana-rencana berkaitan dengan ‘Masalah Ketimuran’ seperti yang sudah diketahui.
Count Henri Decastri, seorang pengarang Perancis menulis dalam bukunya yang berjudul Islam tahun 1896:
“Saya tidak bisa membayangkan apa yang akan dikatakan oleh kaum muslimin jika mereka mendengar cerita-cerita di abad pertengahan dan mengerti apa yang biasa dikatakan oleh ahli pidato Kristen dalam hymne-hymne mereka; semua hymne kami bahkan hymne yang muncul sebelum abad ke 12 berasal dari konsep yang merupakan akibat dari Perang Salib, hymne-hymne itu dipenuhi oleh kebencian kepada kaum muslimin dikarenakan ketidakpedulian mereka terhadap agamanya. Akibat dari hymne dan nyanyian itu, kebencian terhadap agama itu tertancap di benak mereka, dan kekeliruan ide menjadi berakar, yang beberapa diantaranya masih terbawa hingga saat ini. Tiap orang menganggap muslim sebagai orang musyrik, tidak beriman, pemuja berhala dan murtad.”
Setelah kekalahan mereka, pasukan Salib menyadari bahwa kekuatan Islam dan keyakinannya adalah Akidah Islam. Sepanjang kaum muslimin berkomitmen dengan kuat pada Islam dan al-Qur’an, Khilafah tidak akan pernah hancur. Inilah sebabnya di akhir abad ke 16, mereka mendirikan pusat misionaris pertama di Malta dan membuat markasnya untuk melancarkan serangan misionarisnya terhadap Dunia Islam. Inilah awal masuknya kebudayaan Barat ke Dunia Islam yang dilakukan para misionaris Inggris, Perancis dan Amerika… (Bersambung)
Para misionaris itu bekerja dengan berkedok lembaga-lembaga pendidikan dan ilmu pengetahuan. Awalnya akibat dari tindakan itu hanya kecil saja. Tapi selama abad ke 18 dan 19 ketika kemunduran Khilafah mulai muncul, mereka mampu mengeksplotasi kelemahan negara dan menyebarkan konsep-konsep yang jahat kepada masyarakat. Di abad 19, Beirut menjadi pusat aktivitas misionaris. Selama masa itu, para misionaris mengeksploitasi perselisihan dalam negeri diantara orang Kristen dan Druze dan kemudian antara Kristen dan Muslim, dengan Inggris berpihak pada Druze sementara Perancis berpihak pada Kristen Maronit. Selama masa itu para misionaris itu memiliki dua agenda utama: (1) Memisahkan Orang Arab dari Khilafah Usmani; (2) Membuat kaum muslimin merasa terasing dari ikatan Islam
Tahun 1875 ‘Persekutuan Rahasia’ dibentuk di Beirut dalam usaha untuk mendorong nasionalisme Arab diantara rakyat. Melalui pernyataan-pernyataan dan selebaran-selebaran, persekutuan itu menyerukan kemerdekaan politik orang Arab, khususnya mereka yang tinggal di Syria dan Libanon. Dalam literaturnya, mereka berulangkali menuduh Turki merebut Khilafah Islam dari orang Arab, melanggar Syariah, dan mengkhianati Agama Islam.
Hal ini memunculkan benih-benih nasionalisme yang akhirnya berbuah pada tahun 1916 ketika Inggris memerintahkan seorang agennya Sharif Hussein dari Mekkah untuk melancarkan Pemberontakan Arab terhadap Khilafah Usmani. Pemberontakan ini sukses dalam membagi tanah Arab dari Khilafah dan kemudian menempatkan tanah itu di bawah mandat Inggris dan Perancis.
Di saat yang sama, nasionalisme mulai dikobarkan diantara orang Turki. Gerakan Turki Muda didirikan tahun 1889 berdasarkan nasionalisme Turki dan dapat berkuasa tahun 1908 setelah mengusir Khalifah Abdul Hamid II. Pengkhianat Mustafa Kamal yang menghapus Kekhalifahan adalah anggota Turki Muda. Inilah alasanya mengapa Kemal kemudian berkata:
“Bukankah karena Khilafah, Islam dan ulama yang menyebabkan para petani Turki berperang hingga mati selama lima abad? Sudah waktunya Turki mengurus urusannya sendiri dan mengabaikan orang India dan orang Arab. Turki harus melepaskan dirinya untuk memimpin kaum muslimin.”
Di samping aktivitas yang dilakukan oleh misionaris Inggris dan Perancis, bersama dengan Rusia mulai dilakukan penjajahan langsung di banyak bagian Dunia Islam. Ini dimulai selama pertengahan abad 18 ketika tahun 1768 Catherine II dari Rusia berperang dengan Khilafah dan dengan sukses dapat menduduki wilayah di Selatan Ukraina, Kaukasus Utara, dan Crimea yang kemudian dijadikan bagian dari Kekaisaran Rusia. Perancis menyerang Mesir dan Inggris mulai menduduki India. Di Abad ke 19 Perancis menduduki Afrika Utara dan Inggris menduduki Mesir, Sudan, dan India. Sedikit demi sedikit wilayah Khilafah menjadi berkurang hingga akhir PD I ketika apa yang tersisa hanyalah Turki, yang diduduki oleh pasukan sekutu di bawah perintah Jendral Inggris yang bernama Charles Harrington.
Pemecahan tanah Khilafah dilakukan dalam sebuah perjanjian rahasia yang dilakukan antara Inggris dan Perancis tahun 1916. Perjanjian itu adalah Perjanjian Sykes-Picot. Rencana ini dibuat diantara diplomat Perancis bernama François Georges-Picot dan penasehat diplomat Inggris Mark Sykes. Di bawah perjanjian itu, Inggris mendapat kontrol atas Jordania, Irak dan wilayah kecil di sekitar Haifa. Perancis diberikan kontrol atas Turki wilayah Selatan-Timur, Irak bagian Utara, Syria dan Libanon. Kekuatan Barat itu bebas memutuskan garis perbatasan di dalam wilayah Khilafah itu. Peta Timur Tengah saat ini adalah garis-garis yang dibuat Sykes dan Picot dengan memakai sebuah penggaris di atas tanah yang dulunya adalah wilayah Khilafah.
Tahun-tahun berlanjutnya kehancuran Khilafah, Inggris memainkan peranan kunci dengan cara memelihara agennya Mustafa Kamal. Melalui sejumlah manuver politik dengan bantuan Inggris, Mustafa Kamal mampu menjadikan dirinya berkuasa di Turki. Tahun 1922, Konperensi Lausanne diorganisir oleh Menlu Inggris Lord Curzon untuk mendiskusikan kemerdekaan Turki. Turki pada saat itu adalah di bawah pendudukan pasukan sekutu dengan institusi Khilafah yang hanya tinggal nama. Selama konperensi itu Lord Curzon menetapkan empat kondisi sebelum mengakui kemerdekaan Turki. Kondisi-kondisi itu adalah: (1) Penghapusan total Khilafah; (2) Pengusiran Khalifah ke luar perbatasan; (3) Perampasan asset-aset Khilafah; (4) Pernyataan bahwa Turki menjadi sebuah Negara Sekuler
Suksesnya Konperensi itu terletak pada pemenuhan keempat kondisi itu. Namun, dengan tekanan asing yang sedemikian itupun, banyak kaum muslimin di dalam negeri Turki masih mengharapkan Khilafah, yang telah melayani Islam sedemikan baiknya selama beberapa abad dan tidak pernah terbayangkan bahwa Khilafah bisa terhapus. Karena itu, Lurd Curzon gagal untuk memastikan kondisi-kondisi ini dan konperensi itu berakhir dengan kegagalan. Namun, dengan liciknya Lord Curzon atas nama Inggris tidak menyerah. Pada tanggal 3 Maret 1924 Mustafa Kemal memakai kekuatan bersenjata dan menteror lawan-lawan politiknya sehingga mampu menekan melalui Undang-undang Penghapusan Khilafah yang memungkingkan terhapusnya institusi Khilafah.
Untuk kekuatan kolonialis, penghancuran Khilafah tidaklah cukup. Mereka ingin memastikan bahwa Khilafah tidak pernah bangkit lagi dalam diri kaum Muslimin. Lord Curzon berkata:
“Kita harus mengakhiri apapun yang akan membawa persatuan Islam diantara anak-anak kaum muslimin. Sebagaimana yang kita telah sukses laksanakan dalam mengakhiri Khilafah, maka kita harus memastikan bahwa tidak pernah ada lagi bangkitnya persatuan kaum muslimin, apakah itu persatuan intelektual dan budaya.”
Karena itu, mereka meberikan sejumlah rintangan dalam usaha menegakkan kembali Khilafah seperti:
“Sesungguhnya orang-orang yahudi dan nasrani tidak akan pernah ridha sampai kamu masuk dalam golongan mereka”. (QS Al Baqarah:120)
Sudah saatnya kita membangun ukhuwah Islamiyah dan menghadapi musuh bersama, yaitu orang-orang kafir dan munafik yang selalu menghina Islam dan kaum muslimin. Dan memfokuskan pada pandangan urgensi penegakkan Khilafah dan Syariah untuk menjadikannya pandangan umum ditengah-tengah masyarakat (bukan dengan Demokrasi, diskriminasi gender, HAM, dll).
Saudaraku, khilafah pasti akan tegak dengan atau tanpa kita. Karena ini merupakan janji Rasulullah SAW:
“…Sesungguhnya akan ada Khilafah yang mengikuti metode kenabian” (HR.Ahmad)
Tinggal kita memilih, apakah kita menjadi orang yang berjuang terhadap penegakan Khilafah dan Syariah, atau kita menjadi orang yang setuju terhadap penegakkan Khilafah dan syariah ketika Khilafah sudah tegak.
Sesungguhnya beruntunglah bagi yang menegakkanya.
Rugilah bagi mereka yang hanya duduk diam menyaksikannya.
Tetapi akan celakalah mereka yang menghalanginya.
Wallaahu a’lam bi Showab
Sumber: khilafah fighters/syabab.com
Bacalah:
Pada bulan Rajab di samping Isra’ dan Mi’rajnya Nabi Muhammad Saw ada peristiwa penting yang takkan dilupakan oleh kaum Muslim, yakni dihapuskannya sistem Khilafah oleh pengkhianat kaum Muslim, Mustafa Kemal Atartuk. Inilah tragedi yang menjadi awal kelamnya kehidupan kaum Muslim.
Ada beberapa faktor penyebab utama kemunduran Negara Khilafah saat itu, diantaranya: konspirasi negara-negara kafir imperialis, pengkhianatan penjabat tinggi negara, adanya ide-ide dan isme-isme rusak (Nasionalisme, Patriotisme, Demokrasi dan HAM) yang mempengaruhi pemikiran kaum muda di Turki dan wilayah Khilafah lainnya, terhentinya ijtihad, upaya memasukkan Undang-undang barat dalam konstitusi Negara Khilafah, penghancuran aqidah Islam melalui serangan misionaris Kristen (pendeta-pendeta yang berjuang memurtadkan orang-orang Islam). Puncaknya, pada tanggal 3 Maret 1924 (28 Rajab 1342 H), agen Inggris keturunan Yahudi Dunamah bernama Mustafa Kemal Pasha menyatakan dibubarkannya Negara Khilafah Islamiyah yang berpusat di Istambul, dan kemudian menggantinya dengan sistem Republik dengan asasnya Sekular-Demokrasi serta memindahkan ibukota Turki dari Istambul ke Ankara.
Sultan Abdul Hamid dan Yahudi
Pada masa pemerintahan Khalifah Sultan Abdul Hamid II, Pemimpin Zionis Internasional bernama Theodore Herzl melalui sahabatnya yang dekat dengan keluarga istana meminta kepada Khalifah untuk memberikan tanah Palestina kepada orang-orang Yahudi. Dan jika diizinkan menduduki Palestina, orang-orang Yahudi akan menyelesaikan utang-utang Negara Khilafah. Namun apa yang terjadi Khalifah Sultan Abdul Hamid II menolak dengan tegas, melalui suratnya:
“Nasehatilah temanmu Herzl agar dia tidak mengambil langkah-langkah baru mengenai masalah ini, sebab saya tidak bisa mundur dari tanah suci ini (Palestina) walaupun hanya sejengkal. Sebab tanah ini bukanlah milik saya. Dia milik bangsa dan rakyat saya. Nenek moyang saya telah berjuang demi mendapatkan tanah ini. Mereka telah menyiraminya dengan titisan darah demi mendapat tanah ini. Maka biarkanlah orang-orang Yahudi itu menggenggam jutaan uang mereka. Jika negeriku hancur lebur, maka sangat mungkin mendapatkan negeri Palestina tanpa ada balasan apapun. Namun patut diingat, bahwa hendaklah penghancuran itu dimulai dari tubuh dan raga kami. Namun tentunya saya juga tidak akan menerima, raga saya dirusak binasa sepanjang hayat masih dikandung badan”.
Demikianlah, Herzl gagal merayu Sultan Abdul Hamid II untuk menduduki tanah Palestina. Padahal waktu itu utang Negara Khilafah mencapai 20 juta Lira.
Setelah gagal merayu Sultan Abdul Hamid II, Zionisme Internasional kemudian memulai dengan menggerakkan media-media internasional untuk menjatuhkan Khalifah. Setelah itu, mereka menyatukan musuh-musuh Sultan Abdul Hamid II yang tumbuh dan bercampur baur dalam masyarakat Utsmani. Kita dapatkan para pengikut demokrasi dan mereka yang diperalat kaum demokrat, melakukan rencana yang sangat teratur dan menyerang. Mereka menguasai jaringan bisnis dunia, media-media Eropa, sehingga sangat mungkin bagi mereka untuk membentuk pandangan umum tentang pentingnya memecat Sultan Abdul Hamid II dari jabatannya sebagai seorang Khalifah.
Konspirasi Kolonialis Eropa untuk Menghapuskan Sistem Khilafah
Pada tanggal 31 Maret 1909, Zionis Internasional melakukan konspirasi, yaitu peristiwa tragis yang menimbulkan goncangan hebat. Peristiwa tersebut terjadi di kota Istambul, dimana telah terjadi pembunuhan berdarah yang menimbulkan korban jiwa. Dan kemudian mereka menuduh Sultan Abdul Hamid II terlibat dalam peristiwa tersebut. Peristiwa tersebut juga membuat orang-orang Yahudi Eropa dari Organisasi Persatuan dan Pembangunan (nama lain dari Gerakan Turki Muda pimpinan Mustafa Kemal) memasuki Istambul untuk melakukan acara penurunan baiat di pusat kota menuntut pemecatan Sultan Abdul Hamid II dari jabatannya sebagai seorang Khalifah. Dengan dukungan media-media di Turki dan Eropa, mereka menuduh Sultan merencanakan terjadinya peristiwa 31 Maret tersebut, membakar mushaf-mushaf Al-Qur`an, pemboros, penumpah darah, dan zhalim. Agar niat busuk tersebut berhasil, para revolusionir bentukan Yahudi melakukan tekanan kepada mufti Islam Muhammad Zhiyaudin untuk mengeluarkan fatwa pemecatan. Pada hari selasa 27 April 1909, sebanyak 240 anggota Majelis A`yan (tokoh-tokoh masyarakat yang ditunjuk) mengadakan pertemuan bersama dan menetapkan pemecatan Sultan Abdul Hamid II. Namun sebagian anggota menolak menerima draft tersebut, diantaranya sekretaris fatwa Nuri Affandi yang hadir dalam pertemuan tersebut.
Namun atas usulan dan desakan dari Organisasi Persatuan dan Pembangunan, akhirnya dibentuklah panitia untuk menyampaikan keputusan pemecatan Khalifah kaum muslimin, panitia tersebut terdiri dari: Immanuel Qarashu (seorang Yahudi asal Spanyol), Aaram (Anggota Majelis Perwakilan yang berasal dari Armenia), As`ad Thuathani (Utusan Albania), Arif Hikmat (anggota Majelis `Ayan, asal Irak Karajabani). Kemudian melalui mereka dilakukan (pemberitahuan) pemecatan Sultan Abdul Hamid II sebagai Khalifah, dan pada saat bersamaan Sultan Abdul Hamid berkata kepada mereka, ”Sesungguhnya ini tak lebih dari perbuatan orang-orang Yahudi yang mengancam Khilafah, lalu apa maksud kalian membawa orang ini (Emmanuel) datang ke hadapanku?”.
Setelah Sultan Abdul Hamid II diturunkan dari jabatannya, kemudian beliau dibuang ke Salonika (wilayah Kekhilafahan Turki yang berbatasan dengan Yunani).
Orang-orang Yahudi dan Freemasonry mengangkat hari penjatuhan Sultan Abdul Hamid II sebagai hari raya mereka. Mereka meluapkan kegembiraan dengan mengadakan demonstrasi di jalan-jalan pusat kota Istambul, Turki Utsmani. Setelah diturunkan dari jabatannya, Sultan Muhammad Rasyad menggantikan beliau sebagai Khalifah kaum muslimin.
Pada hari Senin tanggal 3 Maret 1924, dunia dikejutkan oleh berita bahwa Mustafa Kemal di Turki secara resmi telah menghapus Khilafah. Pada malam itu Abdul Majid II, Khalifah terakhir kaum muslimin, dipaksa untuk mengemas kopernya yang berisi pakaian dan uang ke dalam kendaraannya dan diasingkan dari Turki, dan tidak pernah kembali. Dengan cara itulah pemerintahan Islam yang berusia 1342 tahun berakhir. Kisah berikut adalah sekelumit sejarah dari tindakan-tindakan kekuatan kolonialis dengan pertama kali menyebarkan benih perpecahan diantara kaum muslimin dengan menanamkan nasionalisme dan akhirnya mengatur penghancuran Daulah Khilafah melalui agen-agen pengkhianatnya… (Bersambung)
Tidak berapa lama kemudian, muncullah hakikat sebenarnya yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam dari kalangan Yahudi dan Kristen dan lebih khusus lagi Inggris. Mereka melihat, bahwa penghancuran Khilafah bukanlah perkara yang mudah, kecuali dengan cara membuat pahlawan boneka (proxy) dan menggambarkan opini umum tentang sosoknya yang besar dan keramat. Dan mereka mengusulkan nama Musthafa Kemal agar menjadi sumber harapan dan sumber penghormatan di kalangan perwira tentara dan rakyat Utsmani.
Mereka membuat beberapa sandiwara peperangan untuk mengangkat (mengorbitkan) nama Musthafa Kemal sebagai pahlawan. Mereka bertempur tetapi tidak ada peluru dan meriam yang ditembakkan pihak sekutu. Musthafa Kemal berhasil mendesak pasukan sekutu mundur dari wilayah Turki. Kemenangan sandiwara ini disambut oleh rakyat Turki dan menyanjung nama Musthafa Kemal serta menganggapnya sebagai pahlawan penyelamat. Inggris mempublikasikan kemenangan (sandiwara) Musthafa Kemal secara besar-besaran. Atas kemenangan ini Musthafa Kemal mengatakan di hadapan publik: ”Semua rencana tidak akan dilakukan kecuali untuk melindungi kesultanan dan Khilafah serta membebaskan Sultan dan negeri ini dari perbudakan negara asing”. Di sisi lain Duta Besar Inggris mengeluarkan beberapa pernyataan yang ditujukan kepada bangsa Turki supaya mematuhi khalifahnya, seolah-olah mereka berdiri dipihak Sultan dan bermusuhan dengan Musthafa Kemal. Maka bertambahlah kebencian terhadap Khalifah dan bertambahlah kecintaan terhadap pahlawan (boneka) yang memerangi sekutu.
Kebusukan rencana Musthafa Kemal mulai terbongkar pada tahun 1341 H/ 1923 M, Organisasi Nasional Turki pimpinan Mustafa Kemal mengumumkan berdirinya Republik Turki yang beribukota di Ankara dan dia terpilih sebagai presiden pertamanya, peristiwa ini membuat posisi Khalifah Sultan Muhammad Wahidudin terancam, kemudian dia melarikan diri ke Malta dengan kapal Inggris. Awalnya Musthafa Kemal berpura-pura tetap menjaga eksistensi Sistem Khilafah dengan menunjuk Sultan Abdul Majid II menggantikan Sultan Muhammad Wahidudin.
Namun pada tanggal 27 Rajab 1342 H bertepatan dengan 3 Maret 1924 M, Musthafa Kemal memanggil semua pendiri Organisasi Persatuan dan Pembangunan, dia yakin bahwa tidak ada seorangpun yang berani menentang dirinya. Di hadapan anggota, dia mengusulkan untuk membuat projek pembubaran Khilafah yang dia sebut sebagai `bisul abad pertengahan`. Akhirnya pada pertemuan tersebut Sistem Kekhilafahan Islam dibubarkan. Pada keesokan harinya, Khalifah Sultan Abdul Majid II dan keluarga Ustmani diusir dari Ibukota Istambul, hartanya disita, dan Musthafa Kemal mengganti sekolah-sekolah Islam dengan sekolah sekuler dibawah kementrian pendidikan. Hal itu dilakukan untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan pimpinan delegasi Inggris, Lord Curzon pada saat perjanjian Lausanne tanggal 23 Juli 1923.
Setelah khilafah Islam dibubarkan dan pasukan Inggris ditarik dari wilayah Turki. Menteri luar negeri Inggris, Curzon dipanggil Senat Inggris untuk mempertanggungjawabkan perihal penarikan pasukan Inggris dari wilayah Turki, dihadapan anggota Senat Curzon berkata, ”Utama persoalannya adalah bahwa Turki telah dihancurkan dan tidak akan pernah bangkit kembali, karena kita telah berhasil menghancurkan dua kekuatan spiritualnya, yaitu Khilafah dan Islam”.
Beberapa bulan setelah penghancuran Khilafah tanggal 24 Juli 1924, kemerdekaan Turki secara resmi diakui dengan penandatanganan Traktat Lausanne. Inggris dan sekutu-sekutunya menarik semua pasukannya dari Turki yang ditempatkan sejak akhir PD I. Sebagai reaksi dari hal ini, dilakukan protes pada Menlu Lord Curzon di House of Common karena Inggris mengakui kemerdekaan Turki. Lord Currzon menjawab, “Situasinya sekarang adalah Turki telah mati dan tidak akan pernah bangkit lagi, karena kita telah menghancurkan kekuatan moralnya, khilafah dan Islam.”
Sebagaimana diakui oleh Lord Curzon, Inggris bersama dengan Perancis memainkan peran penting dalam membagi-bagi tanah kaum muslimin diantara mereka. Rencana mereka melawan Khilafah bukanlah karena Khilafah berpihak pada Jerman pada PD I. Rencana ini telah dibuat ratusan tahun yang lalu yang akhirnya berbuah ketika Khilafah Usmani dengan cepat mulai merosot di pertengahan abad ke 18.
Usaha yang pertama untuk menghancurkan persatuan Islam terjadi pada abad ke 11 ketika Paus Urbanus II melancarkan Perang Salib I untuk menduduki Al-Quds. Setelah 200 tahun pendudukan, akhirnya pasukan salib dikalahkan di tangan Salahudin Ayyubi. Di abad ke 15 Konstantinopel ditaklukan dan benteng terakhir Kekaisaran Byzantium itupun dikalahkan. Lalu pada abad ke 16 Daulah Islam menyapu seluruh bagian selatan dan timur Eropa dengan membawa Islam kepada bangsa-bangsa itu. Akibatnya jutaan orang Albania, Yugoslavia, Bulgaria dan negara-negara lain memeluk Islam. Setelah pengepungan Wina tahun 1529 Eropa membentuk Aliansi untuk menghentikan expansi Khilafah di Eropa. Pada titik itulah terlihat bangkitnya permusuhan pasukan Salib terhadap Islam dan Khilafah, dan dibuatlah rencana-rencana berkaitan dengan ‘Masalah Ketimuran’ seperti yang sudah diketahui.
Count Henri Decastri, seorang pengarang Perancis menulis dalam bukunya yang berjudul Islam tahun 1896:
“Saya tidak bisa membayangkan apa yang akan dikatakan oleh kaum muslimin jika mereka mendengar cerita-cerita di abad pertengahan dan mengerti apa yang biasa dikatakan oleh ahli pidato Kristen dalam hymne-hymne mereka; semua hymne kami bahkan hymne yang muncul sebelum abad ke 12 berasal dari konsep yang merupakan akibat dari Perang Salib, hymne-hymne itu dipenuhi oleh kebencian kepada kaum muslimin dikarenakan ketidakpedulian mereka terhadap agamanya. Akibat dari hymne dan nyanyian itu, kebencian terhadap agama itu tertancap di benak mereka, dan kekeliruan ide menjadi berakar, yang beberapa diantaranya masih terbawa hingga saat ini. Tiap orang menganggap muslim sebagai orang musyrik, tidak beriman, pemuja berhala dan murtad.”
Setelah kekalahan mereka, pasukan Salib menyadari bahwa kekuatan Islam dan keyakinannya adalah Akidah Islam. Sepanjang kaum muslimin berkomitmen dengan kuat pada Islam dan al-Qur’an, Khilafah tidak akan pernah hancur. Inilah sebabnya di akhir abad ke 16, mereka mendirikan pusat misionaris pertama di Malta dan membuat markasnya untuk melancarkan serangan misionarisnya terhadap Dunia Islam. Inilah awal masuknya kebudayaan Barat ke Dunia Islam yang dilakukan para misionaris Inggris, Perancis dan Amerika… (Bersambung)
Para misionaris itu bekerja dengan berkedok lembaga-lembaga pendidikan dan ilmu pengetahuan. Awalnya akibat dari tindakan itu hanya kecil saja. Tapi selama abad ke 18 dan 19 ketika kemunduran Khilafah mulai muncul, mereka mampu mengeksplotasi kelemahan negara dan menyebarkan konsep-konsep yang jahat kepada masyarakat. Di abad 19, Beirut menjadi pusat aktivitas misionaris. Selama masa itu, para misionaris mengeksploitasi perselisihan dalam negeri diantara orang Kristen dan Druze dan kemudian antara Kristen dan Muslim, dengan Inggris berpihak pada Druze sementara Perancis berpihak pada Kristen Maronit. Selama masa itu para misionaris itu memiliki dua agenda utama: (1) Memisahkan Orang Arab dari Khilafah Usmani; (2) Membuat kaum muslimin merasa terasing dari ikatan Islam
Tahun 1875 ‘Persekutuan Rahasia’ dibentuk di Beirut dalam usaha untuk mendorong nasionalisme Arab diantara rakyat. Melalui pernyataan-pernyataan dan selebaran-selebaran, persekutuan itu menyerukan kemerdekaan politik orang Arab, khususnya mereka yang tinggal di Syria dan Libanon. Dalam literaturnya, mereka berulangkali menuduh Turki merebut Khilafah Islam dari orang Arab, melanggar Syariah, dan mengkhianati Agama Islam.
Hal ini memunculkan benih-benih nasionalisme yang akhirnya berbuah pada tahun 1916 ketika Inggris memerintahkan seorang agennya Sharif Hussein dari Mekkah untuk melancarkan Pemberontakan Arab terhadap Khilafah Usmani. Pemberontakan ini sukses dalam membagi tanah Arab dari Khilafah dan kemudian menempatkan tanah itu di bawah mandat Inggris dan Perancis.
Di saat yang sama, nasionalisme mulai dikobarkan diantara orang Turki. Gerakan Turki Muda didirikan tahun 1889 berdasarkan nasionalisme Turki dan dapat berkuasa tahun 1908 setelah mengusir Khalifah Abdul Hamid II. Pengkhianat Mustafa Kamal yang menghapus Kekhalifahan adalah anggota Turki Muda. Inilah alasanya mengapa Kemal kemudian berkata:
“Bukankah karena Khilafah, Islam dan ulama yang menyebabkan para petani Turki berperang hingga mati selama lima abad? Sudah waktunya Turki mengurus urusannya sendiri dan mengabaikan orang India dan orang Arab. Turki harus melepaskan dirinya untuk memimpin kaum muslimin.”
Di samping aktivitas yang dilakukan oleh misionaris Inggris dan Perancis, bersama dengan Rusia mulai dilakukan penjajahan langsung di banyak bagian Dunia Islam. Ini dimulai selama pertengahan abad 18 ketika tahun 1768 Catherine II dari Rusia berperang dengan Khilafah dan dengan sukses dapat menduduki wilayah di Selatan Ukraina, Kaukasus Utara, dan Crimea yang kemudian dijadikan bagian dari Kekaisaran Rusia. Perancis menyerang Mesir dan Inggris mulai menduduki India. Di Abad ke 19 Perancis menduduki Afrika Utara dan Inggris menduduki Mesir, Sudan, dan India. Sedikit demi sedikit wilayah Khilafah menjadi berkurang hingga akhir PD I ketika apa yang tersisa hanyalah Turki, yang diduduki oleh pasukan sekutu di bawah perintah Jendral Inggris yang bernama Charles Harrington.
Tahun-tahun berlanjutnya kehancuran Khilafah, Inggris memainkan peranan kunci dengan cara memelihara agennya Mustafa Kamal. Melalui sejumlah manuver politik dengan bantuan Inggris, Mustafa Kamal mampu menjadikan dirinya berkuasa di Turki. Tahun 1922, Konperensi Lausanne diorganisir oleh Menlu Inggris Lord Curzon untuk mendiskusikan kemerdekaan Turki. Turki pada saat itu adalah di bawah pendudukan pasukan sekutu dengan institusi Khilafah yang hanya tinggal nama. Selama konperensi itu Lord Curzon menetapkan empat kondisi sebelum mengakui kemerdekaan Turki. Kondisi-kondisi itu adalah: (1) Penghapusan total Khilafah; (2) Pengusiran Khalifah ke luar perbatasan; (3) Perampasan asset-aset Khilafah; (4) Pernyataan bahwa Turki menjadi sebuah Negara Sekuler
Suksesnya Konperensi itu terletak pada pemenuhan keempat kondisi itu. Namun, dengan tekanan asing yang sedemikian itupun, banyak kaum muslimin di dalam negeri Turki masih mengharapkan Khilafah, yang telah melayani Islam sedemikan baiknya selama beberapa abad dan tidak pernah terbayangkan bahwa Khilafah bisa terhapus. Karena itu, Lurd Curzon gagal untuk memastikan kondisi-kondisi ini dan konperensi itu berakhir dengan kegagalan. Namun, dengan liciknya Lord Curzon atas nama Inggris tidak menyerah. Pada tanggal 3 Maret 1924 Mustafa Kemal memakai kekuatan bersenjata dan menteror lawan-lawan politiknya sehingga mampu menekan melalui Undang-undang Penghapusan Khilafah yang memungkingkan terhapusnya institusi Khilafah.
Untuk kekuatan kolonialis, penghancuran Khilafah tidaklah cukup. Mereka ingin memastikan bahwa Khilafah tidak pernah bangkit lagi dalam diri kaum Muslimin. Lord Curzon berkata:
“Kita harus mengakhiri apapun yang akan membawa persatuan Islam diantara anak-anak kaum muslimin. Sebagaimana yang kita telah sukses laksanakan dalam mengakhiri Khilafah, maka kita harus memastikan bahwa tidak pernah ada lagi bangkitnya persatuan kaum muslimin, apakah itu persatuan intelektual dan budaya.”
Karena itu, mereka meberikan sejumlah rintangan dalam usaha menegakkan kembali Khilafah seperti:
- Pengenalan konsep-konsep non-Islam di Dunia Islam seperti patriotisme, nasionalisme, sosialisme dan sekularisme dan mendorong gerakan politik kolonialis yang berdasarkan ide-ide ini.
- Kehadiran kurikulum pendidikan yang dibuat oleh kekuatan penjajah, yang masih tetap bercokol selama 80 tahun, yang membuat mayoritas kaum muda yang lulus dan ingin meneruskan pendidikannya ke arah yang bertentangan dengan Islam.
- Jeratan ekonomi di Dunia Islam oleh pemerintahan Barat dan perusahaan-perusahaannya dimana masyarakat hidup dalam kemiskinan yang menghinakan dan dipaksa untuk terfokus hanya pada bagaimana menghidupi dirinya sendiri dan keluarganya dan tidak peduli dengan peran sesungguhnya dari para penjajah itu.
- Warisan yang disengaja untuk memecah Dunia Islam yang berkisar pada garis perbatasan yang senantiasa diperdebatkan sehingga kaum muslimin akan tetap terlibat dalam masalah-masalah sepele.
- Pendirian organisasi-organisasi seperti Liga Arab dan kemudian Organisasi Konperensi Islam (OKI) yang menipiskan ikatan Islam, dan terus melanjutkan adanya perpecahan di Dunia Islam sementara tetap gagal dalam memecahkan tiap masalah atau isu yang muncul.
- Pemaksaan berdirinya Negara asing, Israel, di jantung Dunia Islam yang menjadi pemicu serangan kekuatan Barat atas kaum muslimin yang tidak bisa mempertahankan diri sementara mereka terus menghidupkan mitos rasa rendah diri kaum muslimin.
- Kehadiran penguasa-penguasa zalim di Dunia Islam yang kesetiaanya adalah pada tuannya yakni negara-negara Barat; yang menindas dan menyiksa umat Islam; mereka bukanlah dari umat dan membenci umat sebagaimana umat membenci mereka.
“Sesungguhnya orang-orang yahudi dan nasrani tidak akan pernah ridha sampai kamu masuk dalam golongan mereka”. (QS Al Baqarah:120)
Sudah saatnya kita membangun ukhuwah Islamiyah dan menghadapi musuh bersama, yaitu orang-orang kafir dan munafik yang selalu menghina Islam dan kaum muslimin. Dan memfokuskan pada pandangan urgensi penegakkan Khilafah dan Syariah untuk menjadikannya pandangan umum ditengah-tengah masyarakat (bukan dengan Demokrasi, diskriminasi gender, HAM, dll).
Saudaraku, khilafah pasti akan tegak dengan atau tanpa kita. Karena ini merupakan janji Rasulullah SAW:
“…Sesungguhnya akan ada Khilafah yang mengikuti metode kenabian” (HR.Ahmad)
Tinggal kita memilih, apakah kita menjadi orang yang berjuang terhadap penegakan Khilafah dan Syariah, atau kita menjadi orang yang setuju terhadap penegakkan Khilafah dan syariah ketika Khilafah sudah tegak.
Sesungguhnya beruntunglah bagi yang menegakkanya.
Rugilah bagi mereka yang hanya duduk diam menyaksikannya.
Tetapi akan celakalah mereka yang menghalanginya.
Wallaahu a’lam bi Showab
Sumber: khilafah fighters/syabab.com
Bacalah:
No comments:
Post a Comment