Ketika koleganya di kabinet, termasuk Perdana Menteri, mendorong para pemuka agama untuk duduk bersama di meja demi menyelesaikan kontroversi tersebut, Nazri mengatakan terlambat untuk sebuah dialog.
"Sudah terlambat. Saya sudah ungkapkan itu berkali-kali," ujar Nazri ketika ditanya opininya terkait cara terbaik mengatasi perdebatan tersebut. Kontroversi seputar kata 'Allah' telah meningkatkan ketegangan antara komunitas Muslim dan non-Muslim di Malaysia.
"Itu kesalahaan dalam perundingan, yang akhirnya membawa masalah tersebut ke pengadilan," ucapnya seperti yang dilansir The Malaysian Insider, Senin (18/1/2010)
"Itu bukan salah pemerintah. Harus diketahui, bukan pemerintah, melainkan Tan Sri Pakiam yang membawa masalah itu ke pengadilan," tekan Nazri.
Kepala Gereja Kuala Lumpur, Pastor Tan Sri Murphy Pakiam, mewakili Gereja Katholik Roma, membawa pertikaian penggunaan kata 'Allah' dengan pemerintah federal ke pengadilan. Itu terjadi setelah Menteri Dalam Negeri melarang koran terbitan komunitas Katholik, the Herarld, menggunakan kata 'Allah' dalam terbitan mereka tiga tahun lalu.
Pengadilan Tinggi Malaysia, pada 31 Desember lalu, akhirnya memutuskan bahwa the Herarld memiliki hak konstitusional untuk menggunakan kata 'Allah' di terbitan Katholik tersebut.
"Saya tak punya pilihan sebagai Menteri Hukum. Karena langkah Tan Sri Pakiam, saya menjadi orang yang harus menganjurkan pemerintah untuk menggunakan putusan pengadilan lah," ujar Nazri yang juga menjadi anggota parlemen di Padang Renggas.
Ia berkata, jika tidak mengambil sikap tersebut, publik akan kehilangan kepercayaan terhadap sistem hukum di negara. "Jika saya diam, rakyat akan berkata 'Apa ini Menteri Hukum tak patuhi putusan pengadilan?'" ujar Nazri.
"Kita harus menghormati sistem. Jadi saya gunakan pengadilan pula untuk menggugat keputusan pengadilan," ujarnya.
Nazri tidak menjawab ketika ditanya apakah telah membaca putusan hakim pengadilan tinggi, Datuk Lau Bee Lan yang memimpin sidang kontroversi tersebut. Alih-alih ia berkata bahwa sang hakim adalah non-Muslim namun memimpin kasus yang menjadi keprihatinan akidah komunitas Muslim.
"Anda harus mempelajari psikologi di Malaysia. Keturunan Cina bisa menjadi seorang pemeluk Kristen, Hindu, Buda, tidak masalah. Namun Melayu, ras ini sendiri didefinisikan dalam undang-undang," tekannya.
"Siapakah seorang Melayu? Dalam undang-undang, seorang Melayu adalah satu; seorang Muslim, dua; berbicara Melayu dan tiga; mempraktekan budaya Melayu," papar Nazri.
"Dalam konstitusi, tidak bisa warga Malaysia keturunan Melayu bila bukan Muslim. Semua yang tidak, semua yang mencurigakan akan membingungkan warga asli Malaysia keturunan Melayu. Mereka begitu protektif karena Malaysia dan Islam tidak dapat dipisahkan," ujar Nazri menekankan.
Ketika ditanya seberapa besar kekhawatiran warga Melayu Malaysia terhadap upaya Kristiani untuk menarik Muslim menjadi non Muslim terkait bila keputusan pengadilan tetap dijalankan, Nazri menjawab enteng, "Saya sangat berpikiran liberal dan sangat percaya diri, tapi jika saya mencoba menjelaskan itu kepada mereka...tidak mungkin," ujar Nazri mengacu pada konstituennya.
"Bagi kami, itu hanya kata. Tapi untuk rakyat Malaysia, bukan. Itu psikologi mereka," ujarnya.
"Saya mungkin terlihat liberal, tapi konstituen saya tidak," imbuhnya.
"Sesungguhnya pendapat saya cenderung membiarkan saja," lanjut Nazri.
"Jika setiap orang berdoa kepada Allah, maka bagi saya mereka semua adalah 'Muslim. Itu permainan bagus bagi Muslim bila beralih ke non-Muslim," selorohnya.
No comments:
Post a Comment