Jika Islam mengakui keselamatan ada pada agama lain, tentu Islam tidak akan mengajak pemeluk agama lain masuk Islam
Oleh: Dr.Hamid Fahmy Zarkasyi*
“Masuklah Islam, maka Anda akan selamat.” (Aslim taslam)…"Namun jika Anda menolak Anda akan mendapat dosa dua kali lipat." Begitulah kalimat-kalimat dalam surat Nabi yang dikirim kepada Heraclitus, Kaisar Romawi Timur. Kepada Kaisar Persia Ebrewez surat Nabi berbunyi sama dengan tambahan “…jika Anda menolak maka bagi Anda dosa seluruh kaum Majusyi”.
Kepada Kaisar Najasyi berbeda lagi. Surat Nabi berbunyi: “Aku ajak Anda kepada Allah yang Esa yang tiada sekutu bagiNya… dan memmpercayai apa yang aku bawa”
Kepada penguasa Mesir Muqauqis juga demikian: “Masuklah Islam Anda akan selamat… agar Allah memberi pada pahala dua kali lipat. Jika Anda menolak Anda akan menanggung dosa bangsa Qibti”.
Surat Nabi itu adalah tawaran, dakwah, atau panggilan untuk keselamatan. Bukan memasarkan agama. Bukan pula intimidasi yang militeristik. Kurirnya pun tidak disertai pasukan bersenjata. Beda dengan perkataan “You are with us or against us,” lalu tebar dana liberalisasi. Surat itu santun tapi tegas. Nabi sedang membawa risalah menyempurnakan risalah sebelumnya.
“Masuklah Islam Anda akan selamat,” artinya jelas bahwa yang tidak masuk Islam tidak akan selamat. Tidak ada jalan keselamatan di luar Islam. Itulah misi Nabi. Itulah Islam sebagai Al-din al-kamil. Islam adalah din, bukan religi atau agama kultural. Din adalah sistem keyakinan, peribadatan serta prinsip kehidupan dunia-akhirat yang turun melalui wahyu Allah. Jadi din adalah jalan kebenaran dan keselamatan. Jika seseorang masuk dalam sistem keyakinan atau din ini maka ia akan berserah diri. Itulah berislam.
Berserah diri dalam Islam jelas kepada Tuhan yang bernama Allah. Allah seperti yang dalam konsep para nabi dan Nabi Muhammad. Maka dari itu Allah bukan Yahweh, bukan tuhan Bapak, bukan Nirguna Brahman, bukan Tao Te Ching, bukan En Soph, bukan pula Dharmakaya. Allah juga tidak sama dengan tuhan-tuhan eksoterik yang terbatas dalam konsep “transedentalisme”. Berserah diri artinya berislam kepada Tuhan nabi Ibrahim, Musa, dan Isa serta nabi-nabi yang lain. Tuhan nabi-nabi itu adalah Tuhan yang diimani Nabi Muhammad.
Jika Tuhan agama nabi-nabi itu benar mengapa penganut agama-agama terdahulu itu harus ikut agama Nabi Muhammad? Al-Quran surah al-Ma’idah 65 menjawab: “Jika orang-orang ahlul kitab beriman dan bertaqwa (kepada Allah) akan Kami hapuskan dosa mereka dan akan Kami masukkan surga.” Artinya ahlul kitab dianggap tidak beriman kepada Allah SWT.
Menurut ahli tafsir al-Baydhawi, ahlul kitab, dimaksud adalah sebelum datangnya Islam. Standarnya pun merujuk kepada Kitab Taurat dan Injil (al-Maidah 67), yang intinya adalah tauhid. Tapi itu pun tidak mereka lakukan.
Sesudah Islam datang, konsep berserah diri dan beriman pada Allah pun disempurnakan. Konsep beriman pada Allah merujuk kepada Al-Quran. Rukunnya ditambah iman pada rasul-rasul-Nya dan kitab-kitab yang dibawa mereka, pada hari akhir, qada-qadar, serta konsekuensi-konsekuansi yang ditimbulkannya. Dalam al- al-Ma'idah, 69 dan al-Baqarah 62, jelas bahwa keselamatan agama terdahulu adalah beriman pada Allah, hari akhir, dan beramal shaleh. Keselamatan sesudah Islam datang beriman dengan rukun-rukunnya.
Bukankah agama-agama itu dibawa oleh nabi-nabi dan turun dari Allah juga? Benar, tapi para pakar tafsir menyimpulkan bahwa untuk masa sesudah kedatangan Islam, agama-agama itu dibatalkan (mansukh). Ini berarti agama Kristen, Yahudi, Sabian, dan sebagainya itu, kini telah disempurnakan Islam. Ketika menafsirkan al-Baqarah 62 dan Ali Imran 69, al-Tabari yakin bahwa surat itu telah dimansukh oleh surah Ali Imran ayat 75 "Barangsiapa memeluk agama selain Islam tidak diterima…".
Pendapat ini merujuk kepada Ibn Abbas dan diperkuat oleh al-Qasimi, Wahbah Zuhayli, dan mufassir-mufassir lainnya. (Lihat Hikmat Ibn Bashir ibn Yasin, al-Tafsir al-Sahih, mausu'ah al-Sahih al-al-Masbur min al-Tafsir bi al-Ma'thur, 2 jld, jld 1, Dar al-Ma'athir, Madinah, 1999, 169).
Menurut Ibn Taymiyyah bunyi al-Baqarah 62: “beriman kepada Allah dan hari akhir” tidak bisa difahami secara literal tapi perlu ditafsirkan. Konsep iman berkaitan dengan konsep amal dan ilmu. Konsekuensi menerima konsep itu yang terpenting adalah masuk Islam. Bagi yang hidup sebelum Islam, konsekuensinya adalah taat menjalan ajaran nabi-nabi mereka. Sesudah Islam konsekuensinya adalah taat kepada ajaran yang dibawa Islam. Logikanya jika Allah adalah juga Tuhan agama-agama, mengapa firmanNya yang dibawa Nabi Muhammad tidak mereka digubris.
Apakah Islam itu agama yang ekslusif? Betul! Ssebab selain jalan Islam tidak dianggap selamat. Salah! sebab dalam Islam, anak-anak dari orangtua yang beragama apapun, jika meninggal sebelum baligh akan masuk surga alias selamat. Logikanya, jika Islam mengakui keselamatan ada pada agama lain, tentu Islam tidak akan mengajak pemeluk agama lain masuk Islam. (al-Nahl 126). Nabi juga tidak akan mengirim surat meminta Raja Romawi Heraclitus, Raja Persia Ebrewez, Raja Ethiopia masuk Islam.
Tapi menganggap agama lain tidak selamat bukan penyebab utama manusia saling membunuh. Sejarah membuktikan, pembunuhan nabi-nabi dilakukan oleh mereka yang tidak suka agama. Kini tidak ada lagi nabi-nabi pembawa kebenaran dan jalan keselamatan untuk dibunuh. Yang dibunuh adalah kebenaran dan jalan keselamatan dan bahkan “tuhan” itu sendiri. [www.hidayatullah.com]ilustrasi: Pascal Deloche/Godong/Corbis
No comments:
Post a Comment