RABU (21/11/2012) kemarin, menandai Gerakan Perjuangan Islam Harakatul Muqawwamah al-Islamiyyah (Hamas) berhasil membuat ‘takluk’ Zionis-Israel dengan sebuah perjanjian gencatan senhata di Kairo, sesudah perang selama 8 hari yang diawali dengan pembunuhan pemimpin mujahidin Hamas Ahmad al-Ja’bari.
Negosiasi dilaksanakan di Kairo dengan mediasi pemerintahan Mesir dibawah Mursy melahirkan perjanjian yang efektif diberlakukan pada pukul 21 waktu setempat -atau pukul 01 WIB atau Kamis (22/11/2012) WIB.
Di antara teks kesepakatan gencatan senjata tersebut adalah: Pertama; Israel akan menghentikan semua tindakan permusuhan (hostilities) di daratan, laut dan udara Jalur Gaza, termasuk invasi-invasi dan penargetan individu-individunya. Kedua, semua faksi Palestina akan menghentikan semua tindakan permusuhan dari Jalur Gaza terhadap Israel, termasuk serangan roket dan semua serangan di sepanjang perbatasan. Ketiga, adanya pembukaan perbatasan-perbatasan dan difasilitasinya perpindahan/pergerakan orang dan barang dan dihentikannya pembatasan-pembatasan terhadap warga serta pentargetan warga di kawasan perbatasan. Prosedur pelaksanaan (kesepakatan ini) akan dilaksanakan dalam 24 jam sesudah dimulainya gencatan senjata.
Sesungguhnya jika dicermati secara jeli, perjanjian ini secara tidak langsung menunjukkan sudah tidak adanya “blokade” yang selama ini merupakan sangat memberatkan warga Gaza. Hanya saja, apakah kesepakatan seperti ini berlangsung selamanya atau hanya sementara? Masalahnya, sejarah sudah membuktikan, bahwa bangsa Yahudi adalah bangsa yang dikenal suka berhianat dan suka mengingkari perjanjian.
Nabinya saja dikhianati.
Beberapa jam adanya perjanjian senjata antara Hamas dengan Zionis-Israel, tentara Israel masih melanggar kesepakatan dengan menembak petani Palestina. Sejatinya tidak ada yang mengherankan. Itulah watak asli Israel alias Yahudi: bangsa yang suka melanggar janji dan mengkhianati kesepakatan. Bahkan kepada nabi mereka, Mūsā, mereka terbiasa mempermainkan perjanjian dengan Allah (Qs. al-Baqarah (2): 62). Kalau bukan karena rahmat Allah atas mereka, niscaya mereka telah binasa (Qs. al-Baqarah (2): 64). Itu sebabnya bangsa Yahudi banyak sekali mendapat siksa, karena cepat sekali mengingkari janji-janjinya kepada Allah. Maka dalam Al-Qur’an mereka dicap sebagai al-maghḍūb ‘alaihim: bangsa dan kaum yang dimurkai oleh Allah. (Lihat, Imam Jalāl al-Dīn Muḥammad ibn Aḥmad ibn Muḥammad al-Maḥallī & Imam Jalāl al-Dīn ‘Abd al-Raḥmān ibn Abī Bakr al-Suyūṭī, Tafsīr al-Jalālain, ed. Muḥammad Dzulkifli Zain al-Dīn al-Waṭanī (Jakarta: Dār al-Kutub al-Islāmiyyah, 1432 H/2011 M), hlm. 18).
Kejadian yang paling mendalam yang harus dikenang umat Islam sepanjang seajrah adalah kasus di al-Madīnah al-Munawwarah sendiri. Ketika kaum Yahudi melanggar perjanjian yang mereka sepakati dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam. Di mana mereka dilindungi Rasulullah dan sepakat untuk tidak saling membantu musuh yang akan menyerang kota al-Madīnah. Namun perjanjian itu rupanya dikhianati. Mereka bersekongkol dengan Bangsa Quraisy di Makkah untuk menyerang kota al-Madīnah dan menghancurkan umat Islam dari belakang.
Peristiwa pengkhianatan mereka ini direkam oleh sejarah dalam Perang Khandaq (Perang Aḥzāb), yang terjadi pada tahun ke-5 Hijrah. Perang Aḥzāb ini memberikan pelajaran penting kepada Rasulullah bahwa Bangsa Yahudi sebagai manusia yang tak pernah jujur memegang janji-janjinya kepada sabda nabi Mūsā.
Karena pelanggaran janji itu lah kemudian Rasulullah menghukum mati Bangsa Yahudi laki-laki dewasa, sedangkan anak-anak dan perempuan diusir keluar dari kota al-Madīnah. (Lihat, Syekh Muṣṭafā al-Marāghī, 76 Karakter Yahudi dalam Al-Qur’an, Penyunting: Muhammad Thalib (Solo: Pustaka Mantiq, 1991), hlm. 36, 37).
Oleh karenanya, umat Islam harus senantiasa ekstra hati-hati ketika berhadapan dengan Yahudi, bangsa yang suka melanggar janji dan pengkhianat kesepakatan. Dan ini sudah terjadi sepanjang sejarah kehidupan mereka di dunia ini. Dan, sejarah seperti ini terus berulang sampai dunia ini diakhiri oleh Allah swt. dengan kiamat.
Tidak usah dipercaya!
Mantan presiden Amerika, Benyamin Franklin sudah sejak menegaskan meramalkan bahwa bangsa Yahudi tidak layak dipercaya, karena sangat berbahaya. Kata Franklin:
“Di sana ada bahaya besar yang mengancam Amerika. Bahaya itu adalah orang-orang Yahudi. Di bumi mana pun Yahudi itu berdiam, mereka selalu menurunkan tingkat moral kejujuran dalam dunia komersial. Mereka hidup mengisolasi diri dan berusaha mencekik leher keuangan penduduk pribumi, seperti yang terjadi di Portugal dan Spanyol.Franklin juga menyatakan, “Aku ingatkan Anda sekalian. Kalau Anda tidak menyingkirkan orang Yahudi dari Amerika untuk selamanya, maka anak cucuk dan cicit kalian akan memanggil-manggil nama kalian dari atas liang kubur kalian. Pikiran yang ada di benak orang Yahudi tidak sama seperti yang ada pada orang Amerika. Meskipun mereka hidup bersama kita selama beberapa generasi, mereka tidak akan berubah sebagaimana macan tutul tidak bisa mengubah warna tutul kulitnya. Mereka akan menghapus institusi kita. Oleh karena itu, mereka harus disingkirkan dengan kekuatan konstitusi.” (Kutipan dari ‘Jurnal Charles Pinsky, South Carolina berkenaan dengan Rencana Undang-undang 1789’ mengenai pernyataan Benyamin Franklin tentang imigrasi Yahudi). (Lihat, William G. Car, Yahudi Menggenggam Dunia, Terj. Mustolah Maufur (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993), hlm. 30, 31).
Sejak lebih dari 1700 tahun, orang Yahudi mengeluhkan nasib yang mereka alami, karena mereka telah diusir dari bumi pertiwi. Perlu diketahui, wahai saudara sekalian, seandainya dunia berbudaya sekarang memberi mereka tanah Palestina, mereka akan segera mencari berbagai alasan untuk tidak kembali ke sana. Mengapa? Mereka tidak lain adalah binatang vampire (hantu yang mengisap darah manusia).”
Itu lah karakter Yahudi. Mereka ibarat vampire, pengisap darah manusia. Jika dalam dunia tumbuhan, bangsa Yahudi adalah ‘benalu’: hidup menumpang tapi merusak dan merugikan, bahkan mematikan indung tempat dia tinggal. Dan dalam masalah keamanan mereka ibarat ‘duri dalam daging’. Sementara dalam masalah politik mereka adalah bangsa yang ‘pragmatis’ alias mau menang sendiri. (Mengenai politik pragmatis Israel, lihat Adian Husaini, "Mau Memang Sendiri: Israel Sang Teroris yang Pragmatis?" (Surabaya: Pustaka Progressif, 2002).
Untuk itu, umat Islam tidak boleh percaya sedikit pun kepada bangsa Yahudi. Apalagi bekerjasama dalam bidang apa pun, tidak boleh terjadi. Bahanya begitu laten dalam politik, ekonomi, kebudayaan, masyarakat maupun militer. (Lihat, Muhsin Anbataani, "Mengapa Kita Tidak Berdamai Saja dengan Yahudi?" Terj. Salim Basyarahil (Jakarta: Gema Insani Press, 1412 H/1991 M). Dan tentunya, pengaruh Israel sangat jelas dalam mind-set dan perusakan worldview (pandangan-hidup), yaitu millah (Qs. 2: 120).
Dapat dibayangkan, Israel yang bukan penduduk asli Palestina saja dapat menjanjang bangsa Palestina. Maka dalih apapun yang digunakan kaum Zionis bahwa Palestina adalah Tanah-Airnya mutlak salah. Sejak purbakala, wilayah Palestina adalah Tanah-Airnya rakyat Filistine, atau bangsa Palestina sekarang.
Dalam puluhan tahun perdebatan di PBB, dalih kaum Zionis Internasional tentang hak-historis atas Palestina berdasarkan Kitab Injil Kuno, sudah terbantah dengan meyakinkan. Prof. Henry Cattan, seorang ahli sejarah dan hukum internasional kelahiran Jerusalem, dalam bukunya "Palestine, the Arabs and Israel: The Search for Justice" (1969), menegaskan secara ilmiah dan objektif, bahwa orang-orang Israel bukan penduduk asli Palestina. Sejak eksodus orang-orang Israel dari Mesir pada abad ke-12 SM, mereka sebenarnya menyebut wilayah Palestina. Kemudian mereka mengembara terus-menerus ke mana-mana, sampai ke abad ke-18 dan 19. Terutama ke Eropa Timur, Eropa Tengah dan Eropa Barat; dan menjadi orang Barat sama sekali. (Lihat, Roeslan Abdulgani, “Kata Pengantar”, dalam Paul Findley, "Mereka Berani Bicara: Menggugat Dominasi Lobi Yahudi", Terj. Hamid Basyaib (Bandung: Mizan, cet. III, 1412 H/1992 M), hlm. 13).
Intinya, kaum Muslimin – bahkan seluruh dunia – tidak pantas untuk percaya kepada bangsa Yahudi. Namun penting pula dicatat bahwa kebohongan dan pengkhiatan yang dilakukan oleh bangsa Yahudi bukan tanpa dukungan. Lobinya begitu kuat dan berpengaruh di Inggris, Prancis, Amerika Serikat bahkan negara komunis seperti Uni Sovyet. Pengaruhnya juga begitu hebat dalam PBB, FAO, UNESCO, IMF, dan organisasi penting lainnya. (Fuad ibn Sayyid Abdurrahman Ar-Rifa’i, "Yahudi dalam Informasi dan Organisasi", Terj. Moh. Hamdan Usman Abu Fa’iz (Jakarta: Gema Insani Press, cet. II, 1422 H/2002 M).
Penting kiranya kita untuk bercermin kepada sejarah. Sejarah kemanusiaan yang penuh dengan berbagai bentuk pengkhianatan dan pelanggaran bangsa Yahudi. Sejarah yang tidak boleh dilupakan oleh siapa pun yang mengaku beriman kepada Kitabullah, Al-Qur’an. Karena Allah telah mengabarkan di dalamnya bahwa Yahudi memang bangsa pengkhianat dan pelanggar janji. Bukan saja janji kepada manusia, janji mereka kepada Allah pun dikhianati. Fa‘tabirū yā ulil-abṣār!*
Penulis adalah pengajar di Pondok Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah, Medan, Sumatera Utara. Penulis buku “Salah Paham tentang Islam: Dialog Teologis Muslim-Kristen di Dunia Maya” (2012)