Sekjen PBB Ban Ki-moon mengatakan bahwa kekerasan sektarian bisa memecah negara itu menjadi wilayah Muslim dan Kristen
Hidayatullah.com–Amnesti Internasional merilis laporan pada hari Rabu (12/02/2014) dan menyebutkan bahwa mereka telah mendokumentasikan sedikitnya 200 pembunuhan Muslim oleh milisi Kristen di bagian barat negara itu.
Warga muslim yang dibunuh kelompok-kelompok milisi Kristen, yang dibentuk menyusul kudeta Maret 2013 oleh pemberontakan Seleka yang mayoritas muslim.
“Pembersihan etnis muslim telah dilakukan di bagian barat Republik Afrika Tengah, bagian paling padat penduduknya di negara itu, sejak awal Januari 2014,” demikian laporan Amnesty seperti dilansir kantor berita AFP, Rabu (12/2/2014).
“Seluruh komunitas Muslim telah dipaksa untuk melarikan diri, dan ratusan warga sipil Muslim yang gagal melarikan diri dibunuh oleh milisi yang terorganisir dikenal dengan anti-Balaka,” dikutip BBC.
Kelompok hak asasi itu juga menegaskan bahwa serangan terhadap umat Islam itu dilakukan setelah pemerintah berniat memaksa mengusir umat Muslim dari negara itu.
“Milisi Kristen menganggap Muslim sebagai orang asing yang harus meninggalkan negara itu atau dibunuh,” sebut Amnesti.
Menurut organisasi itu, serangan-serangan milisi Kristen menyebabkan “warga Muslim meninggalkan tempat asal merea dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya”.
Penduduk yang beragama Islam di Republik Afrika Tengah diserang setelah pasukan pemberontak Seleka yang umumnya Muslim merebut kekuasaan tahun lalu.
Mereka dituduh membunuh serta memperkosa warga Kristen dan menghancurkan desa-desa Kristen.
Milisi-milisi Kristen yang menyebut diri sebagai pasukan pembela diri atau anti-balaka melakukan aksi balas dendam sehingga memaksa penduduk Muslim melarikan diri dari Bangui dan kota-kota lain.
Warga di bandar udara
Akibat peristiwa ini, warga Muslim menjadikan bandar udara sebagai tempat aman karena dekat dengan markas pasukan Prancis dan Afrika. Bahkan pesawat-pesawat di Bandara M’poko, Bangui menjadi rumah sementara warga.
Seperti diketahui, Republik Afrika Tengah jatuh ke dalam kekacauan sejak Maret 2013 lalu setelah pemberontakan berhasil menggulingkan pemerintah, yang memicu kekerasan mematikan tiada berkesudahan di negeri itu.
Sementara itu Program Pangan Dunia mengatakan pesawat pertama yang mengangkut bantuan telah tiba di Bangui.
Pesawat mengangkut 82 beras yang didatangkan dari Kamerun. Namun lebih dari satu orang memerlukan bantuan pangan. Pertempuran di Republik Afrika Tengah mempersulit penyaluran bantuan melalui darat.
Sebelumnya Sekjen PBB Ban Ki-moon mengatakan bahwa kekerasan sektarian bisa memecah negara itu menjadi wilayah Muslim dan Kristen.*
Teroris Kristen Membunuh Lagi Puluhan Muslim Afrika Tengah
Hidayatullah.com—Anggota kelompok teroris Kristen bersenjata membunuh sedikitnya 70 orang Muslim di daerah pelosok di barat daya Republik Afrika Tengah, dengan menyuruh mereka berbaring di tanah talu ditembak satu persatu, kata para saksi Senin (24/2/2014) dilansir Associated Press.
Kelompok teroris Kristen bersenjata yang dikenal dengan sebutan “anti-Balaka”, membantai warga Muslim di desa Guen awal bulan ini, kata seorang pendeta Katolik Rigobert Dolongo yang ikut mengubur mayat-mayat korban kepada AP. Sebanyak 43 orang lainnya dibantai pada hari kedua.
Ibrahim Aboubakar, 22, menceritakan bahwa Anti-Balaka menyerbu Guen dan membunuh dua saudara laki-lakinya, setelah para teroris Kristen itu mendengar keduanya berbicara dalam bahasa Arab.
“Kemudian pada hari itu mereka menangkapi puluhan orang dan memaksanya untuk tengkurap. Mereka menembakinya satu per satu,” kata Aboubakar yang mengungsi ke sebuah gereja Katolik di Carnot, sekitar 100 kilometer jauhnya. Kira-kira 800 orang lain juga pergi menyelamatkan diri.
Gisma Ahmad, yang menjadi janda di usia 18 tahun hanya bisa menangis mendapat kabar dari saudaranya yang mengatakan bahwa suaminya tewas dibunuh saat berusaha menyelamatkan diri. Gisma memiliki dua anak yang masih kecil, satu putri berusia 3 tahun dan satunya bayi 4 bulan yang masih menyusui.
Ratusan Muslim yang masih bertahan di Guen berlindung ke rumah imam dan juga gereja Katolik.
Orang-orang Islam di Guen, kata dua warga Muslim yang enggan menyebutkan namanya karena takut akan dibunuh, meminta pertolongan lewat telepon agar pasukan perdamaian Afrika datang ke Carnot.
Mereka juga mengatakan, milisi teror Anti-Balaka yang bersenjata lengkap masih menguasai desa pada hari Selasa.
Muslim di Republik Afrika Tengah hanya mencakup sekitar 15% dari total populasi 4,6 juta jiwa.
Namun, komandan pasukan perdamaian setempat mengatakan bahwa dia perlu izin dari atasannya di Bangui untuk pergi ke Guen.
Dilansir Aljazeera, Pada Januari 2014 penasihat khusus PBB soal pencegahan genosida mengatakan, situasi di Republik Afrika Tengah “berisiko tinggi terjadi kejahatan terhadap kemanusian dan genosida.”
Bulan ini, kelompok pemerhati hak asasi manusia Amnesty International mengatakan, pasukan penjaga perdamaian gagal mencegah pembersihan etnis atas Muslim di sebelah barat negara itu. Sehingga terjadi eksodus Muslim dalam jumlah sangat besar yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kondisi negara Republik Afrika Tengah semakin memburuk sejak tumbangnya pemerintahan Presiden Francois Bozize Maret 2013.
Kelompok teroris Kristen anti-Balaka makin merajalela pada September 2013, setelah kelompok Islam, Selaka, dilucuti oleh pasukan penjaga perdamaian dari Prancis. Sejak itu pembantaian dan genosida terhadap Muslim di Republik Afrika Tengah mengganas.
Sudah lebih dari seribu orang tewas sejak Nopember 2013.*
PBB: Dari 100 Ribu, kini hanya tersisa 900 Muslim di Bangui
Masjid-masjid dibakar, wanita-wanita diperkosa, kini kota-kota di bagian barat Afrika Tengah telah kosong dari umat Islam
Hidayatullah.com– Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan bahwasanya sebagian besar umat Islam telah meninggalkan Bangaui Ibu Kota Afrika Tengah akibat kekerasan berdarah yang dilakukan oleh milisi Kristen.
Valarie Amos, Kordinator urusan kemanusiaan PBB di Jenewa mengatakan pada konfrensi pers hari Jumat, (0/03/2014) bahwasanya kini tidak ada tersisa umat Islam di Bangui kecuali 900 Muslim dari 100 ribu lebih umat Islam yang semula berada di kota tersebut.
Dikutip Aljazeerah, Amos menambahkan demografi penduduk di Afrika Tengah kini telah berubah, di mana sebelumnya mencapai 145 ribu Muslim kini berkurang menjadi 100 ribu penduduk.
Populasi kaum Muslim turun sejak bulan Desember lalu dan menyusut lebih drastis pada dua bulan terakhir.
Kekerasan terhadap kaum Muslim semakin memuncak setelah pengasingan Michel Djaotodia presiden pertama di negara itu pada Januari lalu.
Sebagian besar umat Islam telah hijrah ke negara negara tetangga seperti Chad, Kamerun dll.
Sekarang di kota-kota bagian barat Afrika Tengah dikabarkan telah kosong dari umat Islam setelah sebagian lari ke utara.
Muhammad Said Ismail, seorang pemimpin Muslimin di Afrika Tengah meyakinkan kepada Aljazeera bahwa kini 300 masjid dihancurkan, perempuan dibantai dan banyak para lakilaki dibakar.
Seperti dalam sensus penduduk tahun 2003, jumlah penduduk Bangui, Republik Afrika Tengah berjumlah 531.783 jiwa.
Penduduk utama Republik Afrika Tengah sebagian tinggal di bagian barat negara itu, tepatnya di Bangui. Dengan luas wilayah 67 KM2, Bangui merupakan pusat ekonomi Republik Afrika Tengah sekaligus sebagai Ibu Kota Negara tersebut.*
Seorang pria memegang pisau & menempelkan di tenggorokannya dan mengatakan sedang mencari umat Islam di Bangui. |
Warga muslim yang dibunuh kelompok-kelompok milisi Kristen, yang dibentuk menyusul kudeta Maret 2013 oleh pemberontakan Seleka yang mayoritas muslim.
“Pembersihan etnis muslim telah dilakukan di bagian barat Republik Afrika Tengah, bagian paling padat penduduknya di negara itu, sejak awal Januari 2014,” demikian laporan Amnesty seperti dilansir kantor berita AFP, Rabu (12/2/2014).
“Seluruh komunitas Muslim telah dipaksa untuk melarikan diri, dan ratusan warga sipil Muslim yang gagal melarikan diri dibunuh oleh milisi yang terorganisir dikenal dengan anti-Balaka,” dikutip BBC.
Kelompok hak asasi itu juga menegaskan bahwa serangan terhadap umat Islam itu dilakukan setelah pemerintah berniat memaksa mengusir umat Muslim dari negara itu.
“Milisi Kristen menganggap Muslim sebagai orang asing yang harus meninggalkan negara itu atau dibunuh,” sebut Amnesti.
Menurut organisasi itu, serangan-serangan milisi Kristen menyebabkan “warga Muslim meninggalkan tempat asal merea dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya”.
Penduduk yang beragama Islam di Republik Afrika Tengah diserang setelah pasukan pemberontak Seleka yang umumnya Muslim merebut kekuasaan tahun lalu.
Mereka dituduh membunuh serta memperkosa warga Kristen dan menghancurkan desa-desa Kristen.
Milisi-milisi Kristen yang menyebut diri sebagai pasukan pembela diri atau anti-balaka melakukan aksi balas dendam sehingga memaksa penduduk Muslim melarikan diri dari Bangui dan kota-kota lain.
Warga di bandar udara
Akibat peristiwa ini, warga Muslim menjadikan bandar udara sebagai tempat aman karena dekat dengan markas pasukan Prancis dan Afrika. Bahkan pesawat-pesawat di Bandara M’poko, Bangui menjadi rumah sementara warga.
Seperti diketahui, Republik Afrika Tengah jatuh ke dalam kekacauan sejak Maret 2013 lalu setelah pemberontakan berhasil menggulingkan pemerintah, yang memicu kekerasan mematikan tiada berkesudahan di negeri itu.
Sementara itu Program Pangan Dunia mengatakan pesawat pertama yang mengangkut bantuan telah tiba di Bangui.
Pesawat mengangkut 82 beras yang didatangkan dari Kamerun. Namun lebih dari satu orang memerlukan bantuan pangan. Pertempuran di Republik Afrika Tengah mempersulit penyaluran bantuan melalui darat.
Sebelumnya Sekjen PBB Ban Ki-moon mengatakan bahwa kekerasan sektarian bisa memecah negara itu menjadi wilayah Muslim dan Kristen.*
Teroris Kristen Membunuh Lagi Puluhan Muslim Afrika Tengah
Kelompok Kristen Anti-Balaka menginjak mayat Muslim yang kaki dan tangannya dipotong. |
Kelompok teroris Kristen bersenjata yang dikenal dengan sebutan “anti-Balaka”, membantai warga Muslim di desa Guen awal bulan ini, kata seorang pendeta Katolik Rigobert Dolongo yang ikut mengubur mayat-mayat korban kepada AP. Sebanyak 43 orang lainnya dibantai pada hari kedua.
Ibrahim Aboubakar, 22, menceritakan bahwa Anti-Balaka menyerbu Guen dan membunuh dua saudara laki-lakinya, setelah para teroris Kristen itu mendengar keduanya berbicara dalam bahasa Arab.
“Kemudian pada hari itu mereka menangkapi puluhan orang dan memaksanya untuk tengkurap. Mereka menembakinya satu per satu,” kata Aboubakar yang mengungsi ke sebuah gereja Katolik di Carnot, sekitar 100 kilometer jauhnya. Kira-kira 800 orang lain juga pergi menyelamatkan diri.
Gisma Ahmad, yang menjadi janda di usia 18 tahun hanya bisa menangis mendapat kabar dari saudaranya yang mengatakan bahwa suaminya tewas dibunuh saat berusaha menyelamatkan diri. Gisma memiliki dua anak yang masih kecil, satu putri berusia 3 tahun dan satunya bayi 4 bulan yang masih menyusui.
Ratusan Muslim yang masih bertahan di Guen berlindung ke rumah imam dan juga gereja Katolik.
Orang-orang Islam di Guen, kata dua warga Muslim yang enggan menyebutkan namanya karena takut akan dibunuh, meminta pertolongan lewat telepon agar pasukan perdamaian Afrika datang ke Carnot.
Mereka juga mengatakan, milisi teror Anti-Balaka yang bersenjata lengkap masih menguasai desa pada hari Selasa.
Muslim di Republik Afrika Tengah hanya mencakup sekitar 15% dari total populasi 4,6 juta jiwa.
Namun, komandan pasukan perdamaian setempat mengatakan bahwa dia perlu izin dari atasannya di Bangui untuk pergi ke Guen.
Dilansir Aljazeera, Pada Januari 2014 penasihat khusus PBB soal pencegahan genosida mengatakan, situasi di Republik Afrika Tengah “berisiko tinggi terjadi kejahatan terhadap kemanusian dan genosida.”
Bulan ini, kelompok pemerhati hak asasi manusia Amnesty International mengatakan, pasukan penjaga perdamaian gagal mencegah pembersihan etnis atas Muslim di sebelah barat negara itu. Sehingga terjadi eksodus Muslim dalam jumlah sangat besar yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kondisi negara Republik Afrika Tengah semakin memburuk sejak tumbangnya pemerintahan Presiden Francois Bozize Maret 2013.
Kelompok teroris Kristen anti-Balaka makin merajalela pada September 2013, setelah kelompok Islam, Selaka, dilucuti oleh pasukan penjaga perdamaian dari Prancis. Sejak itu pembantaian dan genosida terhadap Muslim di Republik Afrika Tengah mengganas.
Sudah lebih dari seribu orang tewas sejak Nopember 2013.*
PBB: Dari 100 Ribu, kini hanya tersisa 900 Muslim di Bangui
Masjid-masjid dibakar, wanita-wanita diperkosa, kini kota-kota di bagian barat Afrika Tengah telah kosong dari umat Islam
Milisi Kristen Anti Balaka sedang menghancurkan sebuah masjid di Kota Bangui |
Valarie Amos, Kordinator urusan kemanusiaan PBB di Jenewa mengatakan pada konfrensi pers hari Jumat, (0/03/2014) bahwasanya kini tidak ada tersisa umat Islam di Bangui kecuali 900 Muslim dari 100 ribu lebih umat Islam yang semula berada di kota tersebut.
Dikutip Aljazeerah, Amos menambahkan demografi penduduk di Afrika Tengah kini telah berubah, di mana sebelumnya mencapai 145 ribu Muslim kini berkurang menjadi 100 ribu penduduk.
Populasi kaum Muslim turun sejak bulan Desember lalu dan menyusut lebih drastis pada dua bulan terakhir.
Kekerasan terhadap kaum Muslim semakin memuncak setelah pengasingan Michel Djaotodia presiden pertama di negara itu pada Januari lalu.
Sebagian besar umat Islam telah hijrah ke negara negara tetangga seperti Chad, Kamerun dll.
Sekarang di kota-kota bagian barat Afrika Tengah dikabarkan telah kosong dari umat Islam setelah sebagian lari ke utara.
Muhammad Said Ismail, seorang pemimpin Muslimin di Afrika Tengah meyakinkan kepada Aljazeera bahwa kini 300 masjid dihancurkan, perempuan dibantai dan banyak para lakilaki dibakar.
Seperti dalam sensus penduduk tahun 2003, jumlah penduduk Bangui, Republik Afrika Tengah berjumlah 531.783 jiwa.
Penduduk utama Republik Afrika Tengah sebagian tinggal di bagian barat negara itu, tepatnya di Bangui. Dengan luas wilayah 67 KM2, Bangui merupakan pusat ekonomi Republik Afrika Tengah sekaligus sebagai Ibu Kota Negara tersebut.*
No comments:
Post a Comment