Muslim Indian |
Sambil menyantap makanan, kami ngobrol ngalor-ngidul sambil ditingkahi gurauan. Tiba-tiba Chef yang aktif dalam komunitas motor besar itu bertanya kepada saya,
“Riz, elo kapan naik haji?”
Deg! Saya terdiam. Saya hanya nyengir dan malah bertanya kepada sahabat dirut yang satu lagi,
“Nah, kalo Mas sudah pernah ke Mekkah belum?”
Sang Dirut muda yang wajahnya sekilah mirip penyanyi Dian Pramana Putera itu tersenyum simpul dan menggelengkan kepalanya,
“Belum.”
Chef bertubuh tinggi besar laiknya anak-anak motor besar itu berkata bijak, “Kalo ada kesempatan, pergilah ke Mekkah. Di sana dunia itu satu: Islam!”
Sambil bercanda saya berkata, “Saya ingin keliling Eropa dan Amerika dulu sebelum ke Mekkah, Chef…”
Dia malah tertawa, “Saya sudah keliling Amerika dan Eropa berkali-kali. Dan apa yang ada di sana? Di jalanan ramai di New York misalnya, itu dipenuhi orang-orang berbagai warna. Bule nyaris tidak kelihatan. Orang Islam yang banyak ada di sana sekarang ini. Demikian juga di kota-kota besar di Eropa. Islam itu dunia, Riz…”
Saya takjub mendengarnya. Chef itu meneruskan ceritanya tentang perjalanannya menyinggahi berbagai pelosok dunia. Juga peristiwa-peristiwa aneh di dalam kehidupannya. Wajar saja, karena sahabat saya yang satu ini dianugerahi Allah Swt kebisaan yang jarang sekali dimiliki manusia biasa. Dia mampu melihat “dunia lain”, bahkan mampu melakukan proyeksi astral.
Tak terasa jarum jam sudah nyaris menyentuh puncak malam. Karena besok bukan hari libur, silaturahim ini saya sudahi. Kami pun berpisah dengan janji akan mengadakan pertemuan serupa tapi nanti di daerah Kuningan dimana Sang Dirut muda ini berkantor.
Muslimah Indian |
Ya, sebelum bernama Amerika (catatan: benua ini dinamakan “Amerika” oleh Colombus dengan mengambil nama temannya yang bernama Amerigo Vespucci), benua besar itu memang milik kaum Muslimin. Christopher Colombus pun mengakui hal itu dari catatan hariannya.
Colombus, Sang Pewaris Templar
Christopher Colombus sebenarnya bukan penemu daratan besar ini, pun bukan pula Laksamana Muslim Cheng Ho yang 70 tahun tiba lebih dulu di Amerika ketimbang Colombus. Lima abad sebelum Colombus tiba, para pelaut Islam dari Granada dan Afrika Barat, sudah menjejakkan kaki di daratan-benua yang masih perawan dan hanya ditinggali suku-suku asli yang tersebar di beberapa bagiannya.
Imigran Muslim pertama di daratan ini tiba sekira tahun 900 hingga setengah abad kemudian pada masa kekuasaan Dinasti Umayyah. Salah satunya bernama Khasykhasy Ibn Said Ibnu Aswad dari Cordoba. Orang-orang Islam inilah yang mendakwahkan Islam pertama kali pada suku-suku asli Amerika. Sejumlah suku Indian Amerika pun telah memeluk Islam saat itu. Suku-suku itu antara lain suku Iroquois dan Alqonquin.
Setelah jatuhnya Granada pada 1492, disusul Inquisition yang dilakukan Gereja terhadap kaum Muslim dan Yahudi di Spanyol, maka imigran gelombang kedua tiba di Amerika pada pertengahan abad ke-16 Masehi. Raja Spanyol, Carlos V, di tahun 1539 sempat mengeluarkan larangan bagi Muslim Spanyol untuk hijrah ke Amerika.
Bahkan, menurut prasasti berbahasa Arab yang ditemukan di Mississipi Valey dan Arizona, dikatakan jika orang-orang Islam yang datang ke daratan ini juga membawa gajah dari Afrika!
Colombus sendiri baru datang ke “Amerika” di akhir abad ke-15 Masehi ketika benua itu sudah didiami Muslimin Indian. Dalam ekspedisi pertamanya, Colombus dibantu dua nakhoda Muslim bersaudara: Martin Alonzo Pizon yang memimpin kapal Pinta dan Vicente Yanez Pizon yang ada di kapal Nina. Keduanya kerabat Sultan Maroko dari Dinasti Marinid, Abuzayan Muhammad III (1362-1366).
Bahkan, Colombus sendiri, di dalam catatan perjalanannya, menulis bahwa pada hari Senin, 21 Oktober 1492, ketika berlayar di dekat Gibara di tenggara pantai Kuba, dia mengaku melihat sebuah masjid dengan menaranya yang tinggi yang berdiri di atas puncak bukit yang indah.
Doktor Barry Fell dari Oxford University juga menemukan jika berabad sebelum Colombus tiba di Amerika, sekolah-sekolah Islam sudah tersebar di banyak wilayah, antara lain di Valley of Fire, Allan Springs, Logomarsino, Keyhole, Canyon, Washoe, Mesa Verde di Colorado, Hickison Summit Pass di Nevada, Mimbres Valley di Mexico, dan Tipper Canoe-Indiana.
Hal ini dikuatkan dengan temuan nama-nama Islam di berbagai kota besar di Amerika Serikat. Di tengah kota Los Angeles terdapat daerah bernama Alhambra, juga nama Teluk El-Morro dan Alamitos. Juga nama-nama seperi Andalusia, Aladdin, Alla, Albani, Alameda, Almansor, Almar, Amber, Azure, dan La Habra.
Di tengah Amerika, dari selatan hingga Illinois, terdapat nama-nama kota kecil seperti Albany, Atalla, Andalusia, Tullahoma, dan Lebanon. Di negara bagian Washington juga ada nama daerah Salem. Di Karibia, kata yang juga berasal dari kata Arab, terdapat nama Jamaika dan Kuba, yang berasal dari bahasa Arab “Quba”. Ibukota Kuba, Havana juga berasal dari bahasa Arab “La Habana”.
Seorang sejarawan bernama Dr. Yousef Mroueh menghitung, di Amerika Utara ada sekurangnya 565 nama Islam pada nama kota, sungai, gunung, danau, dan desa. Di Amerika Serikat sendiri ada 484 dan di Kanada ada 81.
Dua kota suci umat Islam, Mekkah dan Madinah, nama keduanya juga telah ditorehkan para pionir Muslim di tanah Amerika jauh sebelum Colombus lahir. Nama Mecca ada di Indiana, lalu Medina ada di Idaho, New York, North Dakota, Ohio, Tenesse, Texas, Ontario-Canada. Bahkan, di Illinois, ada kota kecil bernama Mahomet yang berasal dari nama Muhammad.
Suku-suku asli Amerika pun, kaum Muslim Indian, banyak yang nama sukunya berasal dari nama Arab, seperti: Apache, Anasazi, Arawak, Cherokee, Arikana, Chavin Cree, Makkah, Hohokam, Hupa, Hopi, Mohican, Mohawk, Nazca, Zulu dan Zuni. Bahkan, kepala suku Indian Cherokee yang terkenal, Se-quo-yah, yang menciptakan silabel huruf Indian yang disebut Cherokee Syllabari pada 1821 adalah seorang Muslim yang senantiasa mengenakan sorban, bukan ikat kepala dari bulu burung.
Muslimah Cherokee |
Columbus sendiri mengetahui bahawa orang-orang Carib (Caribbean) adalah pengikut Nabi Muhammad Saw. Penduduk asli benua besar itu sudah memeluk Islam jauh sebelum Colombus menjejakkan kakinya di sana. Orang-orang Islam dari Pantai Barat Afrika, dan juga armada Cheng Ho, datang ke benua besar tersebut untuk berdagang, bersosialisasi, dan berasimilasi dengan penduduk asli. Beda dengan Colombus yang menginjakkan kaki untuk merampok kekayaan benua besar tersebut.
Para Penjelajah Muslim di Amerika
Catatan yang ada tentang siapa “orang asing” yang pertama kali menjejakkan kakinya di benya besar ini merujuk kepada Khashshah bin Said bin Aswad, yang pada tahun 889 masehi telah mendarat di benua itu. Khashshah merupakan seorang navigator muslim dari Cordoba, Spanyol. Spanyol di masa itu merupakan pusat peradaban Islam di Barat, bagian dari Khilafah Bani Umayah II. Dia menyeberangi lautan Atlantik dan mensyiarkan penduduk asli di benua besar itu hanya terpaut 200-an tahun setelah Rasulullah SAW wafat.
Selain Khashshah, ada banyak pelaut Muslim yang juga mencatatkan perjalananya ke benua besar ini antara lain: Abul-Hassan Ali Ibn Al Hussain Al Masudi (meninggal tahun 957), Al Idrisi (meninggal tahun 1166), Chihab Addin Abul Abbas Ahmad bin Fadhl Al Umari (1300-1384) dan Ibn Battuta (meninggal tahun 1369). Mereka semuanya terlebih dahulu tiba di benua besar ketimbang Colombus yang baru tiba pada abad ke-15 Masehi.
Dalam bukunya, “The Meadows of Gold and Quarries of Jewels”, Al-Masudi melaporkan bahawa semasa pemerintahan Khalifah Spanyol Abdullah Ibn Muhammad (888-912), Khashkhash Ibn Saeed Ibn Aswad berlayar dari Delba (Palos) pada tahun 889, menyeberangi Lautan Atlantik hingga menemui wilayah yang asing dan disebutnya sebagai Ard-Majhoola. Kemudian beliau kembali dengan membawa pelbagai barangan yang menakjubkan. Selepas penemuan itu, banyak pelayaran menuju daratan di seberang Lautan Atlantik dilakukan. Al Masudi juga menulis buku ‘Akhbar Az Zaman’ yang memuat bahan-bahan sejarah dari pengembaraan para pedagang ke Afrika dan Asia.
Dr. Youssef Mroueh juga mencatat, pada masa kekuasaan n Khalifah Abdul Rahman III dari Dinasti Umayyah (929-961 M), ada sejumlah ekspedisi orang-orang Islam dari Afrika yang berlayar dari pelabuhan Delba (Palos) di Spanyol menuju ke barat lautan yang gelap dan berkabut, yakni Lautan Atlantik. Setelah itu mereka kembali dengan selamat di Palos dengan membawa banyak barang bernilai hasil berdagang.
Dalam catatan sejarawan Abu Bakr Ibn Umar, pada masa pemerintahan Khalifah Spanyol, Hisham II (976-1009) seorang pelaut dari Granada, Ibn Farrukh, meninggalkan pelabuhan Kadesh pada Februari tahun 999 melintasi Lautan Atlantik dan mendarat di Gando (Canary Island). Ibn Farrukh mengunjungi Raja Guanariga dan kemudian melanjutkan pelayarannya ke barat hingga melihat dua pulau dan menamakannya Capraria dan Pluitana. Ibn Farrukh kembali ke Sepanyol pada Mei 999.
Pelayaran melintasi Lautan Atlantik yang berasal dari Maghribi juga dicatat oleh penjelajah laut Shaikh Zayn-eddin Ali bin Fadhel Al-Mazandarani. Kapalnya bertolak dari Tarfayadi Maghribi pada zaman Sultan Abu-Yacoub Sidi Youssef (1286-1307) raja keenam dalam Dinasti Marinid. Kapalnya mendarat di pulau Green di Laut Caribbean pada tahun 1291. Menurut Dr. Morueh, catatan perjalanan ini banyak dijadikan rujukan oleh para saintis Islam.
Sultan-sultan dari kerajaan Mali di Afrika barat yang beribukota di Timbuktu juga pernah melakukan pelayaran sehingga ke benua Amerika. Sejarawan Chihab Addin Abul-Abbas Ahmad bin Fadhl Al Umari (1300-1384) telah memerincikan eksplorasi geografi ini. Timbuktu yang berada di tengah-tengah Afrika kini seolah terlupakan, padahal lokasi ini dahulunya merupakan pusat peradaban, perpustakaan, dan pusat keilmuan yang maju di Afrika. Ekpedisi perjalanan darat dan laut banyak dilakukan baik menuju ke Timbuktu ataupun bermula dari Timbuktu.
Sultan yang tercatat akan eksplorasinya hingga ke benua baru waktu itu adalah Sultan Abu Bakari I (1285-1312), yakni saudara Sultan Mansa Kankan Musa (1312-1337), yang telah melakukan dua kali ekspedisi melintasi Lautan Atlantik sehingga ke Amerika dan menyusuri sungai Mississippi.
Sultan Abu Bakari I melakukan eksplorasi di Amerika tengah dan utara dengan menyusuri sungai Mississippi di antara tahun 1309-1312, satu abad sebelum Colombus. Para eksplorasi ini berbahasa Arab. Dua abad kemudian, penemuan benua Amerika dilukiskan di dalam peta berwarna Piri Re’isi yang dibuat tahun 1513, dan dipersembahkan kepada raja Ottoman Sultan Selim I (1517).
Laksamana Ceng Ho
Laksamana Ceng Ho, seorang pendakwah Islam, tiba di benua besar ini 70 tahun lebih awal dari Colombus. Armada Ceng Ho sangat besar, bahkan jika armada Colombus dan Vasco da Gama jika digabungkan maka mereka semua muat dalam sebagian buritan kapal Ceng Ho.
Mari kita bandingkan, Bartholomeus Diaz, orang pertama yang melintasi ujung selatan Benua Afrika (Tanjung Harapan), hanya menggunakan tiga kapal jenis Caravel yang bermuatan 170 orang. Christopher Columbus, yang memulai pelayarannya 3 Agustus 1492, juga menggunakan tiga kapal. Total jumlah awak kapalnya cuma 104 orang. Sedangkan armada Cheng Ho mencapai 357 kapal dengan 27.800 awak. Dari kesemua kapal, sebanyak 62 di antaranya berukuran raksasa yang disebut jung, dengan panjang 132 meter dan lebar 54 meter. Luas geladak utama jung yang berbobot 2.700 metrik ton itu mencapai 4.600 meter persegi. Cukup untuk menampung seluruh armada kapal Columbus plus Vasco da Gama.
Cheng Ho sendiri memiliki nama arab, yaitu Haji Mahmud Shams. Beliau lahir tahun 1371 dan wafat tahun 1433. Ceng Ho melakukan penjelajahan dan dakwah keliling dunia selama 28 tahun, dari tahun 1405 hingga 1433. Kebesaran Ceng Ho merupakan fakta sejarah, namun jika sejarah resmi dunia hari ini malah membesarkan nama Colombus dan Vasco Da Gama, maka itu merupakan suatu penggelapan yang dilakukan pihak-pihak yang tidak menyukai kegemilangan sejarah Islam.
Colombus, Pembantai Muslim Indian dan Penggunaan Senjata Biologi Pertama
Colombus merupakan salah seorang penerus cita-cita Knight Templar. Sejarahnya bisa dirunut dari kisah Grand Master Biarawan Sion, induk dari Knights of Templar, yang juga sering disebut sebagai Nautonnier atau The Navigator (Juru Mudi).
Istilah ini terus dipelihara oleh organisasi-organisasi pewaris Templar selama berabad abad setelah Knights of Templar dibasmi oleh King Philip le Bell dan Paus Clement V (1307-1314). Walau Grand Master Templar kala itu, Jacques de Mollay, dihukum mati dengan cara dibakar hidup-hidup, sesuatu yang lazim dimasa tersebut terhadap seseorang yang dituduh Gereja telah melakukan heresy (bidah), namun banyak pemerhati sejarah Eropa abad pertengahan yang meyakini bahwa tidak semua pemimpin atau Raja Eropa melakukan pembasmian Templar secara serius.
Walau tidak lagi mengenakan jubah Templar, kelompok ini masih terus bertahan di Eropa dan meluaskan pengaruhnya ke seluruh dunia hingga sekarang. Pada tahun 1418-1480, René d’Anjou (René dari Anjou, Rene Sang Budiman) menjadi Grand Master Italia. Bangsawan Yahudi Italia ini meneruskan kepemimpinan Grand Master sebelumnya, Nicholas Flamel, wafat di tahun 1418. Dalam tradisi ordo, sebelum seorang Grand Master meninggal maka dia harus menunjuk penggantinya.
Saat sakit keras, Flamel telah menunjuk René sebagai penggantinya. luar istana dan berpotensi menjadi sosok pahlawan. Ia adalah seorang lelaki yang hidupnya diperuntukan bagi masa mendatang, mengatisipasi pangeran-pangeran Italia di zaman pencerahan (Renaissance). Ia juga seorang yang rajin menulis, bukunya mencerahkan. Ia merangkai puisi dan alegori mistis… René juga mendalami tradisi esoteris, dan di istananya ada seorang ahli astrologi Yahudi, Kabalis, dan ahli fisika bernama Jean de Saint Rémy, kakek dari Nostradamus.” (Holy Blood Holy Grail, 1982).
Di masa kepemimpinan René inilah, pada tahun 1451, Cristoforo Colombo atau dalam lidah Inggris disebut sebagai Christopher Columbus dilahirkan dari pasangan Katolik bernama Dominico Colombo dan Suzanna Fontanarossa. Columbus lahir di Genoa, sebuah kota pelabuhan Italia yang cukup ramai.(Bersambung/Rizki Ridyasmara)
Tradisi bahari yang kental mewarnai keluarga Colombo menjadikan Columbus tumbuh jadi seorang pelaut ulung, walau usianya masih belia. Saat baru 21 tahun (1472), Columbus telah dipercaya memimpin sebuah ekspedisi kapal pribadi ke Tunisia. Dalam periode inilah Cristoforo dekat dengan Rene d’Anjou (Grandmaster Knight Templar Italia), tidak saja dalam kapasitas sebagai anak buah dan majikan, tapi juga dalam artian persahabatan.
Pada 1478 Cristoforo menikahi Felipa Perestrello e Moniz, puteri Bartolomeo Perestrello. Pernikahan ini menguatkan dugaan bahwa keluarga Columbus sesungguhnya punya hubungan dengan Templar, karena sesama anggota Templar sudah biasa saling mempertautkan tali kekeluargaan lewat sarana pernikahan diantaranya. Apalagi keluarga Perestrello termasuk tokoh pelarian Templar di Portugis yang tidak akan mungkin sudi mengawinkan anaknya dengan keluarga di luar Templar.
Apalagi di kemudian hari sang mertua sangat percaya kepada Cristoforo hingga membolehkan peta dan buku hariannya dipinjam dan dipelajari oleh Columbus. Columbus sendiri merupakan anggota dari Ordo Knights of Christ.
Dengan sendirinya, kedekatan dengan Rene menyebabkan Columbus diterima dalam pergaulan tingkat elit, bahkan bisa langsung berhubungan langsung dengan Ratu Isabella I dari Castile, Spanyol, yang kemudian membiayai ekspedisinya mencari “dunia baru”
Kaum Templar dan pewarisnya di mana pun berada selalu bergerak dalam dua dunia: gelap dan terang. Ekspedisi Columbus juga demikian. Misi resmi Columbus yang ditulis sejarah hingga hari ini adalah misi pencarian dunia baru yang dinamakan India yang dipercaya punya banyak kekayaan berupa emas, perak, dan mungkin juga rempah-rempah.
Hanya saja, jalur laut yang dilayari ekspedisi Columbus ternyata tidak mengarah ke India, melainkan sebuah daratan luas yang baru yang di kemudian hari dikenal sebagai benua Amerika.
Ini sungguh-sungguh mengherankan, karena pelaut-pelaut dari Italia, Portugis, dan sekitarnya, yang tergabung dalam kelompok pewaris Templar bernama Knights of Christ, seperti juga Vasco da Gama, merupakan pelaut-pelaut tangguh yang telah turun-temurun, dari generasi ke generasi, hidup dan besar di laut. Apalagi dari merekalah lahir berbagai inovasi peralatan pelayaran seperti halnya kompas dan sebagainya.
Jawaban atas pertanyaan ini ternyata dikemukakan oleh Michael Baigent dan kawan kawan dalam Holy Blood Holy Grail (1982) yang menulis, “Sesungguhnya, Columbus bukanlah orang Eropah pertama yang menjejakkan kaki di Amerika. Pada tahun 1269, Ksatria Templar yang berpusat di Yerusalem diyakini telah melakukan hubungan komersial dengan bangsa Indian sebagai penduduk asli Amerika dengan mengimpor perak dari Meksiko…”
Amat mungkin, perkenalannya pada benua Amerika inilah yang menyebabkan para Templar tersebut telah mengenal tumbuhan lidah buaya dan jagung yang saat itu baru tumbuh di Amerika, yang kemudian dipahatkan di Rosslyn Chapel di abad ke-15 M.
Pada tahun 1446 saat kapel yang berdiri di Edinburgh itu dibuat, kedua tanaman tersebut belum tumbuh di Eropa. Jadi, sebenarnya para Templarlah, orang Eropa yang pertama kali menjejakkan kakinya di Amerika, bukan Columbus. Jadi, ada dua kemungkinan misi ekspedisi Columbus yang sesungguhnya.
Pertama, Columbus mengetahui bahwa misinya adalah menapak-tilas jalur pelayaran Templar dari Eropa ke Amerika, mencari rute yang pernah dilayari nenek-moyangnya kembali, guna mencari ‘rumah baru’ yang lebih besar dan luas, juga kaya raya, yang masih murni dan belum tersentuh kekuasaan Gereja, bagi para keturunan Templar. Tujuannya agar Templar bisa memiliki kekuasaan yang lebih dari Gereja. Dan jika itu telah terjadi maka tujuan asasi para Templar dalam mencari The Solomon Treasure bisa tetap terlaksana. Sesuatu yang telah berabad-abad mereka pendam setelah terusir dari Yerusalem di abad ke-12 M.
Kedua, bisa jadi Columbus sendiri tidak mengetahui misi rahasia Templar yang menunggangi ekspedisinya. Itulah sebabnya, ketika Columbus mendarat di benua Amerika (saat itu belum dinamakan Amerika), Columbus menyebut benua tersebut sebagai India. Ini bisa saja terjadi mengingat di dalam ekspedisi Columbus, banyak tokoh-tokoh Yahudi yang menyertainya, termasuk bendahara kerajaan yang merayu Isabella agar mau mensponsori ekspedisinya.
Rombongan Columbus sendiri terdiri dari tiga buah kapal: Nina, Pinta, dan Santa Maria. Pada 3 Agustus 1492, ekspedisi ini berangkat dari Palos de la Frontera, Spanyol. Columbus naik di atas kapal Santa Maria dengan 40 lelaki dewasa sebagai awak kapal, kapal Nina dan Pinta diawaki sekitar 20 hingga 30 lelaki. Kapal utama, Santa Maria, memiliki layar-layar utama yang dicat dengan simbol Salib Templar. Nama ‘Santa Maria’ pun mengingatkan kita pada sosok Maria Magdalena, yang oleh kaum Kabbalah (Templar) juga disebut sebagai The Iluminatrix yang berarti Yang Tercerahkan. Ini pula asal kata dari Illuminaty, kelompok cendekiawan Templar.
Dalam ekspedisi ketiga, barulah Columbus ‘menemukan’ benua baru yang beberapa tahun kemudian baru dinamakan Amerika. Tahun 1498 Columbus mendarat di Amerika dan Trinidad. Dua orang sahabat Yahudi Columbus, Luis de Santagel dan Gariel Sanchez diberi hak-hak istimewa di daerah koloninya. Misi Columbus telah selesai. Jalur laut ke Amerika telah ditemukan kembali. Dan seperti biasanya, pihak-pihak Konspirasi menganggap Columbus tidak lagi berguna. Maka Columbus harus dihilangkan atau ‘dibuang’.
Seorang Yahudi sahabat Columbus bernama Bernal melakukan pengkhianatan. Bernal menghasut awak kapal lainnya agar memberontak terhadap kepemimpinan Columbus dan berhasil. Columbus pun melarikan diri, pulang ke Spanyol. Columbus sendiri meninggal pada tahun 1506 dalam keadaan menyedihkan dan miskin. ‘Benua baru’ tersebut yang dianggap Columbus sebagai India, beberapa tahun kemudian diralat oleh pelaut Italia bernama Amerigo Vespucci (1454-1512) yang kemudian diberi nama Amerika.
Inilah daratan besar, luas, dan kaya, yang kemudian dijadikan The Sacred-Great Lodge bagi pewaris Templar, Kaum Kabbalah, untuk mewujudkan cita-citanya: Novus Ordo Seclorum (Tata Dunia Baru di bawah kekuasaannya), lewat jalan Annuits Coeptis (Konspirasi Kita).
Colombus, Penjahat Kemanusiaan
Eramuslim Digest volume 4 pernah menguak sebagian sejarah hitam yang ditoreh Columbus terhadap penduduk asli benua baru yang sebagian besarnya sudah memeluk Islam.
Colombus adalah penjahat kemanusiaan. Puluhan juta suku asli Indian musnah olehnya. Dua peneliti dari Universitas California, Sherburne dan Woodrow mencatat, di tahun 1492 jumlah orang Arawak 8 juta jiwa. Empat tahun kemudian Colombus datang. Di tahun 1508-1518, dari 8 juta tinggal tersisa 100.000 orang Arawak. Bahkan di tahun 1514, orang Arawak dewasa tinggal 22.000.
Peneliti lain, Cook dan Borah menulis angka 27.800 (1514), “Dalam jangka waktu 20 tahun, Columbus telah membantai 90% bangsa Arawak, yang pada awalnya berjumlah 8 juta jadi tinggal 28.000-an orang.”(!)
Selama kurang seabad Columbus di benua baru, sekitar 95 juta penduduk pribumi telah dibunuh secara kejam. Saat Columbus tiba di Amerika, ada 30 juta orang penduduk pribumi. Namun beberapa tahun kemudian jumlahnya menyusut tinggal 2 juta.
Dalam buku berjudul “The conquest of Paradise: Christopher Colombus and the Columbian Legacy” (1991), Kirkpatrick Sale menyatakan, “Ini lebih dari suatu pembantaian biasa, ini satu pembunuhan besar-besaran, yang menghabisi lebih dari 99% penduduk, pemusnahan satu generasi.”
Pemusnahan suku Indian di Amerika ini bukan hanya dilakukan dengan pengejaran dan pembantaian, tapi juga dengan ‘senjata biologi’ bernama virus cacar. Sejumlah selimut bekas pasien cacar yang tentu saja telah terpapar virusnya, dibawa Columbus dan dipakai untuk menyelimuti orang-orang Indian yang sakit. Bukannya sembuh, banyak orang Indian yang mati dan wabah cacar dengan cepat membunuh puluhan ribu orang-orang Indian lainnya. Hal yang sama dilakukan Hernando Cortez tatkala merebut Meksiko yang saat pertama menjejakkan kaki di negeri itu pada Februari 1519, jumlah penduduk aslinya ada sekitar 25 juta jiwa, tetapi pada 1605 jumlah itu tinggal 1 juta jiwa saja.
Sejarah seharusnya mencatat, penggunaan senjata biologis pertama di dunia dilakukan oleh Colombus.Inilah Kisah Hatuey. Dia merupakan Kepala Suku Indian Arawak. Ketika tertangkap oleh tentaranya Colombus, dengan gagah Hatuey tidak mau tunduk pada Columbus. Akibatnya Colombus memerintahkan Hatuey dan pengikutnya diikat di sebuah tonggak kayu mirip salib dan dihukum bakar hidup-hidup.
Ketika Hatuey diikat ke kayu, seorang Pastor Fransiscan mendekatinya dan mendesaknya untuk mengakui Yesus sebagai tuhan, agar jiwanya dapat pergi ke “Sorga” daripada ke neraka. Hatuey menjawab dengan penuh harga diri, bahwa jika sorga itu adalah tempat bagi orang-orang Kristen seperti Colombus dan lainnya, maka dia lebih baik pergi ke neraka.
“Orang-orang Spanyol itu menggantungkan 13 orang secara serentak. Angka 13 ini menyimbolkan Sang Kristus sendiri dengan 12 muridnya… Mereka pun dibakar hidup-hidup,” demikian catatan para saksi mata yang dalam beberapa buku sejarah tentang kedatangan awal Colombus di Amerika.
Ada juga yang menulis, “Orang-orang Spanyol itu memotong tangan salah satu orang, pinggul atau kaki atau yang lain, dan juga memotong beberapa kepala dalam sekali tebas, seperti penjagal yang memotong daging sapi dan domba di pasar. Vasco de Balboa memerintahkan empat puluh orang di antara mereka yang telah koyak berkeping-keping diberikan kepada anjing yang terlihat kelaparan. Bahkan untuk sekadar menjajal sudah tajam atau belum pedang yang baru saja diasah, mereka sering mencobanya dengan menebas tangan atau kaki anak-anak kecil Suku Indian.”
Sejarah dunia sudah mencatat dengan tinta penuh darah atas pembantaian, pengusiran, dan perbudakan yang dilakukan orang-orang kulit putih terhadap suku asli Indian di benua baru yang dinamakan Amerika. Namun tidak banyak yang menulis jika “orang-orang kulit putih” seperti Colombus dan lainnya sesungguhnya merupakan pion Yahudi untuk obsesi besarnya menguasai dunia. Di dalam satu bagian dari buku Knights Templar Knights of Christ (Rizki Ridyasmara), ditulis:
…Setelah ditemukan (Colombus), orang-orang Yahudi melakukan imigrasi besar-besaran ke Amerika Selatan, terutama Brazil. Louis Torres menetap di Kuba dan membuka perkebunan tembakau yang kemudian diekspor ke Eropa dan mancanegara sehingga sekarang ia dikenal sebagai ‘Bapak Tembakau’. Tak lama kemudian terjadi perang antara Brazil dengan Belanda. Peperangan ini membuat kaum Yahudi di Brazil tidak merasa aman dan mereka kemudian pindah ke Nieuw Amsterdam, sebuah koloni Belanda yang terletak di Amerika Utara.
Gubernur Jenderal Pieter Stuyvessant yang berkuasa di Nieuw Amsterdam mengetahui imigrasi orang-orang Yahudi di wilayahnya. Stuyvessant sendiri tidak menyukai kehadiran orang-orang Yahudi. Namun akibat campur tangan pemodal Yahudi internasional, Stuyvessant akhirnya mengalah dan membolehkan mereka tinggal di koloninya. Walau demikian terhadap orang-orang Yahudi itu, Stuyvessant memberlakukan sejumlah persyaratan. Di antaranya, orang-orang Yahudi tidak boleh menjadi ambtenaar (pegawai pemerintah) dan juga dilarang berdagang komoditas tertentu. Hal ini menjadikan saudagar-saudagar itu memutar otak untuk bisa menghasilkan uang.
Saat itu, di kota baru ini juga terdapat banyak imigran Eropa yang miskin, pakaiannya lusuh dan bahkan jarang yang diganti. Akhirnya para saudagar Yahudi ini membuka sebuah usaha baru yang sebelumnya belum di kenal oleh dunia: berdagang pakaian bekas. Dan ini ternyata laku keras.
Zen Maulani mencatat, “Adalah masyarakat Yahudi yang pertama kali menjadikan pakaian bekas sebagai komoditas perdagangan di dunia. Bisnis itu di kemudian hari mereka kembangkan ke industri pakaian murahan, yang kini dikenal dengan jenis pakaian ‘jeans’ dan ‘denim’ yang semula terbuat dari bahan kain layar (terpal) yang murah, kuat, serta tahan lama, yang terutama sekali cocok bagi pekerja di daerah pedalaman Amerika Serikat. Salah satu nama yang kesohor hingga kini adalah Strauss Levi. Orang-orang Yahudi adalah pedagang pertama di dunia yang memperdagangkan apa saja dari barang-barang bekas, mereka adalah kaum pemulung pertama di dunia.”
Nieuw Amsterdam pun menjadi pusat perdagangan pakaian bekas yang dilakukan para saudagar Yahudi. Orang-orang Yahudi menamakan kota tersebut sebagai The New Yerusalem. Tak sampai setengah abad kemudian Inggris merebut koloni itu dan mengganti nama Nieuw Amsterdam dengan New York.
Hingga sekarang, New York menjadi kota dan negara bagian dengan konsentrasi orang Yahudi terbesar di seluruh Amerika Serikat. Bahkan New York mencatat sebagai kota dengan jumlah penduduk terpadat di seluruh Amerika Serikat.
Saat berlangsung Revolusi Amerika saja, jumlah mereka ditaksir sekitar empat ribu jiwa. Setengah abad kemudian jumlahnya membengkak menjadi 3,3 juta jiwa. Orang-orang Yahudi sudah terlibat dalam Perang Kemerdekaan Amerika melawan Inggris. Namun seperti yang sudah-sudah, Tentara Konstinental di bawah pimpinan Jenderal George Washington mendapat bantuan dana perang dari para saudagar Yahudi Amerika, sedangkan Rothschild mengucurkan bantuan kepada pihak Inggris. Dan yang menang perang, lagi-lagi Yahudi.
Ketika negara Amerikat Serikat belum terbentuk, dan bahkan Inggris belum menjadikan Amerika sebagai koloninya, orang-orang Yahudi telah ada di sana dengan jalan membantai penduduk asli Indian. Sama seperti yang dilakukan Zionis-Yahudi yang memenuhi Tanah Palestina dan membunuhi penduduk aslinya, Muslim Palestina.
Christopher Columbus berlayar di bawah Salib Templar atas dana Pemodal Yahudi, Columbus juga beristerikan seorang puteri Templar, dan awaknya banyak yang Yahudi. Tak heran, tidak lama setelah Columbus menjejakkan kakinya di Amerika, orang-orang Yahudi Spanyol dan kemudian disusul dengan Yahudi-Yahudi lainnya melakukan imigrasi memenuhi tanah Amerika, dan mengusir atau membantai penduduk aslinya, suku Indian.
Jika saja sejarah benar-benar sebuah paparan yang jujur tentang masa lampau, maka saat ini kita akan menyebut ekspedisi Columbus sebagai ekspedisi perampok dan pembunuh. Demikian pula para imigran Eropa yang datang dan mendirikan koloni di Amerika. Sejarah tidak pernah mencatat dengan jujur, seberapa banyak orang-orang Indian yang menemui ajal dibunuh oleh orang-orang Eropa yang mendarat di sana. Namun sejarah ternyata bukan paparan jujur tentang masa lampau, tapi kisah para pemenang, yang tentu saja merasa benar sendiri. Hal ini diabad ke-21 diteruskan oleh kelompok Zionis-Israel dan juga kaum Hawkish di Amerika Serikat yang memiliki semboyan “Mighty is the Right” atau Kekuatan adalah Kebenaran. (Rizki Ridyasmara)
►More like this?
Klik di sini!
No comments:
Post a Comment