“Ya mereka bilang akan diproses tapi we don’t know sampai sekarang belum diproses, karena Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan malah terima yayasan sumbangan dari Sampoerna Foundation,” demikiann ujar Nita saat kepada hidayatullah.com seusai seminar tentang “Kisruh Regulasi Rokok” di Auditorium Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, belum lama ini.
Padahal menurutnya, pengajuan edukasi bahaya rokok ke dalam kurikulum sudah diajukan dari tahun 2008 lalu.
“Yang mengusulkan Komnas Pengendalian Tembakau, Ikatan Ahli kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) sama pak Abdillah dari Fakultas Demografi Universitas Indonesia, membuat itu agar masuk kurikulum dan minta pada menteri pendidikan dan kebudayaan,” ujarnya.
Ia juga mengusulkan pada pihak Kemendikbud, jika anak-anak Indonesia ingin pintar, pihak Kementerian tak lagi menerima iklan-iklan rokok dan sumbangannya.
“Kalau mau pinter anak-anaknya, Kementerian jangan terima itu iklan-iklan rokok dan sumbangannya, kalau negara lain bisa hidup tanpa rokok kenapa kita tidak?.” pesannya.
Perokok Anak Meningkat
Sementara di sisi lain, terdapat fakta yang cukup mengejutkan, Lembaga Demografi Universitas Indonesia menyebutkan prevalensi perokok anak usia 10-14 tahun meningkat 6 kali lipat selama 12 tahun dari tahun 1996 hingga tahun 2007.
Pada tahun 1995 jumlahnya hanya 0,3 persen atau sekitar 71.100 orang, kemudian meningkat tajam menjadi 2 persen atau sekitar 426.200 orang.
Menurut Komnas Perlindungan Anak, ini adalah trend yang mengkhawatirkan karena meningkatnya prevalensi merokok berarti meningkatnya beban ekonomi akibat merokok serta menurunnya sumber daya manusia Indonesia pada masa mendatang.*
Standard Ganda? |
No comments:
Post a Comment