REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Semua bayi yang lahir ke dunia adalah
seorang Muslim. Hanya saja, tidak ada yang menyadari hal tersebut.
Demikian keyakinan Themise Cruz setelah dirinya memeluk Islam beberapa
tahun silam.
"Kita lahir dalam keadaan Islam. Sayang, budaya sekitar kita yang mengubah kenyataan itu. Tapi Allah rupanya menyayangiku, ia berikan hidayah padaku untuk kembali pada Islam," papar dia.
Themis menuturkan perkenalannya pada Islam diawali saat ia mengikuti pelatihan di kampus selama bulan Ramadhan. Pelatihan itu digelar mahasiswa Muslim guna memperkenalkan Islam kepada warga kampus. "Di kampuslah, saya bertemu dengan Muslimah yang mengundang saya ke rumahnya untuk belajar dan makanan," kenang Themise.
Awalnya, ia merasa risih dengan perbedaan budaya antara ia dan temannya. Sempat terpikir untuk menolak, namun ia tidak mau terjebak dalam sterotip negatif tentang Islam. Ia harus membuka pikirannya tentang apa yang menjadi pandangan umum masyarakat Amerika Serikat saat itu.
Tapi sang Pencipta yang memberikan jalan kepada Themise untuk terikat dengan persahabatan dengan Muslimah, yang merupakan imigran dari Timur Tengah. Ia selanjutnya diperkenalkan dengan gaya hidup Islam. Dari persahabatan itulah, ia tahu setiap Muslim dilarang untuk mengkonsumsi alkohol dan daging babi. Ia juga menyaksikan sahabatnya itu melaksanakan shalat dan berpuasa.
"Sejak saat itu, saya pikir ada yang salah tentang pandangan masyarakat AS terhadap Islam. Jujur saya sempat bingung waktu itu, tapi saya tidak tahu kalau hal itu merupakan tanda saya mendapatkan hidayah dari Allah SWT," ungkapnya.
Kebingungan terus melanda Themise. Ia seolah makin bingung entah harus berbuat apa. "Saya berhasil dalam aspek materi kehidupan, tetapi pikiran dan hati saya selalu gelisah. Aku begitu lemah, aku seperti menipu diriku sendiri untuk percaya pada hal-hal bersifat material seperti apa yang diajarkan orang tua ku," kisah Themise.
Selepas ibunya meninggal, Themise kian hampa. Peninggalan harta melimpah tidak membuatnya tenang. Ia mencoba untuk melanjutkan hidupnya. Tapi lagi-lagi ia kembali didera kebingungan. "Aku tidak lagi mengabaikan Allah. Aku harus membuka diri atas Allah," kata Themise.
Tak berselang lama, Themise pun melaksanakan niatnya itu. Ia memang sudah membayangkan akan mengalami kesulitan untuk memulainya. Islam merupakan agama yang disiplin dengan ritual. Secara budaya, bahasa dan ritual, Islam jauh berbeda dengan keyakinan terdahulu. Beruntung, Themise mendapat banyak bantuan suami yang Muslim.
"Suamiku mengajarkan banyak hal tentang Islam. Berkat bantuannya, aku secara perlahan mulai memahami Islam. Harus diakui, aku seolah baru mengenal agama dan Tuhan ketika bersinggungan dengan Islam. Saya mulai pelahan membaca Quran selama berjam-jam pada suatu waktu," paparnya.
"Aku tahu, Allah akan menolong saya," tambah dia.
Semenjak menjadi Muslimah, Themise mulai berkomunikasi dengan saudara seiman. Mereka membantu Themise untuk lebih mudah memahami Islam. Sebulan sekali, Themise bersama teman-temannya itu menggelar pengajian. Banyak hal baru yang diperoleh Themise.
Ia pun mulai memahami pentingnya kesabaran dan pemahaman. Hal itulah, yang menyebabkan Themise kian menyadari keberadaan Pencipta. "Dia memberikan ku kekuatan dan kesabaran. Aku selalu menyadari Allah selalu bekerja dengan cara-Nya yang mungkin tidak dimengerti manusia," kata dia.
Tidak Diterima
Secara perlahan Themise mulai terbiasa dengan identitas barunya sebagai Muslimah. Namun, tidak dengan keluarganya. Hingga kini, keputusannya memeluk Islam tidak diterima oleh keluarganya. Keluarganya pun menolak keberadaan suaminya. "Bagaimana Anda meninggalkan Yesus, sementara aku mengasihi Yesus," kata salah seorang kerabatnya kepada Themise.
Themise begitu tenang menjawab pertanyaan itu. Menurutnya, ia tidak meninggalkan Yesus. Hanya saja, dirinya mulai memahami ajaran Yesus sebenarnya. "Islam mengharuskan setiap Muslim mengimani para Nabi sebelum Nabi Muhammad SAW. Artinya, setiap Muslim harus menghormati Yesus dan Ibrahim," jawab Themise kepada kerabatnya itu.
Perjuangan Themise untuk menjadi seorang Muslim paripurna belum selesai. Dihadapannya menunggu sejumlah tantangan yang menguji kualitas keimannya. "Aku tahu budaya Barat belum menerima atau memahami Islam. Kita masih dianggap sebagai fundamentalis atau teroris," ungkapnya.
"Saat ini, pengetahuanku masih rendah. Aku hanya berpikir untuk menutup pikiran dan hati ku atas apa yang mereka katakan tentang muslim. Semoga kami selalu dibeirkan kesabaran dan kasih sayang. Dan semoga Allah membuka pintu hati dan pikiran mereka pada kebenaran," pungkasnya.
"Kita lahir dalam keadaan Islam. Sayang, budaya sekitar kita yang mengubah kenyataan itu. Tapi Allah rupanya menyayangiku, ia berikan hidayah padaku untuk kembali pada Islam," papar dia.
Themis menuturkan perkenalannya pada Islam diawali saat ia mengikuti pelatihan di kampus selama bulan Ramadhan. Pelatihan itu digelar mahasiswa Muslim guna memperkenalkan Islam kepada warga kampus. "Di kampuslah, saya bertemu dengan Muslimah yang mengundang saya ke rumahnya untuk belajar dan makanan," kenang Themise.
Awalnya, ia merasa risih dengan perbedaan budaya antara ia dan temannya. Sempat terpikir untuk menolak, namun ia tidak mau terjebak dalam sterotip negatif tentang Islam. Ia harus membuka pikirannya tentang apa yang menjadi pandangan umum masyarakat Amerika Serikat saat itu.
Tapi sang Pencipta yang memberikan jalan kepada Themise untuk terikat dengan persahabatan dengan Muslimah, yang merupakan imigran dari Timur Tengah. Ia selanjutnya diperkenalkan dengan gaya hidup Islam. Dari persahabatan itulah, ia tahu setiap Muslim dilarang untuk mengkonsumsi alkohol dan daging babi. Ia juga menyaksikan sahabatnya itu melaksanakan shalat dan berpuasa.
"Sejak saat itu, saya pikir ada yang salah tentang pandangan masyarakat AS terhadap Islam. Jujur saya sempat bingung waktu itu, tapi saya tidak tahu kalau hal itu merupakan tanda saya mendapatkan hidayah dari Allah SWT," ungkapnya.
Kebingungan terus melanda Themise. Ia seolah makin bingung entah harus berbuat apa. "Saya berhasil dalam aspek materi kehidupan, tetapi pikiran dan hati saya selalu gelisah. Aku begitu lemah, aku seperti menipu diriku sendiri untuk percaya pada hal-hal bersifat material seperti apa yang diajarkan orang tua ku," kisah Themise.
Selepas ibunya meninggal, Themise kian hampa. Peninggalan harta melimpah tidak membuatnya tenang. Ia mencoba untuk melanjutkan hidupnya. Tapi lagi-lagi ia kembali didera kebingungan. "Aku tidak lagi mengabaikan Allah. Aku harus membuka diri atas Allah," kata Themise.
Tak berselang lama, Themise pun melaksanakan niatnya itu. Ia memang sudah membayangkan akan mengalami kesulitan untuk memulainya. Islam merupakan agama yang disiplin dengan ritual. Secara budaya, bahasa dan ritual, Islam jauh berbeda dengan keyakinan terdahulu. Beruntung, Themise mendapat banyak bantuan suami yang Muslim.
"Suamiku mengajarkan banyak hal tentang Islam. Berkat bantuannya, aku secara perlahan mulai memahami Islam. Harus diakui, aku seolah baru mengenal agama dan Tuhan ketika bersinggungan dengan Islam. Saya mulai pelahan membaca Quran selama berjam-jam pada suatu waktu," paparnya.
"Aku tahu, Allah akan menolong saya," tambah dia.
Semenjak menjadi Muslimah, Themise mulai berkomunikasi dengan saudara seiman. Mereka membantu Themise untuk lebih mudah memahami Islam. Sebulan sekali, Themise bersama teman-temannya itu menggelar pengajian. Banyak hal baru yang diperoleh Themise.
Ia pun mulai memahami pentingnya kesabaran dan pemahaman. Hal itulah, yang menyebabkan Themise kian menyadari keberadaan Pencipta. "Dia memberikan ku kekuatan dan kesabaran. Aku selalu menyadari Allah selalu bekerja dengan cara-Nya yang mungkin tidak dimengerti manusia," kata dia.
Tidak Diterima
Secara perlahan Themise mulai terbiasa dengan identitas barunya sebagai Muslimah. Namun, tidak dengan keluarganya. Hingga kini, keputusannya memeluk Islam tidak diterima oleh keluarganya. Keluarganya pun menolak keberadaan suaminya. "Bagaimana Anda meninggalkan Yesus, sementara aku mengasihi Yesus," kata salah seorang kerabatnya kepada Themise.
Themise begitu tenang menjawab pertanyaan itu. Menurutnya, ia tidak meninggalkan Yesus. Hanya saja, dirinya mulai memahami ajaran Yesus sebenarnya. "Islam mengharuskan setiap Muslim mengimani para Nabi sebelum Nabi Muhammad SAW. Artinya, setiap Muslim harus menghormati Yesus dan Ibrahim," jawab Themise kepada kerabatnya itu.
Perjuangan Themise untuk menjadi seorang Muslim paripurna belum selesai. Dihadapannya menunggu sejumlah tantangan yang menguji kualitas keimannya. "Aku tahu budaya Barat belum menerima atau memahami Islam. Kita masih dianggap sebagai fundamentalis atau teroris," ungkapnya.
"Saat ini, pengetahuanku masih rendah. Aku hanya berpikir untuk menutup pikiran dan hati ku atas apa yang mereka katakan tentang muslim. Semoga kami selalu dibeirkan kesabaran dan kasih sayang. Dan semoga Allah membuka pintu hati dan pikiran mereka pada kebenaran," pungkasnya.
No comments:
Post a Comment