Pemerintah jangan lupa, penduduk terbesar di negeri ini umat Islam. Sudah seharusnya pemerintah memperhatikan syariat Islam.
Hidayatullah.com –Terdapatnya persoalan di Indonesia seperti penyelewengan dana bailout Bank Century, RUU Zakat, sampai pada tuntutan LSM yang menghendaki UU No 1 PNPS 1965 tidak diberlakukan lagi, berkaitan minimnya pemahaman sebagian besar umat Islam terhadap syariat.
Menurut pakar fikih Dr. Ahmad Zain Najah, akibat ketidakpahaman terhadap syariat, akhirnya direspon secara berbeda oleh umat Islam sendiri. Hal ini menjadikan umat Islam terbelah dalam dua kubu yang saling berhadapan, antara pro dan kontra.
Meski demikian, ia mengingatkan pada pemerintah harus bertanggung jawab dan mestinya mempelajari syariat Islam secara baik dan benar, khususnya mengenai praktik dalam hidup umat Islam yang harus sesuai dengan syariat Islam.
“Kita bukan tidak setuju dengan upaya pemerintah yang menghendaki terciptanya kehidupan yang tertib, damai, dan sejahtera. Malah kita sangat mendukung. Akan tetapi hendaknya aturan-aturan yang akan diberlakukan, apalagi yang menyangkut hidup umat Islam, hendaknya sesuai dengan syariat Islam,” kata Zain An-Najah dalam diskusi di kantor Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) di Jakarta, Sabtu (6/3).
Terkait dengan masalah kontroversi RUU Nikah Siri, peneliti INSISTS itu berharap agar pemerintah berpikir secara jernih, komprehensif dengan niat menciptakan kemaslahatan di muka bumi ini dengan menghargai dan menghormati syariat Islam. Dengan menghormati syariat Islam, dipastikan negara tidak akan timbul apa-apa. Daripada sikap membenci syariat Islam, namun menimbulkan malapetaka.
“Bagaimana mungkin syariat Islam dibenci. Syariat ini pasti sesuai dengan fitrah manusia. Islam itu adil. Bandingkan dengan kondisi wanita sebelum datang Islam, wanita dianggap tak lebih dari makhluk pemuas seks laki-laki yang sering disamakan dengan binatang. Anehnya sekarang, nikah siri mau dipidana sementara perzinaan dan prostitusi justru dilegalkan,” ucapnya.
Menurut pakar fikih lulusan Univeritas Al Azhar, Mesir ini, munculnya RUU Nikah Siri yang hendak memidanakan para pelakunya, dinilai tidak objektif sebab hanya didasarkan pada fakta yang ditemukan pada oknum saja.
“Tidak semua pelaku nikah siri tidak bertanggungjawab. Dan, secara hukum, nikah siri halal dalam Islam. Kalau mau mempidana, ya pidanakan saja pelaku nikah siri yang tidak bertanggungjawab kepada istri dan anak-anaknya, atau istri-istrinya. Serta para suami yang memang berbuat dholim. Bukan syariatnya yang dilarang,” ujarnya.
Menurutnya, jika mau lihat kekurangan, semua ada kekurangan, tak terkecuali apa yang ditetapkan pemerintah di buku nikah.
Ia mencontohkan seorang suami telah mentalak istrinya tiga kali, tapi ia tidak melapor dan bahkan sudah menikah dengan orang lain. Meski secara syariah dia sudah cerai, dalam beberapa kasus, ada sebagian yang diam-diam masih tetap berhubungan intim tetapi tak bisa dijerat pidana. Alasannya, masih memiliki buku nikah yang bisa dijadikan pembenaran status.
“Bisa juga suami istri sudah cerai diam-diam, kemudian bertemu dan melakukan hubungan dan kumpul kebo, misalnya, itu juga tidak bisa dijerat secara hukum,” imbuhnya. [imam/www.hidayattullah.com]
No comments:
Post a Comment