MPR: Tindakan Densus 88 Tidak Sesuai Prinsip Negara Hukum
Kamis, 2 Januari 2014 - 21:26 WIB
Kalau kita mengakui Indonesia sebagai negara hukum tentu harus menjalankan asas praduga tak bersalah. Itu berarti seseorang tidak bisa dinyatakan bersalah dan dihukum bila belum dinyatakan bersalah oleh pengadilan.
Hidayatullah.com–Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Y. Thohari menilai, tindakan penembakan oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 dalam penangkapan terduga teroris di Ciputat, Tangerang Selatan, tidak sesuai dengan konstitusi karena tidak menjalankan prinsip-prinsip negara hukum.
“Tindakan Tim Densus 88 dalam menangani terduga teroris di Ciputat itu kurang tepat karena tidak sejalan dengan konstitusi yang menyatakan Indonesia sebagai negara hukum,” kata Hajriyanto di Jakarta, Kamis (2/1/2014).
Menurut dia, tindakan Tim Densus 88 Antiteror yang menembak mati para terduga teroris saat penangkapan telah melanggar prinsip-prinsip supremasi hukum.
“Saya hanya mengingatkan kepada Kepolisian RI, terutama Densus 88, akan bunyi UUD 1945 pasal 1 ayat 3 bahwa Indonesia adalah negara hukum. Maka para terduga teroris itu boleh dihukum mati, tetapi harus melalui keputusan pengadilan. Itu baru namanya negara hukum,” ujarnya.
Hajriyanto menekankan bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum, maka setiap orang yang diduga melanggar hukum harus tetap ditindak dengan proses penegakan hukum yang tepat.
“Artinya, due process of law (proses penegakan hukum) itu sendiri tentu tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang bertentangan dengan hukum,” katanya.
“Jadi, teroris boleh dihukum mati di Indonesia dengan cara ditembak, namun penembakan itu harus berdasarkan keputusan pengadilan,” ujarnya.
Terkait dengan perspektif tersebut, kata dia, maka penanganan terorisme di Ciputat yang dilakukan oleh Densus 88 itu kurang sejalan dengan prinsip-prinsip negara hukum.
“Apa karena teroris maka boleh di-dor di tempat? Kalau begitu, kenapa para koruptor tidak ditembak di tempat saja ketika digerebek tanpa harus dibawa ke pengadilan? Itu kan sama-sama terduga, terduga koruptor dan terduga teroris,” ucap Hajriyanto.
Selain itu, dia mengatakan Kepolisian RI tentu harus menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah dalam menjalankan tugasnya.
“Kalau kita mengakui Indonesia sebagai negara hukum tentu harus menjalankan asas praduga tak bersalah. Itu berarti seseorang tidak bisa dinyatakan bersalah dan dihukum bila belum dinyatakan bersalah oleh pengadilan,” kata dia.
Wakil Ketua MPR itu pun meyakini Tim Densus 88 Antiteror sebenarnya dapat melaksanakan prosedur penangkapan tanpa harus menembak mati para terduga teroris.
“Saya yakin sekali Polisi itu punya banyak instrumen untuk melumpuhkan terduga teroris tanpa harus menembak mati. Itu kan bisa memakai gas air mata biar lumpuh dan bisa ditangkap,” ujar Hajriyanto, dalam berita Antara.*
IPW Desak Komnas HAM Investigasi Operasi Densus 88
Jum'at, 3 Januari 2014 - 08:58 WIB
IPW berharap Komnas HAM mengawasi dengan ketat dan serius cara-cara kerja Densus 88
Hidayatullah.com– Indonesia Police Watch (IPW) meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melakukan investigasi terhadap operasi penggerebekan terduga teroris di Ciputat, Tangerang Selatan, oleh Tim Densus 88 pada malam pergantian tahun baru 2014.
“Dalam kasus Ciputat, Komnas HAM harus melakukan investigasi. IPW berharap Komnas HAM mengawasi dengan ketat dan serius cara-cara kerja Densus 88,” kata Ketua Presidium IPW Neta S. Pane melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Kamis (02/01/2014) dikutip Antara.
Neta menjelaskan investigasi perlu dilakukan untuk memastikan tidak ada tindakan pelanggaran HAM dalam operasi itu.
Tim Densus 88 melalui operasi penggerebekan selama ini kerap mengeksekusi nyawa para terduga, dengan dalih terjadi tembak-menembak dan para terduga melakukan perlawanan hebat terhadap polisi.
Dia menuding beragam logika juga kerap dibangun polisi dengan menyertakan keterangan saksi-saksi yang tidak meyakinkan.
Padahal, menurut Neta, operasi penggerebekan yang tidak transparan seperti itu justru menimbulkan kerisauan di masyarakat. Sebab bukan tidak mungkin masyarakat yang jarang bersosialisasi di sebuah wilayah tiba-tiba ditangkap, bahkan dieksekusi, lantas disebut-sebut sebagai terduga teroris.
“Cara-cara polisi yang mengeksekusi nyawa orang-orang yang dituding sebagai teroris di lapangan tentu sangat disesalkan. Meski sudah banyak dikecam berbagai pihak, tindakan eksekusi terus terjadi,” kata dia.
Dia menekankan bahwa tugas utama polisi adalah melumpuhkan tersangka, bukan sebagai eksekutor yang selalu menewaskan nyawa para terduga pelaku terorisme.
Sebelumnya, sejak Selasa (31/12/2013) sore hingga Rabu (01/01/2014) pagi tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri dan Polda Metro Jaya melakukan penggerebekan di sebuah rumah kontrakan di Kelurahan Kampung Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan.
Dalam penggerebekan yang disertai baku tembak itu, enam terduga yang diduga bagian dari kelompok Abu Roban tewas.
Terduga yang tewas adalah Nurul Haq alias Dirman, Ozi alias Tomo, Rizal alias Hendi, Edo alias Ando, dan Amril.
Sementara satu orang sebelumnya tewas ditembak di ujung Gang Hasan ketika mengendarai motor adalah Daeng alias Dayat.
Tidak urung kasus ini mengundang pertanyaan berbagai kalangan. Anggota Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Manager Nasution meminta Densus 88 tidak menjadi ‘lembaga pencabut nyawa’.*
Anggota Komnas HAM: Densus Tak Boleh jadi Lembaga Pencabut Nyawa
Kamis, 2 Januari 2014 - 14:55 WIB
“Indonesia negara hukum, bukan negara para "penjegal" yang ringan tangan mencabut senjata sesuai order”
Hidayatullah.com—Anggota Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Manager Nasution mengaku kecewa tindakan yang dipentaskan Detasemen Khusus Antiteror (Densus) 88 dengan harus menembak mati terduga kasus terorisme.
Menurutnya, menembak mati pelaku sudah membuktinya tidak efektif memberantas terorisme
“Hanya mampu menjawab persoalan sesaat. Kekerasan itu tidak akan mampu menuntaskan persoalan terorisme secara komprehensif,” demikian ujarnya dalam rilis yang dikirim ke redaksi hidayatullah.com, Kamis (02/01/2014) siang.
Ia berharap aparat, termasuk Densus tidak lagi menjadi lembaga ‘pencabut nyawa’ masyarakat.
“Indonesia negara hukum, bukan negara para “penjegal” yang ringan tangan mencabut senjata sesuai order.”
Menurutnya, selama ini sudah lebih 100 orang terduga teroris yang ditembak mati Densus 88 tanpa proses hukum. Namun faktanya para pelaku teror bukan semakin berkurang tapi malah semakin banyak bermunculan.*
Anas: Terduga Teroris Kok Selalu Ditumpas Mati
Jum'at, 3 Januari 2014 - 13:27 WIB
Anas meyakini jika isu terorisme kerap dijadikan alat mengalihkan perhatian publik.
Hidayatullah.com–Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum mempertanyakan pola kerja Densus 88 Antiteror Polri dalam setiap penggerebekan terduga teroris yang kerap ditembak mati. Termasuk penggerebekan terduga teroris di Kampung Sawah, Ciputat.
“Terduga teroris kok selalu ditumpas mati. Apa tidak ada cara lain?” Kata Anas seperti dikutip hidayatullah.com, dari akun Twitter @anasurbaningrum, Jumat (03/01/2014) pagi.
Anas melanjutkan, “Bagaimana pastikan yang ditembak itu teroris? Kalau hidup bisa diperiksa lebih lanjut. Bukankah pernah kejadian salah tangkap?”
Anas sendiri setuju jika Polri gencar membasmi para pelaku terorisme. Tetapi hanya saja, isu terorisme ini kerap digunakan pihak tertentu untuk mengalihkan perhatian publik.
“Kapan saja basmi teroris pasti setuju. Hanya acapkali tangkap teroris dan jadi berita besar ketika ada yang terpojok opini,” tulisnya.
Kata Anas, “Kita dukung penuh pembasmian terorisme, termasuk deradikalisasi. Kita tolak terorisme jadi stok untuk opini dan lain.”*
Kabayan: Densus Dalapan Dalapan?
Ada fihak-fihak di NKRI ini yang "alergi" dengan Al Islam...
Kamis, 2 Januari 2014 - 21:26 WIB
Kalau kita mengakui Indonesia sebagai negara hukum tentu harus menjalankan asas praduga tak bersalah. Itu berarti seseorang tidak bisa dinyatakan bersalah dan dihukum bila belum dinyatakan bersalah oleh pengadilan.
Hidayatullah.com–Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Y. Thohari menilai, tindakan penembakan oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 dalam penangkapan terduga teroris di Ciputat, Tangerang Selatan, tidak sesuai dengan konstitusi karena tidak menjalankan prinsip-prinsip negara hukum.
“Tindakan Tim Densus 88 dalam menangani terduga teroris di Ciputat itu kurang tepat karena tidak sejalan dengan konstitusi yang menyatakan Indonesia sebagai negara hukum,” kata Hajriyanto di Jakarta, Kamis (2/1/2014).
Menurut dia, tindakan Tim Densus 88 Antiteror yang menembak mati para terduga teroris saat penangkapan telah melanggar prinsip-prinsip supremasi hukum.
“Saya hanya mengingatkan kepada Kepolisian RI, terutama Densus 88, akan bunyi UUD 1945 pasal 1 ayat 3 bahwa Indonesia adalah negara hukum. Maka para terduga teroris itu boleh dihukum mati, tetapi harus melalui keputusan pengadilan. Itu baru namanya negara hukum,” ujarnya.
Hajriyanto menekankan bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum, maka setiap orang yang diduga melanggar hukum harus tetap ditindak dengan proses penegakan hukum yang tepat.
“Artinya, due process of law (proses penegakan hukum) itu sendiri tentu tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang bertentangan dengan hukum,” katanya.
“Jadi, teroris boleh dihukum mati di Indonesia dengan cara ditembak, namun penembakan itu harus berdasarkan keputusan pengadilan,” ujarnya.
Terkait dengan perspektif tersebut, kata dia, maka penanganan terorisme di Ciputat yang dilakukan oleh Densus 88 itu kurang sejalan dengan prinsip-prinsip negara hukum.
“Apa karena teroris maka boleh di-dor di tempat? Kalau begitu, kenapa para koruptor tidak ditembak di tempat saja ketika digerebek tanpa harus dibawa ke pengadilan? Itu kan sama-sama terduga, terduga koruptor dan terduga teroris,” ucap Hajriyanto.
Selain itu, dia mengatakan Kepolisian RI tentu harus menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah dalam menjalankan tugasnya.
“Kalau kita mengakui Indonesia sebagai negara hukum tentu harus menjalankan asas praduga tak bersalah. Itu berarti seseorang tidak bisa dinyatakan bersalah dan dihukum bila belum dinyatakan bersalah oleh pengadilan,” kata dia.
Wakil Ketua MPR itu pun meyakini Tim Densus 88 Antiteror sebenarnya dapat melaksanakan prosedur penangkapan tanpa harus menembak mati para terduga teroris.
“Saya yakin sekali Polisi itu punya banyak instrumen untuk melumpuhkan terduga teroris tanpa harus menembak mati. Itu kan bisa memakai gas air mata biar lumpuh dan bisa ditangkap,” ujar Hajriyanto, dalam berita Antara.*
IPW Desak Komnas HAM Investigasi Operasi Densus 88
Jum'at, 3 Januari 2014 - 08:58 WIB
IPW berharap Komnas HAM mengawasi dengan ketat dan serius cara-cara kerja Densus 88
Hidayatullah.com– Indonesia Police Watch (IPW) meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melakukan investigasi terhadap operasi penggerebekan terduga teroris di Ciputat, Tangerang Selatan, oleh Tim Densus 88 pada malam pergantian tahun baru 2014.
“Dalam kasus Ciputat, Komnas HAM harus melakukan investigasi. IPW berharap Komnas HAM mengawasi dengan ketat dan serius cara-cara kerja Densus 88,” kata Ketua Presidium IPW Neta S. Pane melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Kamis (02/01/2014) dikutip Antara.
Neta menjelaskan investigasi perlu dilakukan untuk memastikan tidak ada tindakan pelanggaran HAM dalam operasi itu.
Tim Densus 88 melalui operasi penggerebekan selama ini kerap mengeksekusi nyawa para terduga, dengan dalih terjadi tembak-menembak dan para terduga melakukan perlawanan hebat terhadap polisi.
Dia menuding beragam logika juga kerap dibangun polisi dengan menyertakan keterangan saksi-saksi yang tidak meyakinkan.
Padahal, menurut Neta, operasi penggerebekan yang tidak transparan seperti itu justru menimbulkan kerisauan di masyarakat. Sebab bukan tidak mungkin masyarakat yang jarang bersosialisasi di sebuah wilayah tiba-tiba ditangkap, bahkan dieksekusi, lantas disebut-sebut sebagai terduga teroris.
“Cara-cara polisi yang mengeksekusi nyawa orang-orang yang dituding sebagai teroris di lapangan tentu sangat disesalkan. Meski sudah banyak dikecam berbagai pihak, tindakan eksekusi terus terjadi,” kata dia.
Dia menekankan bahwa tugas utama polisi adalah melumpuhkan tersangka, bukan sebagai eksekutor yang selalu menewaskan nyawa para terduga pelaku terorisme.
Sebelumnya, sejak Selasa (31/12/2013) sore hingga Rabu (01/01/2014) pagi tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri dan Polda Metro Jaya melakukan penggerebekan di sebuah rumah kontrakan di Kelurahan Kampung Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan.
Dalam penggerebekan yang disertai baku tembak itu, enam terduga yang diduga bagian dari kelompok Abu Roban tewas.
Terduga yang tewas adalah Nurul Haq alias Dirman, Ozi alias Tomo, Rizal alias Hendi, Edo alias Ando, dan Amril.
Sementara satu orang sebelumnya tewas ditembak di ujung Gang Hasan ketika mengendarai motor adalah Daeng alias Dayat.
Tidak urung kasus ini mengundang pertanyaan berbagai kalangan. Anggota Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Manager Nasution meminta Densus 88 tidak menjadi ‘lembaga pencabut nyawa’.*
Anggota Komnas HAM: Densus Tak Boleh jadi Lembaga Pencabut Nyawa
Kamis, 2 Januari 2014 - 14:55 WIB
“Indonesia negara hukum, bukan negara para "penjegal" yang ringan tangan mencabut senjata sesuai order”
Hidayatullah.com—Anggota Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Manager Nasution mengaku kecewa tindakan yang dipentaskan Detasemen Khusus Antiteror (Densus) 88 dengan harus menembak mati terduga kasus terorisme.
Menurutnya, menembak mati pelaku sudah membuktinya tidak efektif memberantas terorisme
“Hanya mampu menjawab persoalan sesaat. Kekerasan itu tidak akan mampu menuntaskan persoalan terorisme secara komprehensif,” demikian ujarnya dalam rilis yang dikirim ke redaksi hidayatullah.com, Kamis (02/01/2014) siang.
Ia berharap aparat, termasuk Densus tidak lagi menjadi lembaga ‘pencabut nyawa’ masyarakat.
“Indonesia negara hukum, bukan negara para “penjegal” yang ringan tangan mencabut senjata sesuai order.”
Menurutnya, selama ini sudah lebih 100 orang terduga teroris yang ditembak mati Densus 88 tanpa proses hukum. Namun faktanya para pelaku teror bukan semakin berkurang tapi malah semakin banyak bermunculan.*
Anas: Terduga Teroris Kok Selalu Ditumpas Mati
Jum'at, 3 Januari 2014 - 13:27 WIB
Anas meyakini jika isu terorisme kerap dijadikan alat mengalihkan perhatian publik.
Hidayatullah.com–Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum mempertanyakan pola kerja Densus 88 Antiteror Polri dalam setiap penggerebekan terduga teroris yang kerap ditembak mati. Termasuk penggerebekan terduga teroris di Kampung Sawah, Ciputat.
“Terduga teroris kok selalu ditumpas mati. Apa tidak ada cara lain?” Kata Anas seperti dikutip hidayatullah.com, dari akun Twitter @anasurbaningrum, Jumat (03/01/2014) pagi.
Anas melanjutkan, “Bagaimana pastikan yang ditembak itu teroris? Kalau hidup bisa diperiksa lebih lanjut. Bukankah pernah kejadian salah tangkap?”
Anas sendiri setuju jika Polri gencar membasmi para pelaku terorisme. Tetapi hanya saja, isu terorisme ini kerap digunakan pihak tertentu untuk mengalihkan perhatian publik.
“Kapan saja basmi teroris pasti setuju. Hanya acapkali tangkap teroris dan jadi berita besar ketika ada yang terpojok opini,” tulisnya.
Kata Anas, “Kita dukung penuh pembasmian terorisme, termasuk deradikalisasi. Kita tolak terorisme jadi stok untuk opini dan lain.”*
Kabayan: Densus Dalapan Dalapan?
Ada fihak-fihak di NKRI ini yang "alergi" dengan Al Islam...
No comments:
Post a Comment