Eramuslim.com – Anggota Komisi Hukum dan Per-Undang-Undangan MUI Pusat, DR. H. Abdul Chair Ramadhan, SH, MH, MM mengatakan dampak yang ditimbulkan dari kerjasama antara Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta dengan University and Reserch Institut for Qur’an and Hadith Iran (UAR) adalah semakin banyaknya kaum muda Indonesia yang tidak mengerti apa dan bagaimana Syiah yang sebenarnya.
“Mereka akan terperangkap pada pemikiran ideologi-politik Syiah Iran,” kata DR. Abdul Chair, Jum’at (20/03/2015), dikutip dari Hidayatullah.com.
Laman UIN Online, Rabu (18/03/2015), mewartakan Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta dan University and Reserch Institut for Qur’an and Hadith Iran (UAR) sepakat menandatangani naskah kerjasama di gedung Rektorat UIN Jakarta.
Perlu dicatat, ujar DR. Abdul Chair, kelembagaan Pojok-Pojok Iran (Iranian Corner, red) di berbagai kampus di Indonesia, justru banyak memasarkan ‘Revolusi Imam Husein ra’ dan ‘Revolusi Khomeini’ yang dijadikan jargon perjuangan Islam.
Dengan hadirnya kelembagaan resmi Iran tersebut, kata Abdul Chair, akan semakin menumbuhkembangkan semangat kaum muda untuk mengikuti pemikiran ideologi-politik Syiah Iran.
“Semua itu diarahkan untuk membentuk pemikiran yang mengarah kepada konsep Wilayatul Faqih sebagai pemegang kekuasaan Islam sedunia (lihat: Pasal 5 UUD Republik Iran, red),” ungkap DR. Abdul Chair.
Kondisi yang demikian, menurut Abdul Chair tentu akan merugikan bahkan mengancam keberadaan dan keberlangsungan ideologi Pancasila, UUD Negara RI Tahun 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika karena ideologi Imamah Syiah Iran tidak dapat dipertemukan dengan ideologi manapun, termasuk Pancasila.
Selain itu, masih menurut Abdul Chair, ada kepentingan terselubung di balik kerjasama tersebut yaitu terkait dengan proyek Syiahisasi dan Iranisasi di Indonesia.
“Syiahisasi menunjuk terciptanya eksodus dari Ahlus sunnah menjadi Syiah, minimal menjadikan Syiah Relasional (kaum Ahlus Sunnah yang memberikan dukungan kepada Syiah dan Iran yang berdasarkan prinsip simbiosis mutualistic, red),” papar Abdul Chair.
Sedangkan ‘Iranisasi’, sambung Abdul Chair, menunjuk kepada terciptanya rasa, paham dan semangat Parsia yaitu suatu kondisi yang berbanding terbalik dengan nasionalisme Indonesia. Cara pandang (Wawasan Nusantara, red) akan bergeser ke Iran yang notabene adalah Parsia.
“Cara pandang ini akan melahirkan pemikiran dan sikap yang mendukung kebijakan politik dan hukum sang Rahbar,” pungkas Abdul Chair.
Karena itu menurut pria yang disertasinya membahas hubungan Syiah dan ketahanan nasional ini menuturkan pemerintah melalui kementerian terkait, seyogyanya harus mengawasi arus ekspansi ideologi imamah yang dilakukan Syiah Iran di Indonesia.
“Syiah dan Iran ibarat dua sisi dari mata uang yang sama, sejarah Syiah dalam banyak kasus telah menimbulkan konflik dan bahkan mampu mengambil alih pemerintahan, sebagaimana yang terjadi di Libanon dan Yaman,” ungkap DR. Abdul Chair kepada hidayatullah.com.
Sementara itu, laman Syiah menulis Iran adalah negeri kaum Syiah yang saat ini tengah mencari pengaruh kawasan. Iran bahkan menanamkan pengaruh paham Syiah ke beberapa kampus di Indonesia dengan kerjasama menempatkan “Iran Corner” (Pojok Iran), termasuk di beberapa kampus. Saat ini, tulis laman itu, Iranian Corner sudah ada di 12 universitas diantaranya adalah di Universitas Muhammadiyah Jakarta, UIN Malang, UIN Bandung, dan UIN Riau.(rz)
Kerjasama UIN Jakarta – Iran Dinilai Muluskan Ekspansi Ideologi Imamah Syiah di Indonesia
Orang-orang Syiah dan Iran dinilai memanfaatkan jalur lembaga pendidikan dan dukungan para tokoh, cendekiawan termasuk pemerintah untuk melancarkan ekspansi ideologi imamah Syiah yang berbahaya.
Hidayatullah.com—Kerjasama Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta dan University and Reserch Institut for Qur’an and Hadith Iran (UAR) dinilai hanya memuluskan ekspansi ideology imamah Syiah yang membahayakan bagi Indonesia.
Pernyataan ini disampaikan Anggota Komisi Hukum dan Per-Undang-Undangan MUI Pusat, Dr. Abdul Chair Ramdahan menanggapai kerjasama UIN Jakarta dan University and Reserch Institut for Qur’an and Hadith Iran Rabu (18/03/2015) lalu.
Menurut Dr Abdul Chair Ramadhan, kerjasama kedua institusi itu hanya merupakan salah satu bagian dari kepentingan geostrategi Iran agar dapat diakui di Indonesia sebagai salah satu madzhab resmi dalam Islam.
“Melalui propaganda madzhab Ahul Bait yang sebenarnya menggabungkan dua aliran yakni aliran Jafari dan Itsna Asyariah sebagaimana tercantum dalam Pasal 12 UUD Rep. Iran, Syiah Iran hendak melakukan ekspansi ideologi Imamah,” tegas Dr. Abdul Chair kepada hidayatullah.com, Jum’at (20/03/2015). [baca juga: Soal Kerjasama UIN Jakarta-Iran, Pakar: Iran Lakukan Proyek Syiahisasi dan Iranisasi di Indonesia]
Masih menurut Dr. Abdul Chair kerjasama itu juga sekaligus mempertegas dan memperkuat eksistensi Pojok-Pojok Iran (Iranian Corner,red) yang tersebar di berbagai kampus di Indoensia, salah satunya seperti di UIN dan Muhammadiyah.
“Syiah Iran telah berhasil menghimpun sekte-sekte Syiah yang terpecah dalam berbagai aliran, namun Syiah Iran belum mendapatkan pengakuan secara resmi dari mayoritas Ahlus Sunnah,” ujar Dr. Abdul Chair.
Untuk kepentingan itulah, dosen yang juga konsultan hokum ini mengatakan, Indonesia dipandang menjadi mitra strategis dalam membangun opini bahwa Syiah adalah bagian dalam Islam. Terlebih lagi kerjasama yang dilakukan dengan UIN Jakarta dimana banyak para elite Syiah Iran yang menempuh pendidikan S3 di universitas itu.
“Tentu hal tersebut memang sudah dipersiapkan dengan matang dan infiltrasi kedalam UIN Jakarta tidak dapat dipungkiri,” tegas Dr.Abdul Chair.
Melalui University and Research Institute for Quran and Hadith Iran (UAR), Dr. Abdul Chair menegaskan, seolah-olah Syiah Iran hendak menunjukkan bahwa Syiah yang ada di Iran sama-sama mengedepankan Al-Qur’an yang sama dan begitu pula degan pengkajian atas hadith, tidak ada dikotomi antara hadith Ahlus Sunnah dengn Syiah, padahal dalam implementasinya Syiah cenderung antagonistik dan banyak memutilasi ayat Al-Qur’an dan hadith Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallah yang diriwayatkan oleh para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallah, terutama sahabat yang agung.
“Jelasnya, kerjasama itu tidak lebih merupakan pengembangan ekspansi ideologi Imamah Syiah Iran di Indonesia yang dilakukan secara legal, dan sekaligus sebagai basis dukungan terhadap gerakan-gerakan anti Syiah,” tegas Dr. Abdul Chair.
Untuk kepentingan itulah, kata Dr. Abdul Chair, mereka (orang-orang Syiah) memanfaatkan jalur lembaga pendidikan dan dukungan para tokoh, cendekiawan termasuk pemerintah.
Sementara itu, pengembangan studi al-Qur’an dan Hadith dalam kaitannya dengan peningkatan intelektual mahasiswa serta dosen, termasuk pertukaran pelajar dan publikasi bersama, menurut Dr. Abdul Chair jelas akan memberikan keuntungan geopolitik bagi Syiah Iran dalam rangka mempertahankan ruang hidup ajaran Syiah, untuk kemudian menjadi daya tarik tersendiri bagi kalangan awam untuk mempelajari teologi Syiah.
“Kita ketahui bahwa Syiah masuk ke Indonesia melalui pendekatan teologi,” ujar Dr. Abdul Chair.
Namun, sambung Dr. Abdul Chair, tujuan akhirnya adalah mengembangkan ideologi Imamah Syiah Iran dalam rangka menunggu hadirnya Imam Mahdi versi Syiah. Selama masa ghaibnya Imam Mahdi, maka lanjutnya, semua penganut Syiah tunduk dan patuh kepada Rahbar pemimpin besar Syiah Iran yang sekarang dijabat oleh Ali Khamenei.*
Soal Kerjasama UIN Jakarta-Iran, Pakar: Iran Lakukan Proyek Syiahisasi dan Iranisasi di Indonesia
Syiah dan Iran ibarat dua sisi dari mata uang yang sama, sejarah Syiah dalam banyak kasus telah menimbulkan konflik dan bahkan mampu mengambil alih pemerintahan.
Hidayatullah.com- Anggota Komisi Hukum dan Per-Undang-Undangan MUI Pusat, DR. H. Abdul Chair Ramadhan, SH, MH, MM mengatakan dampak yang ditimbulkan dari kerjasama antara Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta dengan University and Reserch Institut for Qur’an and Hadith Iran (UAR) adalah semakin banyaknya kaum muda Indonesia yang tidak mengerti apa dan bagaimana Syiah yang sebenarnya.
“Mereka akan terperangkap pada pemikiran ideologi-politik Syiah Iran,” kata DR. Abdul Chair kepada hidayatullah.com, Jum’at (20/03/2015).
Sebagaimana dikutip laman UIN Online, Rabu (18/03/2015), Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta dan University and Reserch Institut for Qur’an and Hadith Iran (UAR) sepakat menandatangani naskah kerjasama di gedung Rektorat UIN Jakarta.
Perlu dicatat, ujar DR. Abdul Chair, kelembagaan Pojok-Pojok Iran (Iranian Corner, red) di berbagai kampus di Indonesia, justru banyak memasarkan ‘Revolusi Imam Husein ra’ dan ‘Revolusi Khomeini’ yang dijadikan jargon perjuangan Islam.
Dengan hadirnya kelembagaan resmi Iran tersebut, kata Abdul Chair, akan semakin menumbuhkembangkan semangat kaum muda untuk mengikuti pemikiran ideologi-politik Syiah Iran.
“Semua itu diarahkan untuk membentuk pemikiran yang mengarah kepada konsep Wilayatul Faqih sebagai pemegang kekuasaan Islam sedunia (lihat: Pasal 5 UUD Republik Iran, red),” ungkap DR. Abdul Chair.
Kondisi yang demikian, menurut Abdul Chair tentu akan merugikan bahkan mengancam keberadaan dan keberlangsungan ideologi Pancasila, UUD Negara RI Tahun 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika karena ideologi Imamah Syiah Iran tidak dapat dipertemukan dengan ideologi manapun, termasuk Pancasila.
Selain itu, masih menurut Abdul Chair, ada kepentingan terselubung di balik kerjasama tersebut yaitu terkait dengan proyek Syiahisasi dan Iranisasi di Indonesia.
“Syiahisasi menunjuk terciptanya eksodus dari Ahlus sunnah menjadi Syiah, minimal menjadikan Syiah Relasional (kaum Ahlus Sunnah yang memberikan dukungan kepada Syiah dan Iran yang berdasarkan prinsip simbiosis mutualistic, red),” papar Abdul Chair.
Sedangkan ‘Iranisasi’, sambung Abdul Chair, menunjuk kepada terciptanya rasa, paham dan semangat Parsia yaitu suatu kondisi yang berbanding terbalik dengan nasionalisme Indonesia. Cara pandang (Wawasan Nusantara, red) akan bergeser ke Iran yang notabene adalah Parsia.
“Cara pandang ini akan melahirkan pemikiran dan sikap yang mendukung kebijakan politik dan hukum sang Rahbar,” pungkas Abdul Chair.
Karena itu menurut pria yang disertasinya membahas hubungan Syiah dan ketahanan nasional ini menuturkan pemerintah melalui kementerian terkait, seyogyanya harus mengawasi arus ekspansi ideologi imamah yang dilakukan Syiah Iran di Indonesia. [baca: Political Will Pemerintah Diperlukan Batasi Kerjasama Dengan Iran]
“Syiah dan Iran ibarat dua sisi dari mata uang yang sama, sejarah Syiah dalam banyak kasus telah menimbulkan konflik dan bahkan mampu mengambil alih pemerintahan, sebagaimana yang terjadi di Libanon dan Yaman,” ungkap DR. Abdul Chair kepada hidayatullah.com.*
MUI Jabar Desak MUI Pusat Tak Ragu Kelurkan Fatwa Kesesatan Syiah
Jika ada ketegasan pemerintah soal gerakan Syiah, potensi perpecahan dan konflik dapat dicegah sedini mungkin.
Hidayatullah.com—Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat tak menyalahkan ada anggapan gerakan Syiah menjadi ancaman bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hal ini bisa mencontoh dari beberapa tragedi kemanusiaan yang berujung pada perebutan kekuasaa seperti yang terjadi Iraq, Suriah dan juga di Yaman. Sebab menurutnya, itu terjadi karena dalam ideologi Syiah ada faham Al Wilayah dan Imamah yang berpotensi mengambil alih kekuasaan yang sah.
Pernyataan ini disampaikan Sekum MUI Jabar, Drs.Rafani Achyar saat menerima puluhan orang yang mewakili Ormas Islam Jabar yang tergabung dalam gerakan Pembela Ahlus Sunnah (PAS) di kantornya, Kamis, (19/3/2015).
Lebih lanjut Rafani menjelaskan gerakan Syiah terhadap keutuhan NKRI ini semakin terasa dan mengemuka dengan berbagai bentuknya.
Ia menambahkan kejadian yang tengah berlangsung di jazirah Arab tersebut sedikit banyak akan menjadi inspirasi dalam memaikan gerakannya di Indonesia.
“Mereka ingin menguasai negara dan mereka juga hendak mengimpor ke sini,” ungkapnya.
Untuk itu pihaknya sangat mendukung upaya ormas Islam khususnya yang tergabung dalam PAS yang ingin membendung gerakan Syiah di tanah air.
Dirinya pun menegaskan, gerakan syiah yang direkomendasi tahun 1984 agar diwaspadai kini mulai meresahkan umat,bangsa dan negara.
MUI sendiri menurutnya sebagai tanzih al harakah ( wadah koordinasi harakah) senatiasa terbuka dan siap bersama dalam membentengi akidah umat dari menyimpang ajaran maupun aliran sesat, termasuk Syiah.
“Tidak salah analisis MUI dulu. Sekarang kejadian sehingga cocok untuk jadi fatwa (kesesatan Syiah, red). Kita awali dengan menerbitkan buku ini,” ungkapnya sambil menunjukan buku “Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah” terbitan MUI Pusat.
Untuk itu pihaknya tengah menyiapkan langkah dan upaya dalam rangka menyadarkan pemerintah akan bahaya gerakan Syiah terhadap keutuhan NKRI. Ia meyakini jika ada ketegasan pemerintah soal gerakan Syiah ini potensi perpecahan tersebut dapat dicegah sedini mungkin.
Sementara itu Roinul Balad selaku Koordinator PAS menjelaskan bahwa sudah banyak bukti kesesatan Syiah khususnya gerakannya di wilayah Jabar dan sangat meresahkan. Ia mencontohkan beberapa daerah yang sinyalir menjadi “kawasan” Syiah dimana ada sekolah atau yayasan yang alifiasi ke ormas Syiah (Ijabi atau ABI) mengaku resah.
“Biasanya keresahan meningkat saat jelang ada acara-acara ritual Syiah. Mereka tidak mau dianggap sebagai pendukung namun melapor juga tidak ada keberanian,” jelasnya.
Roin juga mengaku banyak mendapat laporan gerakan Syiah suka mengadu domba sesame umat Islam dengan melemparkan isu wahabi dan salafi ditengah jamaah Ahlus Sunnah. Selain itu, sambungnya, kelompok Syiah juga suka menyebarkan isu bahwa orang atau kelompok yang anti perbedaan, kerap menolak pendirian tempat ibadat dan sebagainya sebagai kelompok anti NKRI dengan alas an tidak menghargai perbedaan dan mengesampingkan sikap toleransi.
“Karenanya,kami berharapkan MUI pusat jangan ragu untuk segera mengeluarkan fatwa Syiah sesat. PAS sendiri yang merupakan Gabungan 39 Ormas Islam Jabar menyatakan dukungannya kepada MUI Jabar dalam membentengi akidah umat, khususnya dari pengaruh akidah sesat khususnya Syiah,” ungkasnya.*
“Mereka akan terperangkap pada pemikiran ideologi-politik Syiah Iran,” kata DR. Abdul Chair, Jum’at (20/03/2015), dikutip dari Hidayatullah.com.
Laman UIN Online, Rabu (18/03/2015), mewartakan Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta dan University and Reserch Institut for Qur’an and Hadith Iran (UAR) sepakat menandatangani naskah kerjasama di gedung Rektorat UIN Jakarta.
Perlu dicatat, ujar DR. Abdul Chair, kelembagaan Pojok-Pojok Iran (Iranian Corner, red) di berbagai kampus di Indonesia, justru banyak memasarkan ‘Revolusi Imam Husein ra’ dan ‘Revolusi Khomeini’ yang dijadikan jargon perjuangan Islam.
Dengan hadirnya kelembagaan resmi Iran tersebut, kata Abdul Chair, akan semakin menumbuhkembangkan semangat kaum muda untuk mengikuti pemikiran ideologi-politik Syiah Iran.
“Semua itu diarahkan untuk membentuk pemikiran yang mengarah kepada konsep Wilayatul Faqih sebagai pemegang kekuasaan Islam sedunia (lihat: Pasal 5 UUD Republik Iran, red),” ungkap DR. Abdul Chair.
Kondisi yang demikian, menurut Abdul Chair tentu akan merugikan bahkan mengancam keberadaan dan keberlangsungan ideologi Pancasila, UUD Negara RI Tahun 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika karena ideologi Imamah Syiah Iran tidak dapat dipertemukan dengan ideologi manapun, termasuk Pancasila.
Selain itu, masih menurut Abdul Chair, ada kepentingan terselubung di balik kerjasama tersebut yaitu terkait dengan proyek Syiahisasi dan Iranisasi di Indonesia.
“Syiahisasi menunjuk terciptanya eksodus dari Ahlus sunnah menjadi Syiah, minimal menjadikan Syiah Relasional (kaum Ahlus Sunnah yang memberikan dukungan kepada Syiah dan Iran yang berdasarkan prinsip simbiosis mutualistic, red),” papar Abdul Chair.
Sedangkan ‘Iranisasi’, sambung Abdul Chair, menunjuk kepada terciptanya rasa, paham dan semangat Parsia yaitu suatu kondisi yang berbanding terbalik dengan nasionalisme Indonesia. Cara pandang (Wawasan Nusantara, red) akan bergeser ke Iran yang notabene adalah Parsia.
“Cara pandang ini akan melahirkan pemikiran dan sikap yang mendukung kebijakan politik dan hukum sang Rahbar,” pungkas Abdul Chair.
Karena itu menurut pria yang disertasinya membahas hubungan Syiah dan ketahanan nasional ini menuturkan pemerintah melalui kementerian terkait, seyogyanya harus mengawasi arus ekspansi ideologi imamah yang dilakukan Syiah Iran di Indonesia.
“Syiah dan Iran ibarat dua sisi dari mata uang yang sama, sejarah Syiah dalam banyak kasus telah menimbulkan konflik dan bahkan mampu mengambil alih pemerintahan, sebagaimana yang terjadi di Libanon dan Yaman,” ungkap DR. Abdul Chair kepada hidayatullah.com.
Sementara itu, laman Syiah menulis Iran adalah negeri kaum Syiah yang saat ini tengah mencari pengaruh kawasan. Iran bahkan menanamkan pengaruh paham Syiah ke beberapa kampus di Indonesia dengan kerjasama menempatkan “Iran Corner” (Pojok Iran), termasuk di beberapa kampus. Saat ini, tulis laman itu, Iranian Corner sudah ada di 12 universitas diantaranya adalah di Universitas Muhammadiyah Jakarta, UIN Malang, UIN Bandung, dan UIN Riau.(rz)
Kerjasama UIN Jakarta – Iran Dinilai Muluskan Ekspansi Ideologi Imamah Syiah di Indonesia
Orang-orang Syiah dan Iran dinilai memanfaatkan jalur lembaga pendidikan dan dukungan para tokoh, cendekiawan termasuk pemerintah untuk melancarkan ekspansi ideologi imamah Syiah yang berbahaya.
Hidayatullah.com—Kerjasama Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta dan University and Reserch Institut for Qur’an and Hadith Iran (UAR) dinilai hanya memuluskan ekspansi ideology imamah Syiah yang membahayakan bagi Indonesia.
Pernyataan ini disampaikan Anggota Komisi Hukum dan Per-Undang-Undangan MUI Pusat, Dr. Abdul Chair Ramdahan menanggapai kerjasama UIN Jakarta dan University and Reserch Institut for Qur’an and Hadith Iran Rabu (18/03/2015) lalu.
Menurut Dr Abdul Chair Ramadhan, kerjasama kedua institusi itu hanya merupakan salah satu bagian dari kepentingan geostrategi Iran agar dapat diakui di Indonesia sebagai salah satu madzhab resmi dalam Islam.
“Melalui propaganda madzhab Ahul Bait yang sebenarnya menggabungkan dua aliran yakni aliran Jafari dan Itsna Asyariah sebagaimana tercantum dalam Pasal 12 UUD Rep. Iran, Syiah Iran hendak melakukan ekspansi ideologi Imamah,” tegas Dr. Abdul Chair kepada hidayatullah.com, Jum’at (20/03/2015). [baca juga: Soal Kerjasama UIN Jakarta-Iran, Pakar: Iran Lakukan Proyek Syiahisasi dan Iranisasi di Indonesia]
Masih menurut Dr. Abdul Chair kerjasama itu juga sekaligus mempertegas dan memperkuat eksistensi Pojok-Pojok Iran (Iranian Corner,red) yang tersebar di berbagai kampus di Indoensia, salah satunya seperti di UIN dan Muhammadiyah.
“Syiah Iran telah berhasil menghimpun sekte-sekte Syiah yang terpecah dalam berbagai aliran, namun Syiah Iran belum mendapatkan pengakuan secara resmi dari mayoritas Ahlus Sunnah,” ujar Dr. Abdul Chair.
Untuk kepentingan itulah, dosen yang juga konsultan hokum ini mengatakan, Indonesia dipandang menjadi mitra strategis dalam membangun opini bahwa Syiah adalah bagian dalam Islam. Terlebih lagi kerjasama yang dilakukan dengan UIN Jakarta dimana banyak para elite Syiah Iran yang menempuh pendidikan S3 di universitas itu.
“Tentu hal tersebut memang sudah dipersiapkan dengan matang dan infiltrasi kedalam UIN Jakarta tidak dapat dipungkiri,” tegas Dr.Abdul Chair.
Melalui University and Research Institute for Quran and Hadith Iran (UAR), Dr. Abdul Chair menegaskan, seolah-olah Syiah Iran hendak menunjukkan bahwa Syiah yang ada di Iran sama-sama mengedepankan Al-Qur’an yang sama dan begitu pula degan pengkajian atas hadith, tidak ada dikotomi antara hadith Ahlus Sunnah dengn Syiah, padahal dalam implementasinya Syiah cenderung antagonistik dan banyak memutilasi ayat Al-Qur’an dan hadith Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallah yang diriwayatkan oleh para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallah, terutama sahabat yang agung.
“Jelasnya, kerjasama itu tidak lebih merupakan pengembangan ekspansi ideologi Imamah Syiah Iran di Indonesia yang dilakukan secara legal, dan sekaligus sebagai basis dukungan terhadap gerakan-gerakan anti Syiah,” tegas Dr. Abdul Chair.
Untuk kepentingan itulah, kata Dr. Abdul Chair, mereka (orang-orang Syiah) memanfaatkan jalur lembaga pendidikan dan dukungan para tokoh, cendekiawan termasuk pemerintah.
Sementara itu, pengembangan studi al-Qur’an dan Hadith dalam kaitannya dengan peningkatan intelektual mahasiswa serta dosen, termasuk pertukaran pelajar dan publikasi bersama, menurut Dr. Abdul Chair jelas akan memberikan keuntungan geopolitik bagi Syiah Iran dalam rangka mempertahankan ruang hidup ajaran Syiah, untuk kemudian menjadi daya tarik tersendiri bagi kalangan awam untuk mempelajari teologi Syiah.
“Kita ketahui bahwa Syiah masuk ke Indonesia melalui pendekatan teologi,” ujar Dr. Abdul Chair.
Namun, sambung Dr. Abdul Chair, tujuan akhirnya adalah mengembangkan ideologi Imamah Syiah Iran dalam rangka menunggu hadirnya Imam Mahdi versi Syiah. Selama masa ghaibnya Imam Mahdi, maka lanjutnya, semua penganut Syiah tunduk dan patuh kepada Rahbar pemimpin besar Syiah Iran yang sekarang dijabat oleh Ali Khamenei.*
Soal Kerjasama UIN Jakarta-Iran, Pakar: Iran Lakukan Proyek Syiahisasi dan Iranisasi di Indonesia
Syiah dan Iran ibarat dua sisi dari mata uang yang sama, sejarah Syiah dalam banyak kasus telah menimbulkan konflik dan bahkan mampu mengambil alih pemerintahan.
Hidayatullah.com- Anggota Komisi Hukum dan Per-Undang-Undangan MUI Pusat, DR. H. Abdul Chair Ramadhan, SH, MH, MM mengatakan dampak yang ditimbulkan dari kerjasama antara Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta dengan University and Reserch Institut for Qur’an and Hadith Iran (UAR) adalah semakin banyaknya kaum muda Indonesia yang tidak mengerti apa dan bagaimana Syiah yang sebenarnya.
“Mereka akan terperangkap pada pemikiran ideologi-politik Syiah Iran,” kata DR. Abdul Chair kepada hidayatullah.com, Jum’at (20/03/2015).
Sebagaimana dikutip laman UIN Online, Rabu (18/03/2015), Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta dan University and Reserch Institut for Qur’an and Hadith Iran (UAR) sepakat menandatangani naskah kerjasama di gedung Rektorat UIN Jakarta.
Perlu dicatat, ujar DR. Abdul Chair, kelembagaan Pojok-Pojok Iran (Iranian Corner, red) di berbagai kampus di Indonesia, justru banyak memasarkan ‘Revolusi Imam Husein ra’ dan ‘Revolusi Khomeini’ yang dijadikan jargon perjuangan Islam.
Dengan hadirnya kelembagaan resmi Iran tersebut, kata Abdul Chair, akan semakin menumbuhkembangkan semangat kaum muda untuk mengikuti pemikiran ideologi-politik Syiah Iran.
“Semua itu diarahkan untuk membentuk pemikiran yang mengarah kepada konsep Wilayatul Faqih sebagai pemegang kekuasaan Islam sedunia (lihat: Pasal 5 UUD Republik Iran, red),” ungkap DR. Abdul Chair.
Kondisi yang demikian, menurut Abdul Chair tentu akan merugikan bahkan mengancam keberadaan dan keberlangsungan ideologi Pancasila, UUD Negara RI Tahun 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika karena ideologi Imamah Syiah Iran tidak dapat dipertemukan dengan ideologi manapun, termasuk Pancasila.
Selain itu, masih menurut Abdul Chair, ada kepentingan terselubung di balik kerjasama tersebut yaitu terkait dengan proyek Syiahisasi dan Iranisasi di Indonesia.
“Syiahisasi menunjuk terciptanya eksodus dari Ahlus sunnah menjadi Syiah, minimal menjadikan Syiah Relasional (kaum Ahlus Sunnah yang memberikan dukungan kepada Syiah dan Iran yang berdasarkan prinsip simbiosis mutualistic, red),” papar Abdul Chair.
Sedangkan ‘Iranisasi’, sambung Abdul Chair, menunjuk kepada terciptanya rasa, paham dan semangat Parsia yaitu suatu kondisi yang berbanding terbalik dengan nasionalisme Indonesia. Cara pandang (Wawasan Nusantara, red) akan bergeser ke Iran yang notabene adalah Parsia.
“Cara pandang ini akan melahirkan pemikiran dan sikap yang mendukung kebijakan politik dan hukum sang Rahbar,” pungkas Abdul Chair.
Karena itu menurut pria yang disertasinya membahas hubungan Syiah dan ketahanan nasional ini menuturkan pemerintah melalui kementerian terkait, seyogyanya harus mengawasi arus ekspansi ideologi imamah yang dilakukan Syiah Iran di Indonesia. [baca: Political Will Pemerintah Diperlukan Batasi Kerjasama Dengan Iran]
“Syiah dan Iran ibarat dua sisi dari mata uang yang sama, sejarah Syiah dalam banyak kasus telah menimbulkan konflik dan bahkan mampu mengambil alih pemerintahan, sebagaimana yang terjadi di Libanon dan Yaman,” ungkap DR. Abdul Chair kepada hidayatullah.com.*
MUI Jabar Desak MUI Pusat Tak Ragu Kelurkan Fatwa Kesesatan Syiah
Jika ada ketegasan pemerintah soal gerakan Syiah, potensi perpecahan dan konflik dapat dicegah sedini mungkin.
Hidayatullah.com—Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat tak menyalahkan ada anggapan gerakan Syiah menjadi ancaman bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hal ini bisa mencontoh dari beberapa tragedi kemanusiaan yang berujung pada perebutan kekuasaa seperti yang terjadi Iraq, Suriah dan juga di Yaman. Sebab menurutnya, itu terjadi karena dalam ideologi Syiah ada faham Al Wilayah dan Imamah yang berpotensi mengambil alih kekuasaan yang sah.
Pernyataan ini disampaikan Sekum MUI Jabar, Drs.Rafani Achyar saat menerima puluhan orang yang mewakili Ormas Islam Jabar yang tergabung dalam gerakan Pembela Ahlus Sunnah (PAS) di kantornya, Kamis, (19/3/2015).
Lebih lanjut Rafani menjelaskan gerakan Syiah terhadap keutuhan NKRI ini semakin terasa dan mengemuka dengan berbagai bentuknya.
Ia menambahkan kejadian yang tengah berlangsung di jazirah Arab tersebut sedikit banyak akan menjadi inspirasi dalam memaikan gerakannya di Indonesia.
“Mereka ingin menguasai negara dan mereka juga hendak mengimpor ke sini,” ungkapnya.
Untuk itu pihaknya sangat mendukung upaya ormas Islam khususnya yang tergabung dalam PAS yang ingin membendung gerakan Syiah di tanah air.
Dirinya pun menegaskan, gerakan syiah yang direkomendasi tahun 1984 agar diwaspadai kini mulai meresahkan umat,bangsa dan negara.
MUI sendiri menurutnya sebagai tanzih al harakah ( wadah koordinasi harakah) senatiasa terbuka dan siap bersama dalam membentengi akidah umat dari menyimpang ajaran maupun aliran sesat, termasuk Syiah.
“Tidak salah analisis MUI dulu. Sekarang kejadian sehingga cocok untuk jadi fatwa (kesesatan Syiah, red). Kita awali dengan menerbitkan buku ini,” ungkapnya sambil menunjukan buku “Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah” terbitan MUI Pusat.
Untuk itu pihaknya tengah menyiapkan langkah dan upaya dalam rangka menyadarkan pemerintah akan bahaya gerakan Syiah terhadap keutuhan NKRI. Ia meyakini jika ada ketegasan pemerintah soal gerakan Syiah ini potensi perpecahan tersebut dapat dicegah sedini mungkin.
Sementara itu Roinul Balad selaku Koordinator PAS menjelaskan bahwa sudah banyak bukti kesesatan Syiah khususnya gerakannya di wilayah Jabar dan sangat meresahkan. Ia mencontohkan beberapa daerah yang sinyalir menjadi “kawasan” Syiah dimana ada sekolah atau yayasan yang alifiasi ke ormas Syiah (Ijabi atau ABI) mengaku resah.
“Biasanya keresahan meningkat saat jelang ada acara-acara ritual Syiah. Mereka tidak mau dianggap sebagai pendukung namun melapor juga tidak ada keberanian,” jelasnya.
Roin juga mengaku banyak mendapat laporan gerakan Syiah suka mengadu domba sesame umat Islam dengan melemparkan isu wahabi dan salafi ditengah jamaah Ahlus Sunnah. Selain itu, sambungnya, kelompok Syiah juga suka menyebarkan isu bahwa orang atau kelompok yang anti perbedaan, kerap menolak pendirian tempat ibadat dan sebagainya sebagai kelompok anti NKRI dengan alas an tidak menghargai perbedaan dan mengesampingkan sikap toleransi.
“Karenanya,kami berharapkan MUI pusat jangan ragu untuk segera mengeluarkan fatwa Syiah sesat. PAS sendiri yang merupakan Gabungan 39 Ormas Islam Jabar menyatakan dukungannya kepada MUI Jabar dalam membentengi akidah umat, khususnya dari pengaruh akidah sesat khususnya Syiah,” ungkasnya.*
No comments:
Post a Comment