Hidayatullah.com—Tokoh liberal Indonesia, Prof. Dr. Siti Musdah Mulia kembali mendapat pujian Barat. Kali ini, ia terpilih sebagai “Women of the Year 2009” pada Il Premio Internazionale La Donna Dell ‘Anno (International Prize for the Woman of the Year) 2009 yang berlangsung di Saint-Vincent, Italia, Jumat malam.
Siti Musdah Mulia menyisihkan dua finalis lain dari Maroko, Aiche Ech Channa dan dari Afganistan, Mary Akrami.
Para juri, menekankan Musdah dinilai telah “membela” hak-hak perempuan dalam masyarakat Islam bahkan dianggap berani menentang inisiatif legislatif penting dan segala bentuk diskriminasi, termasuk soal homofobia dan poligami. Juga dianggap berani mengkampanyekan keanehan klaim yang benar atas Islam, sebagaimana paham liberal yang sering ia kampanyekan selama ini.
Upacara penyerahan hadiah diadakan di Hotel Grand Billia, Saint Vincent, Aosta, dihadiri sekitar 200 undangan dan wartawan. KBRI Roma diwakili oleh Wakeppri, Yuwono Agus Putranto
“Aku tidak takut orang-orang yang menghalangi pekerjaan saya,” ujarnya dikutip koran Itali.
Ketiga finalis terpilih melalui seleksi ketat atas 36 calon dari 27 negara. Semua calon adalah tokoh perempuan yang diakui kiprah dan kompetensi dalam profesinya serta telah memberikan sumbangan nyata pada upaya pemberdayaan perempuan.
Musdah Mulia adalah pemenang edisi kedua belas “International Prize The Woman of the Year”.
Ketua Dewan Juri Prof. Umberto Veronesi dari Universitas Milan memilih Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, kelahiran Bone tahun 1958, karena dinilai gigih memperjuangkan kesetaraan gender, menentang semua bentuk diskriminasi serta mempromosikan demokrasi.
The International Prize for the Women of the Year dibentuk tahun 1998 oleh Regional Council of Aosta Valley bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri Italia, Pemerintah Aosta Valley, dan Soroptimist International Club Valle d'Aosta. Penghargaan juga ini mendapat pengakuan dari Presiden Republik Italia.
Bukan pertama
Sekretaris Jenderal Indonesian Conference on Religion and Peace (Sekjen ICRP) kelahiran Bone, 3 Maret 1958, menyelesaikan program Sarjana Muda di Fakultas Ushuluddin Jurusan Dakwah, Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar (1980) dan Program S1 Jurusan Bahasa dan Sastera Arab di Fakultas Adab, IAIN Alaudin, Makassar (1982).
Ia melanjutkan program S2 nya di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dalam bidang Sejarah Pemikiran Islam (1992). Ia meraih doktor dalam bidang pemikiran politik Islam di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1997) dengan disertasinya, Negara Islam: Pemikiran Husain Haikal (diterbitkan oleh Paramadina tahun 2000). Meski dikenal bukan pakar hukum Islam, di setiap kesempatan ia sering berbicara pada hal-hal yang berkaitan dengan hukum Islam.
Kasus terbaru Musdah adalah pernyataannya membolehkan homoseksual dan lesbianisme dalam sebuah diskusi di Jakarta 27 Maret 2008 lalu yang dihadiri para pelaku lesbian, gay (homoseksual) dan waria (LGBT) di bawah naungan NGO pembela kelompok lesbian dan gay, Arus Pelangi.
Bukan hanya kali ini Musdah memperoleh penghargaan. Pada Hari Perempuan Dunia 8 Maret 2007, Musdah Mulia menerima penghargaan International Women of Courage dari Menteri Luar Negeri Condoleezza Rice di Washington. Ia dianggap wanita Asia ”pemberani”. Saat itu pun dia mengaku siap dikatakan sebagai ‘antek Amerika’.
Penghargaan pada Musdah Mulia memang bukan yang pertama. Meski ia dikenal bersebrangan dengan para ulama fikih, Musdah juga mendapat dukungan dari Amerika. Pada Hari Perempuan Dunia 8 Maret 2007, ia menerima penghargaan International Women of Courage dari Menteri Luar Negeri Condoleezza Rice di Washington. Atas sepat terjangnya ini, ia dianggap wanita Asia ”pemberani” oleh Amerika.
Atas penghargaan terbaru dari Italia ini, Musdah berhak mendapat uang sebesar 50.000 euro. [deltanews/as/cha/www.hidayatullah.com]
No comments:
Post a Comment