Selama bertahun-tahun Dubai begitu gencar melakukan pembangunan fisik di negaranya, sehingga negara di kawasan Teluk ini dari luar terlihat begitu gemerlap dan menjadi daya tarik bagi mereka yang ingin mengadu nasib ke negara ini.
Tapi gemerlapnya negara Dubai ternyata semu, karena hampir semua pembangunan fisik di negara itu dibiayai oleh utang lewat perusahaan terbesar negara milik Emirat Dubai, Group Dubai World
Dubai kini harus menanggung malu akibat krisis utang yang dialami perusahaan itu. Dubai World tidak bisa memenuhi jadwal pembayaran utangnya sehingga meminta penundaan pembayaran utangnya sebesar 59 milyar dollar selama enam bulan.
Bukan cuma itu, perusahaan ini juga mengumumkan akan melakukan reorganisasi bahkan berhembus kabar bahwa perusahaan itu akan diakuisisi.
Pengumuman Dubai World yang disampaikan hari Rabu kemarin ternyata berdampak dahsyat bagi perekonomian dunia yang sedang dalam proses pemulihan dari krisis keuangan global.
Bursa saham dunia dan bursa valuta asing terguncang, harga minyak mentah berjangka dan harga emas berjangka berturut-turut menurun tajam dan kepanikan melanda para investor.
"Saat ini kami masih memantau dampak dari krisis utang Dubai dan dampak dari pandangannegatif yang dirasakan setiap orang atas kasus ini," kata John Sfakianakis, ahli ekomi di Banque Saudi Fransi-Credit Agricole Group yang berbasis di Arab Saudi.
Di Dubai dan di negara-negara Teluk lainnya, para kepala pemerintahan melakukan pengawasan ketat terhadap informasi tentang kondisi fiskal mereka dan informasi tentang kesepakatan-kesepakatan investasi, meski informasinya berupa keberhasilan mereka mendapatkan investasi milyaran dollar.
Kekhawatiran lainnya, krisis utang Dubai World bakal menurunkan kepercayaan terhadap instrumen keuangan yang berbasis pada syariah. "Gagal Utang yang dialami Dubai World menjadi ujian bagi sistem keuangan islami di saat para bankir dan pengacara mempertanyakan soal perlindungan yang diberikan oleh instrumen-instrumen berbasis syariah Islam," demikian komentar yang ditulis surat kabar The Australian edisi Sabtu (28/11)
"Obligasi yang menjadi titik ancaman gagal utang dan aib perekonomian Dubai ini adalah sukuk," tulis surat kabar itu. Sukuk adalah suatu instrumen pasar modal atau surat berharga yang sesuai dengan prinsip syariah dengan menggunakan konsep imbalan atau bagi hasil sebagai pengganti konsep bunga.
Total utang Dubai dipekirakan mencapai 88 milyar dollar. Krisis utang negara itu memicu kekhawatiran akan terjadi krisis keuangan global babak kedua, setelah krisis keuangan global yang dipicu oleh kebangkrutan institusi keuangan Lehman Brothers, salah satu perusahaan keuangan raksasa di AS.
"Krisis utang Dubai mengingatkan kita semua bahwa efek 'gelembung kredit' masih mengancam kita," kata Barry Knap dar perusahaan investasi Barclays Capital, AS.
Sejumlah investor berusaha menghibur diri dengan mengatakan bahwa krisis utang Dubai berakhir buruk, Dubai akan mendapatkan bantuan bailout dari negara tetangganya, Abu Dhabi. Pemerintah Abu Dhabi sudah menyatakan bahwa pihaknya sedang mengkaji berbagai opsi untuk membantu mengatasi krisis utang Dubai.
"Kami akan melihat bagaimana komitmen Dubai dan akan melakukan pendekatan atas basis kasus per kasus. Ini bukan berarti Abu dhabi akan menanggung semua utang Dubai," kata seorang pejabat Dubai pada Reuters.
Abu Dhabi sudah menyediakan dana sebesar 15 milyar dollar melalui bank sentral Uni Emirat Arab dan dua bank swasta Abu Dhabi, sebagai bantuan tak langsung pada Dubai.
Dunia masih menunggu akhir dari krisis utang Dubai, apakah akan menjadi gelombang "tsunami" yang akan menghancurkan perekonomian global. Inilah ironi sebuah negara yang membangun dan memimpikan kemakmuran dengan menggunakan utang. (ln/iol/JP/mol)
No comments:
Post a Comment