FPI berharap Mendari dan LSM jangan mencari keuntungan dengan mencari-cari kelemahan syariat Islam di Aceh
Hidayatullah.com—Front Pembela Islam (FPI) Aceh menghimbau Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo yang dikabarkan berencana mengevaluasi 85 Qanun Aceh.
“Berita ini sungguh sangat meresahkan masyarakat Aceh. Rencana itu akan membuat luka lama berdarah muncul kembali sehingga bisa memicu konflik antara Aceh dengan Pusat,” demikian disampaikan Tgk Mustafa Husen Woyla, Jubir Front Pembela Islam FPI Aceh kepada hidayatullah.com, Senin (10/11/2014).
Pernyataan ini disampaikan FPI menanggapi sikap Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjhjo Kumolo yang sebelumnya telah menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk membahas evaluasi penerapan Qanun Jinayat di Daerah Istimewa Aceh. Sekaligus membahas rencana penerbitan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan Rancangan Perpres terkait pemerintahan Aceh.
“Salah satu agenda rapat hari ini ya membahas itu (Qanun Jinayat). Ada RPP yang bellum selesai, ada 85 qanuan yang sedang dievaluasi,” kata Tjahjo di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (07/11/2014) lalu.
Menurut FPI, untuk mencapai perdamaian di Aceh bukanlah perkara yang mudah. Sementara Qanun Aceh yang hendak dievaluasi merupakan aspirasi rakyat Aceh yang menuai sejarah panjang yang akhirnya ditampung oleh Pemerintah yang diwujudkan dalam bentuk regulasi yang sah.
“Semestinya jika rakyat Aceh yang mayoritas Muslim senang dan ridho dengan Syariat Islam wajib dihargai di Negara yang menganut demokrasi ini.”
Apalagi menurutnya, Perda Aceh berlandaskan amanah konstitusi pasal 18 UUD 1945 dan UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan keistimewaan Aceh, dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintah Aceh.
“Masukan kepada mendagri kalau tidak mampu memperbaiki jangan memperkeruh dan memperuncing masalah Aceh dengan Pusat. Hati rakyat Aceh masih sensitif. Jadi mesti dijaga dan rawat dengan baik. Jangan jadikan Aceh dan isu kolom Agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai pengalih isu kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM),” ujarnya.
FPI Aceh juga meminta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang anti syariat juga tidak memperkeruh suasana. Bila perlu. Diharapkan kepada Pemerintah Aceh mengevaluasi serta mengawasi LSM yang mendapatkan suntikan dana dari pihak asing.
“Jangan-jangan ada misi mengagalkan syariat Islam di Aceh. Bila LSM-LSM yang ada di Aceh kurang senang dengan syariat Islam.”
Jangan cari keuntungan dengan mencari-cari kelemahan syariat Islam di Aceh, ujar FPI.*
Hidayatullah.com—Front Pembela Islam (FPI) Aceh menghimbau Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo yang dikabarkan berencana mengevaluasi 85 Qanun Aceh.
“Berita ini sungguh sangat meresahkan masyarakat Aceh. Rencana itu akan membuat luka lama berdarah muncul kembali sehingga bisa memicu konflik antara Aceh dengan Pusat,” demikian disampaikan Tgk Mustafa Husen Woyla, Jubir Front Pembela Islam FPI Aceh kepada hidayatullah.com, Senin (10/11/2014).
Pernyataan ini disampaikan FPI menanggapi sikap Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjhjo Kumolo yang sebelumnya telah menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk membahas evaluasi penerapan Qanun Jinayat di Daerah Istimewa Aceh. Sekaligus membahas rencana penerbitan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan Rancangan Perpres terkait pemerintahan Aceh.
“Salah satu agenda rapat hari ini ya membahas itu (Qanun Jinayat). Ada RPP yang bellum selesai, ada 85 qanuan yang sedang dievaluasi,” kata Tjahjo di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (07/11/2014) lalu.
Menurut FPI, untuk mencapai perdamaian di Aceh bukanlah perkara yang mudah. Sementara Qanun Aceh yang hendak dievaluasi merupakan aspirasi rakyat Aceh yang menuai sejarah panjang yang akhirnya ditampung oleh Pemerintah yang diwujudkan dalam bentuk regulasi yang sah.
“Semestinya jika rakyat Aceh yang mayoritas Muslim senang dan ridho dengan Syariat Islam wajib dihargai di Negara yang menganut demokrasi ini.”
Apalagi menurutnya, Perda Aceh berlandaskan amanah konstitusi pasal 18 UUD 1945 dan UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan keistimewaan Aceh, dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintah Aceh.
“Masukan kepada mendagri kalau tidak mampu memperbaiki jangan memperkeruh dan memperuncing masalah Aceh dengan Pusat. Hati rakyat Aceh masih sensitif. Jadi mesti dijaga dan rawat dengan baik. Jangan jadikan Aceh dan isu kolom Agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai pengalih isu kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM),” ujarnya.
FPI Aceh juga meminta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang anti syariat juga tidak memperkeruh suasana. Bila perlu. Diharapkan kepada Pemerintah Aceh mengevaluasi serta mengawasi LSM yang mendapatkan suntikan dana dari pihak asing.
“Jangan-jangan ada misi mengagalkan syariat Islam di Aceh. Bila LSM-LSM yang ada di Aceh kurang senang dengan syariat Islam.”
Jangan cari keuntungan dengan mencari-cari kelemahan syariat Islam di Aceh, ujar FPI.*
No comments:
Post a Comment