Mantan Tentara Zionis Bicara
(Yahudi Zionis) Lebih Parah dari Apartheid
Hidayatullah.com—Sebagian Yahudi mengatakan bahwa mereka tidak setuju dengan berdirinya negara Zionis Israel. Alasannya, mereka percaya negara Yahudi hanya akan berdiri jika Messiah telah datang. Namun benarkah klaim itu?
Jika melihat bagaimana kemarahan mereka saat disuruh keluar oleh pemerintah Zionis dari pemukiman Yahudi di Gaza –menjelang diterapkannya blokade atas wilayah pesisir itu– tentu kita tidak akan mudah mempercayai klaim tersebut. Terlebih, seperti telah dikemukakan di awal, upaya mereka untuk menguasai wilayah Palestina sudah dilakukan sejak pemerintahan Islam berkuasa di sana. Dan jika memang mereka tidak menginginkan negara sendiri, tentu orang-orang Yahudi yang menetap di berbagai negara, tidak akan berbondong-bondong mendatangi wilayah Palestina. Dan Yahudi yang tidak pindah ke Israel, tidak akan memberikan dukungan moral dan finansial dari luar negeri.
Meskipun hanya segelintir, ada juga orang Yahudi yang muak dengan apa yang dilakukan oleh saudara Yahudi mereka. Ia menjuluki dirinya sebagai "self-hating Jew", orang Yahudi yang membenci dirinya sendiri. Salah satunya adalah Gilad Atzmon, mantan anggota militer Israel Defence Force (IDF), penulis buku tentang zionisme "The Wandering Who?" (Siapa yang Tersesat?).
Dalam bukunya Atzmon menceritakan, di masa-masa awal kehidupannya ia sangat percaya dengan keunggulan bangsa Yahudi di atas bangsa-bangsa lainnya. Ia percaya bahwa Yahudi memang orang-orang yang terpilih, sama seperti pemikiran kakeknya –yang disebutnya sebagai seorang veteran Zionis teroris– dan Yahudi lainnya.
Ia menganggap orang Palestina, yang mencuci kendaraan, membangun rumah-rumah, menjaga toko dan bahkan membersihkan kotoran orang-orang Yahudi dengan upah minim, meskipun ada namun dianggap tidak ada.
Kecintaannya memainkan alat musik saxophone dan jenis musik jazz, yang umumnya dimainkan oleh orang-orang kulit hitam di Amerika, sedikit banyak membuka matanya akan eksistensi ras selain Yahudi. Perasaan lembut yang terasah oleh jazz itu terbawa hingga Atzmon masuk wajib militer di IDF pada usia 17 tahun.
Saat ditugaskan di Libanon, Atzmon mengamati para tawanan Palestina. Orang-orang itu kelihatan berbeda dengan orang Palestina yang tinggal di Al-Quds. Mereka yang dilihatnya di Ansar, kelihatan marah. Mereka tidak merasa sebagai orang yang kalah, sebab mereka adalah para pejuang kemerdekaan.
Saat melintasi pembatas kawat berduri dengan mengenakan seragam tentara Zionis sambil mengamati para tawanan di kamp konsetrasi itu, tiba-tiba Atzmon merasa seperti seorang Nazi dan para tawanan itu adalah orang Yahudi. Meskipun demikian, perlu waktu bertahun-tahun baginya, untuk menghilangkan pengaruh indoktrinasi Yahudi-sentris yang diterimanya sejak kecil.
Setelah berpikir sekitar 10 tahun, dengan penuh kesadaran pria kelahiran Tel Aviv tahun 1963 itu kemudian pergi menjauhi Israel menuju London untuk kuliah dan berkarir sebagai musisi. Dari sana pula lulusan filsafat itu aktif menulis dan mengkritik zionisme.
Menurut Atzmon, Yahudi dibagi tiga. Pertama, orang-orang yang menganut agama Yahudi. Kedua, mereka yang menganggap dirinya manusia dan kebetulan memiliki darah Yahudi. Ketiga, mereka yang menaruh keyahudiannya di atas semua bangsa dan golongan.
Kelompok pertama dan kedua tidak berbahaya, kata Atzmon. Namun, kelompok ketiga itulah yang sangat merusak. Mereka orang-orang Zionis.
Zionisme bukan sekadar gerakan kolonialisme yang mengincar Palestina, seperti yang dikatakan oleh sejumlah sarjana. Zionisme sebenarnya gerakan global yang dikompori oleh solidaritas kesukuan yang unik.
Orang Yahudi sangat bangga dengan keyahudiannya. Namun, pada saat yang sama mereka akan merasa terhina jika dipanggil dengan sebutan 'Jew'. Istilah Jew (Yahudi dalam bahasa Inggris) kerap dilarang dipergunakan di forum-forum di dunia maya, karena dianggap sebagai istilah tabu.
Israel adalah negara Yahudi. Dan keyahudian mereka adalah ideologi etno-sentris yang didorong oleh ekslusivitas, eksepsionalisme, dan supremasi rasial.
Membela Kepentingan Zionisme
Dari sudut pandang Zionis, tidak ada yang dinamakan Yahudi Kanada atau semisalnya. Yang ada adalah Yahudi yang tinggal di Kanada. Dan tujuan utama zionisme adalah melayani kepentingan negara Yahudi, Israel.
Oleh karena itu, orang-orang Yahudi yang memiliki jabatan tinggi di berbagai negara, seperti Paul Wolfowitz (pernah menjabat Presiden Bank Dunia dan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia), Rahm Emmanuel (menjabat Gubernur Chicago dan Kepala Staf Gedung Putih dalam pemerintahan Obama), Lord Levy (politisi Partai Buruh dan menduduki kursi di majelis tinggi parlemen Inggris, teman dekat mantan perdana menteri Tony Blair) dan David Aaronovitch (wartawan, penyiar, penulis dengan segudang pengalaman di berbagai perusahaan media seperti BBC, The Times, Guardian, The Observer, dan lainnya), mereka tetap bertahan di posisi mereka dan tidak pindah ke Israel. Sebab, keberadaan mereka yang dekat dengan pusat kekuasaan di berbagai negara, lebih efektif untuk membela kepentingan zionisme.
Zionis memiliki sifat parasit. Mereka sangat paham bahwa kelangsungan hidupnya tergantung pada kerjasama dengan pihak-pihak yang memiliki kekuatan. Termasuk dengan pemilik tanah yang mereka jajah, tentunya dengan memberikan sedikit bantuan kepada mereka. Israel seperti kanker yang menggerogoti wilayah jajahannya.
Atzmon sepakat dengan Farid Esack, seorang sarjana Afrika Selatan, penulis dan aktivis politik yang dikenal menentang apartheid. Dalam surat terbukanya untuk rakyat Palestina, Esack menulis, "Israel bukan sebuah apartheid, bahkan ia lebih parah dari itu."
Holocaust merupakan "agama baru" yang dilahirkan oleh zionisme, yang kemudian melahirkan "tuhan-tuhan kecil" di kalangan Yahudi. Ada Alan Greenspan yang dianggap sebagai “tuhan perekonomian”, Abe Fox sebagai “tuhan yang memerangi fitnah” atas Yahudi, Milton Friedman “tuhan pasar bebas”, Lord Levy “tuhan yang piawai menggalang dana untuk zionisme”, serta AIPAC (American Israel Public Affairs Committee) yang merupakan Olimpus-nya Amerika. AIPAC merupakan tempat para pejabat politik yang terpilih di Amerika Serikat meminta belas kasihan, tempat pengampunan para goyim (non-Yahudi) dan juga tempat meminta uang tunai.
Goyim menurut orang Yahudi, adalah orang selain Yahudi yang dilahirkan untuk melayani mereka. Presiden AS Barack Obama, bisa disebut sebagai salah satu contoh goyim yang senantiasa berhubungan erat dengan AIPAC.
Dalam artikelnya berjudul "Zionist Being Swept Away by the Changing Tide", yang membahas tentang meningkatnya kesadaran orang akan bahaya zionisme dan kemarahan orang-orang Yahudi terhadap bukunya "The Wandering Who?", Atzmon mengaku mendapat banyak gangguan dari Zionis. Mulai dari tekanan untuk menarik bukunya, menghambat distribusi hingga membakar bukunya. Bahkan konser musiknya pun berusaha digagalkan.
Namun Atzmon menilai, semakin Zionis menekan dirinya, hal itu menunjukkan kebenaran tulisannya tentang politik zionisme. Dan semakin buruk taktik Zionis, semakin banyak orang yang akan berpihak kepadanya.
Di bagian akhir artikelnya itu, Atzmon menulis, "Cukup sudah. Kami tidak ingin mendengar lagi tentang anti-Semit, holocaust, dan betapa hebatnya penderitaan orang-orang Yahudi. Hal yang seharusnya mendapatkan perhatian adalah masalah Islamophobia dan bencana yang menimpa bangsa Palestina."
(Yahudi Zionis) Lebih Parah dari Apartheid
Hidayatullah.com—Sebagian Yahudi mengatakan bahwa mereka tidak setuju dengan berdirinya negara Zionis Israel. Alasannya, mereka percaya negara Yahudi hanya akan berdiri jika Messiah telah datang. Namun benarkah klaim itu?
Jika melihat bagaimana kemarahan mereka saat disuruh keluar oleh pemerintah Zionis dari pemukiman Yahudi di Gaza –menjelang diterapkannya blokade atas wilayah pesisir itu– tentu kita tidak akan mudah mempercayai klaim tersebut. Terlebih, seperti telah dikemukakan di awal, upaya mereka untuk menguasai wilayah Palestina sudah dilakukan sejak pemerintahan Islam berkuasa di sana. Dan jika memang mereka tidak menginginkan negara sendiri, tentu orang-orang Yahudi yang menetap di berbagai negara, tidak akan berbondong-bondong mendatangi wilayah Palestina. Dan Yahudi yang tidak pindah ke Israel, tidak akan memberikan dukungan moral dan finansial dari luar negeri.
Meskipun hanya segelintir, ada juga orang Yahudi yang muak dengan apa yang dilakukan oleh saudara Yahudi mereka. Ia menjuluki dirinya sebagai "self-hating Jew", orang Yahudi yang membenci dirinya sendiri. Salah satunya adalah Gilad Atzmon, mantan anggota militer Israel Defence Force (IDF), penulis buku tentang zionisme "The Wandering Who?" (Siapa yang Tersesat?).
Dalam bukunya Atzmon menceritakan, di masa-masa awal kehidupannya ia sangat percaya dengan keunggulan bangsa Yahudi di atas bangsa-bangsa lainnya. Ia percaya bahwa Yahudi memang orang-orang yang terpilih, sama seperti pemikiran kakeknya –yang disebutnya sebagai seorang veteran Zionis teroris– dan Yahudi lainnya.
Ia menganggap orang Palestina, yang mencuci kendaraan, membangun rumah-rumah, menjaga toko dan bahkan membersihkan kotoran orang-orang Yahudi dengan upah minim, meskipun ada namun dianggap tidak ada.
Kecintaannya memainkan alat musik saxophone dan jenis musik jazz, yang umumnya dimainkan oleh orang-orang kulit hitam di Amerika, sedikit banyak membuka matanya akan eksistensi ras selain Yahudi. Perasaan lembut yang terasah oleh jazz itu terbawa hingga Atzmon masuk wajib militer di IDF pada usia 17 tahun.
Saat ditugaskan di Libanon, Atzmon mengamati para tawanan Palestina. Orang-orang itu kelihatan berbeda dengan orang Palestina yang tinggal di Al-Quds. Mereka yang dilihatnya di Ansar, kelihatan marah. Mereka tidak merasa sebagai orang yang kalah, sebab mereka adalah para pejuang kemerdekaan.
Saat melintasi pembatas kawat berduri dengan mengenakan seragam tentara Zionis sambil mengamati para tawanan di kamp konsetrasi itu, tiba-tiba Atzmon merasa seperti seorang Nazi dan para tawanan itu adalah orang Yahudi. Meskipun demikian, perlu waktu bertahun-tahun baginya, untuk menghilangkan pengaruh indoktrinasi Yahudi-sentris yang diterimanya sejak kecil.
Setelah berpikir sekitar 10 tahun, dengan penuh kesadaran pria kelahiran Tel Aviv tahun 1963 itu kemudian pergi menjauhi Israel menuju London untuk kuliah dan berkarir sebagai musisi. Dari sana pula lulusan filsafat itu aktif menulis dan mengkritik zionisme.
Menurut Atzmon, Yahudi dibagi tiga. Pertama, orang-orang yang menganut agama Yahudi. Kedua, mereka yang menganggap dirinya manusia dan kebetulan memiliki darah Yahudi. Ketiga, mereka yang menaruh keyahudiannya di atas semua bangsa dan golongan.
Kelompok pertama dan kedua tidak berbahaya, kata Atzmon. Namun, kelompok ketiga itulah yang sangat merusak. Mereka orang-orang Zionis.
Zionisme bukan sekadar gerakan kolonialisme yang mengincar Palestina, seperti yang dikatakan oleh sejumlah sarjana. Zionisme sebenarnya gerakan global yang dikompori oleh solidaritas kesukuan yang unik.
Orang Yahudi sangat bangga dengan keyahudiannya. Namun, pada saat yang sama mereka akan merasa terhina jika dipanggil dengan sebutan 'Jew'. Istilah Jew (Yahudi dalam bahasa Inggris) kerap dilarang dipergunakan di forum-forum di dunia maya, karena dianggap sebagai istilah tabu.
Israel adalah negara Yahudi. Dan keyahudian mereka adalah ideologi etno-sentris yang didorong oleh ekslusivitas, eksepsionalisme, dan supremasi rasial.
Membela Kepentingan Zionisme
Dari sudut pandang Zionis, tidak ada yang dinamakan Yahudi Kanada atau semisalnya. Yang ada adalah Yahudi yang tinggal di Kanada. Dan tujuan utama zionisme adalah melayani kepentingan negara Yahudi, Israel.
Oleh karena itu, orang-orang Yahudi yang memiliki jabatan tinggi di berbagai negara, seperti Paul Wolfowitz (pernah menjabat Presiden Bank Dunia dan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia), Rahm Emmanuel (menjabat Gubernur Chicago dan Kepala Staf Gedung Putih dalam pemerintahan Obama), Lord Levy (politisi Partai Buruh dan menduduki kursi di majelis tinggi parlemen Inggris, teman dekat mantan perdana menteri Tony Blair) dan David Aaronovitch (wartawan, penyiar, penulis dengan segudang pengalaman di berbagai perusahaan media seperti BBC, The Times, Guardian, The Observer, dan lainnya), mereka tetap bertahan di posisi mereka dan tidak pindah ke Israel. Sebab, keberadaan mereka yang dekat dengan pusat kekuasaan di berbagai negara, lebih efektif untuk membela kepentingan zionisme.
Zionis memiliki sifat parasit. Mereka sangat paham bahwa kelangsungan hidupnya tergantung pada kerjasama dengan pihak-pihak yang memiliki kekuatan. Termasuk dengan pemilik tanah yang mereka jajah, tentunya dengan memberikan sedikit bantuan kepada mereka. Israel seperti kanker yang menggerogoti wilayah jajahannya.
Atzmon sepakat dengan Farid Esack, seorang sarjana Afrika Selatan, penulis dan aktivis politik yang dikenal menentang apartheid. Dalam surat terbukanya untuk rakyat Palestina, Esack menulis, "Israel bukan sebuah apartheid, bahkan ia lebih parah dari itu."
Holocaust merupakan "agama baru" yang dilahirkan oleh zionisme, yang kemudian melahirkan "tuhan-tuhan kecil" di kalangan Yahudi. Ada Alan Greenspan yang dianggap sebagai “tuhan perekonomian”, Abe Fox sebagai “tuhan yang memerangi fitnah” atas Yahudi, Milton Friedman “tuhan pasar bebas”, Lord Levy “tuhan yang piawai menggalang dana untuk zionisme”, serta AIPAC (American Israel Public Affairs Committee) yang merupakan Olimpus-nya Amerika. AIPAC merupakan tempat para pejabat politik yang terpilih di Amerika Serikat meminta belas kasihan, tempat pengampunan para goyim (non-Yahudi) dan juga tempat meminta uang tunai.
Goyim menurut orang Yahudi, adalah orang selain Yahudi yang dilahirkan untuk melayani mereka. Presiden AS Barack Obama, bisa disebut sebagai salah satu contoh goyim yang senantiasa berhubungan erat dengan AIPAC.
Dalam artikelnya berjudul "Zionist Being Swept Away by the Changing Tide", yang membahas tentang meningkatnya kesadaran orang akan bahaya zionisme dan kemarahan orang-orang Yahudi terhadap bukunya "The Wandering Who?", Atzmon mengaku mendapat banyak gangguan dari Zionis. Mulai dari tekanan untuk menarik bukunya, menghambat distribusi hingga membakar bukunya. Bahkan konser musiknya pun berusaha digagalkan.
Namun Atzmon menilai, semakin Zionis menekan dirinya, hal itu menunjukkan kebenaran tulisannya tentang politik zionisme. Dan semakin buruk taktik Zionis, semakin banyak orang yang akan berpihak kepadanya.
Di bagian akhir artikelnya itu, Atzmon menulis, "Cukup sudah. Kami tidak ingin mendengar lagi tentang anti-Semit, holocaust, dan betapa hebatnya penderitaan orang-orang Yahudi. Hal yang seharusnya mendapatkan perhatian adalah masalah Islamophobia dan bencana yang menimpa bangsa Palestina."
No comments:
Post a Comment