SURABARA (voa-islam.com) - Akhirnya, Rektorat UIN Sunan Ampel Surabaya, membekukan Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) Fakultas Ushuluddin. Tindakan ini sebenarnya sudah terlambat, karena kelompok-kelompok sekuler, liberal, dan kiri sudah menyusup jauh di UIN.
Pembekuan itu adalah buntut dari pemasangan spanduk 'penghinaan terhadap tuhan' dalam Orientasi Cinta Akademik dan Almamater (OSCAAR) yang bertema Tuhan Membusuk: Rekonstruksi Fundamentalisme Menuju Islam Kosmopolitan pada 28–30 Agustus lalu.
Keputusan tersebut disampaikan Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Abdul A’la saat konferensi pers di Agis Restaurant, Jl Ahmad Yani, Rabu (3/9). ’’Kami memberikan sanksi dalam rangka mendidik mereka,’’ tuturnya.
Dema dibekukan dalam jangka waktu tidak tertentu. Saat ini pembekuan itu masih diproses. Sebab, rektorat harus bijaksana menjatuhi hukuman kepada siapa saja yang terlibat.
Langkah pembekuan tersebut dinilai sebagai hukuman yang mendidik bagi mahasiswa. Dengan cara itu, pencairan dana dan kegiatan yang diajukan kepada pihak fakultas akan lebih matang dipikirkan.
Sebelumnya, kata A’la, pihak rektorat mengimbau untuk menurunkan spanduk berukuran 3x5 meter tersebut pada Jumat (29/8). Namun, Sabtu (30/8) spanduk muncul kembali.
Saat diklarifikasi, para mahasiswa menyatakan tidak bermaksud menghina Tuhan. Tetapi, mereka hanya mengkritisi golongan fundamentalis.
Sayangnya, spanduk itu menuai kontroversi dari berbagai pihak seperti FPI, yang kemudian melaporkan rektor, dekan, dan mahasiswa kepada Polda Jatim. Bukan hanya dari dalam negeri, respons juga datang dari Malaysia dan Turki.
Di sisi lain, Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Muhid merasa terkejut. Sebab, tidak ada komunikasi mengenai tema tersebut dengan dirinya. Padahal, yang diatur dalam SK rektor adalah tema tentang nasionalisme dan Islam. ’’Tema yang ditulis anak ushuluddin itu tiba-tiba tanpa koordinasi,’’ ujarnya.
UIN yang dahulunya IAIN diharapkan akan melahirkan tokoh-tokoh ulama, justru kenyataannya sekarang menjadi gudangnya tokoh-tokoh sekuler, liberal, dan kiri yang sangat benci dan anti Islam. Termasuk aktifis FORKOT (Forum Kota) yang berhaluan kiri (komunis/sosialis),banyak lahir dari IAIN di awal Reformasi, saat ikut menjatuhkan Presiden Habibi.
Ini konsekuensi logis, dari kebijakan Menteri Agama Mukti Ali di era Soeharto, yang banyak mengirim dosen ke Barat, seperti Canada, Amerika, Inggris dan Australia. Sekarang mereka memimpin UIN, dan mengajarkan model-model pemikiran sekuler, dan merasuk ke dalam sunsum mahasiswa UIN.
Di bagian lain, di kampus-kampus universitas negeri, sebaliknya kalangan mahasiswanya yang menekuni nilai-nilai Islam, dan kembali memilih dan menyakini Islam sebagai jalan hidup. Jadi kampus negeri yang dibilang 'sekuler' itu, ternyata lebih Islami dibanding dengan UIN. [jj/dbs/voa-islam.com) - See more at: http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2014/09/06/32709/iain-atau-uin-banyak-melahirkan-kader-sekuler-liberal-dan-kiri/#sthash.YXA3scsK.dpuf
Pembekuan itu adalah buntut dari pemasangan spanduk 'penghinaan terhadap tuhan' dalam Orientasi Cinta Akademik dan Almamater (OSCAAR) yang bertema Tuhan Membusuk: Rekonstruksi Fundamentalisme Menuju Islam Kosmopolitan pada 28–30 Agustus lalu.
Keputusan tersebut disampaikan Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Abdul A’la saat konferensi pers di Agis Restaurant, Jl Ahmad Yani, Rabu (3/9). ’’Kami memberikan sanksi dalam rangka mendidik mereka,’’ tuturnya.
Dema dibekukan dalam jangka waktu tidak tertentu. Saat ini pembekuan itu masih diproses. Sebab, rektorat harus bijaksana menjatuhi hukuman kepada siapa saja yang terlibat.
Langkah pembekuan tersebut dinilai sebagai hukuman yang mendidik bagi mahasiswa. Dengan cara itu, pencairan dana dan kegiatan yang diajukan kepada pihak fakultas akan lebih matang dipikirkan.
Sebelumnya, kata A’la, pihak rektorat mengimbau untuk menurunkan spanduk berukuran 3x5 meter tersebut pada Jumat (29/8). Namun, Sabtu (30/8) spanduk muncul kembali.
Saat diklarifikasi, para mahasiswa menyatakan tidak bermaksud menghina Tuhan. Tetapi, mereka hanya mengkritisi golongan fundamentalis.
Sayangnya, spanduk itu menuai kontroversi dari berbagai pihak seperti FPI, yang kemudian melaporkan rektor, dekan, dan mahasiswa kepada Polda Jatim. Bukan hanya dari dalam negeri, respons juga datang dari Malaysia dan Turki.
Di sisi lain, Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Muhid merasa terkejut. Sebab, tidak ada komunikasi mengenai tema tersebut dengan dirinya. Padahal, yang diatur dalam SK rektor adalah tema tentang nasionalisme dan Islam. ’’Tema yang ditulis anak ushuluddin itu tiba-tiba tanpa koordinasi,’’ ujarnya.
UIN yang dahulunya IAIN diharapkan akan melahirkan tokoh-tokoh ulama, justru kenyataannya sekarang menjadi gudangnya tokoh-tokoh sekuler, liberal, dan kiri yang sangat benci dan anti Islam. Termasuk aktifis FORKOT (Forum Kota) yang berhaluan kiri (komunis/sosialis),banyak lahir dari IAIN di awal Reformasi, saat ikut menjatuhkan Presiden Habibi.
Ini konsekuensi logis, dari kebijakan Menteri Agama Mukti Ali di era Soeharto, yang banyak mengirim dosen ke Barat, seperti Canada, Amerika, Inggris dan Australia. Sekarang mereka memimpin UIN, dan mengajarkan model-model pemikiran sekuler, dan merasuk ke dalam sunsum mahasiswa UIN.
Di bagian lain, di kampus-kampus universitas negeri, sebaliknya kalangan mahasiswanya yang menekuni nilai-nilai Islam, dan kembali memilih dan menyakini Islam sebagai jalan hidup. Jadi kampus negeri yang dibilang 'sekuler' itu, ternyata lebih Islami dibanding dengan UIN. [jj/dbs/voa-islam.com) - See more at: http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2014/09/06/32709/iain-atau-uin-banyak-melahirkan-kader-sekuler-liberal-dan-kiri/#sthash.YXA3scsK.dpuf
No comments:
Post a Comment