Muslimah Inggris di Suriah Ajak Muslimah Inggris Lainnya Berhijrah ke Daulah Islam
Seorang anak kecil tersenyum, berusia sekitar empat tahun, ia adalah anak seorang Mujahidin di Suriah.
Sekelompok Muslimah Inggris telah beralih ke Suriah untuk membesarkan anak-anak mereka bergabung dengan Daulah Islam.
Salah seorang ibu menggunakan nama Umm Isa dan Muhajirah fi Syam, mereka berdua mengajak wanita Inggris lainnya untuk bergabung dengannya.
Dalam posting Twitter dia menulis: “Kita semua adalah saudara, silahkan yang ingin bergabung dengan kami di Bumi Sham dan menikah serta mendukung mujahid?”
Anaknya, yang disebut Isa, memiliki adik yang dia sebut “mini mujahid” .
Sang Bunda adalah mantan mahasiswi di Inggris fakultas Media dan Film, ia seorang mualaf yang tertarik akan Islam sejak menghadiri sebuah acara di masjid di selatan London.
Dia menikah dengan pejuang ISIS yang bernama Abdur Rahman, seorang pemuda dari Swedia.
Tetangganya, wanita lain asal Inggris yang menggunakan nama alias Umm al Khattab-Britaniyya memposting pesan: “Lihatlah mujahid kecilku , anak ini adalah yang paling lucu dan banyak yang mencintainya.” (JL/KH)
Para Pengecut Tidak Pernah Bisa Tidur
Saat itu jam menunjukkan 4.30. Rabu, aku menerima berita duka kematian seorang teman yang sangat aku cintai dari lubuk hatiku yang paling dalam. Syeikh Tamim al Adnani (ajudan Syeikh Abdullah Azzam, pemimpin jihad Afghan kala itu) di kota San Francisco, Amerika Serikat, setelah mengalami serangan jantung.
Betapa mengagumkan kematian pria ini. Pertemuan pertamaku dengannya, dan sekaligus pertemuan terakhir, sekitar pada bulan ketika aku diundang ke sebuah perkemahan yang diselenggarakan oleh Rabithah asy Syabab al Muslim al Arabi. Saat itu dia bersama denganku menyampaikan orasi yang berjudul : Ambisi untuk akherat. Dalam ceramah tersebut ia berbicara tentang berbagai keajaiban kuasa Allah yang dialaminya sendiri di Afghanistan. Diantaranya, dia bercerita saat terjadi serangan yang dilakukan tentara komunis terhadap camp yang dijaganya, ia melihat bagaimana amunisi amunisi menyerang loteng rumah yang ditempatinya, bak hujan. Ia segera berwudhu dan naik ke atas loteng rumah sambil membawa mushaf, dengan harapan amunisi itu mengenainya sehingga ia akan mati syahid dalam keadaan membaca al Quran. Ia mengatakan, ”Amunisi amunisi itu menyerang sekitarku bak hujan, tapi tak satupun mengenai diriku sedikitpun.”
Ia tidak bisa ikut serta ke medan perang karena obesitas (kegemukan). Karena itu ia pergi ke Amerika untuk menghimpun dana bagi mujahidin, sekaligus untuk mengurangi berat badannya sehingga ia bisa diterima untuk ikut serta dalam peperangan guna meraih cita citanya yang paling mulia.
Ketika aku bertemu dengannya, ia banyak berdoa agar memperoleh syahadah ‘mati syahid’, aku mengingatnya ketika ia bersamaku saat mengantar kepulanganku. Ia berkata kepadaku, ”Aku mencintaimu fillah.” Dan aku mengatakan hal yang sama. Ia meminta kepadaku agar aku berdoa supaya dirinya memperoleh syahadah dan perkara perkara mulia lainnya. Ternyata Allah mentakdirkan meninggal di Amerika, yang jauh dari asap meriam dan peluru kendali yang telah menghiasi hidupnya selama bertahun tahun.
Demikian itu ketentuan Allah. Tidak ada seorang pun yang mati pada hari di luar hari kematiannya. Dan tidak ada seorang pun yang bisa menentukan tempat kematiannya atau cara kematiannya. Hanya Allah saja yang menentukan kematian.
Kematian Khalid bin Walid, Tamim al Adnani, dan orang orang baik lainnya merupakan ibrah ‘pelajaran’ bagi para pengecut yang tidak mau terlibat di medan dakwah yang penuh berkah, karena khawatir terhadap keselamatan diri mereka, anak anak, isteri isteri, atau bisnis mereka. Seandainya mereka berada di dalam benteng yang sangat kuat sekalipun, pastilah kematian itu akan menjemput mereka. Detik detik terakhir menjelang kematiannya, Khalid bin Walid ra berkata,” Ketahuilah, mata orang orang pengecut itu tiada pernah dapat tidur”.
-Abdul Hamid Al Bilali-
Suasana Cuaca di Surga
Di Surga tidak ada terik matahari yang menyengat dan salju yang sangat dingin. Cuacanya cerah menerangi penghuninya, dengan suasana yang sangat menghanyutkan perasaan dan tiada bandingannya, tidak mungkin untuk dapat diungkapkan dengan kata kata, kecuali kalau kita sudah mengalaminya.
Di dunia, dalam satu tahun, hari demi hari berganti, dengan cuaca dan udara yang silih berganti, ada saatnya kita merasakan nyaman dan segar dengan cuaca dan suhu udara yang pas terasa di kulit. Biasanya itu terjadi pada pagi hari. Sedangkan di Surga cuacanya senantiasa sesuai dengan fisik dan jiwa manusia, dengan ukuran yang pas, sebagaimana yang telah dijanjikan Allah berkaitan dengan kesenangan kesenangan di Surga.
Allah SWT berfirman,
Maka Allah melindungi mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka keceriaan dan kegembiraan. Dan dia memberi balasan kepada mereka karena kesabarannya berupa surga dan pakaian sutera. Di sana mereka duduk bersandar di atas dipan, di sana mereka tidak melihat (merasakan teriknya) matahari dan tidak pula dingin yang berlebihan. Dan naungan (pepohonan)nya dekat di atas mereka dan dimudahkan semudah mudahnya untuk memetik buahnya (QS Al Insan 11-14)
Menurut Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya, ayat “La yaraunaa fiha syamsan wala zamharina,” berarti mereka tidak merasakan panas yang terik atau dingin yang menyengat. Menurut kebanyakan mufasir, suasana di Surga seperti saat menjelang fajar atau saat matahari akan terbenam. Pendapat ini sangat jelas, Allah SWT menyebutkan, “La yarauna fiha syamsan wala zamharina,” juga firman Allah “Wadaniyatan alaihim zhilaluha.” Naungan di sini memiliki tingkat ketebalan yang mengandung udara sehingga menjadikan iklim di Surga menjadi sangat menyenangkan. Wallahu alam.
Malam di Surga?
Abu Abdillah Turmudzi dalam Nawadirul Ushul menyebutkan sebuah hadis dari Abban dari Hasan dan Abu Qilabah bahwa seseorang berkata kepada Rasulullah SAW, ”Wahai Rasulullah, apakah di surga ada malam?” Rasulullah SAW menjwab, ”Apa yang telah kamu siapkan untuk itu?” Orang itu menjawab, ”Aku mendengar Allah berfirman, “Dan di dalamnya bagi mereka ada rezeki pagi dan petang (Maryam 62), aku (Perawi Hadist) berkata, “Malam itu waktu antara pagi dan petang.” Rasulullah SAW bersabda, ”Di Surga tidak ada malam. Di sana ada sinar dan cahaya. Pagi mengantarkan mereka pada keadaan santai dan santai mengantarkan mereka pada pagi. Lalu, akan datang pada mereka saat saat untuk salat. Pada saat itulah mereka menunaikan salat. Para malaikat pun mengucapkan salam kepada mereka." (HR Ibnul Mubarak, dalam Zawa-id Az Zuhd)
-Mahir Ash Syufiy-
Seorang anak kecil tersenyum, berusia sekitar empat tahun, ia adalah anak seorang Mujahidin di Suriah.
Sekelompok Muslimah Inggris telah beralih ke Suriah untuk membesarkan anak-anak mereka bergabung dengan Daulah Islam.
Salah seorang ibu menggunakan nama Umm Isa dan Muhajirah fi Syam, mereka berdua mengajak wanita Inggris lainnya untuk bergabung dengannya.
Dalam posting Twitter dia menulis: “Kita semua adalah saudara, silahkan yang ingin bergabung dengan kami di Bumi Sham dan menikah serta mendukung mujahid?”
Anaknya, yang disebut Isa, memiliki adik yang dia sebut “mini mujahid” .
Sang Bunda adalah mantan mahasiswi di Inggris fakultas Media dan Film, ia seorang mualaf yang tertarik akan Islam sejak menghadiri sebuah acara di masjid di selatan London.
Dia menikah dengan pejuang ISIS yang bernama Abdur Rahman, seorang pemuda dari Swedia.
Tetangganya, wanita lain asal Inggris yang menggunakan nama alias Umm al Khattab-Britaniyya memposting pesan: “Lihatlah mujahid kecilku , anak ini adalah yang paling lucu dan banyak yang mencintainya.” (JL/KH)
Para Pengecut Tidak Pernah Bisa Tidur
Saat itu jam menunjukkan 4.30. Rabu, aku menerima berita duka kematian seorang teman yang sangat aku cintai dari lubuk hatiku yang paling dalam. Syeikh Tamim al Adnani (ajudan Syeikh Abdullah Azzam, pemimpin jihad Afghan kala itu) di kota San Francisco, Amerika Serikat, setelah mengalami serangan jantung.
Betapa mengagumkan kematian pria ini. Pertemuan pertamaku dengannya, dan sekaligus pertemuan terakhir, sekitar pada bulan ketika aku diundang ke sebuah perkemahan yang diselenggarakan oleh Rabithah asy Syabab al Muslim al Arabi. Saat itu dia bersama denganku menyampaikan orasi yang berjudul : Ambisi untuk akherat. Dalam ceramah tersebut ia berbicara tentang berbagai keajaiban kuasa Allah yang dialaminya sendiri di Afghanistan. Diantaranya, dia bercerita saat terjadi serangan yang dilakukan tentara komunis terhadap camp yang dijaganya, ia melihat bagaimana amunisi amunisi menyerang loteng rumah yang ditempatinya, bak hujan. Ia segera berwudhu dan naik ke atas loteng rumah sambil membawa mushaf, dengan harapan amunisi itu mengenainya sehingga ia akan mati syahid dalam keadaan membaca al Quran. Ia mengatakan, ”Amunisi amunisi itu menyerang sekitarku bak hujan, tapi tak satupun mengenai diriku sedikitpun.”
Ia tidak bisa ikut serta ke medan perang karena obesitas (kegemukan). Karena itu ia pergi ke Amerika untuk menghimpun dana bagi mujahidin, sekaligus untuk mengurangi berat badannya sehingga ia bisa diterima untuk ikut serta dalam peperangan guna meraih cita citanya yang paling mulia.
Ketika aku bertemu dengannya, ia banyak berdoa agar memperoleh syahadah ‘mati syahid’, aku mengingatnya ketika ia bersamaku saat mengantar kepulanganku. Ia berkata kepadaku, ”Aku mencintaimu fillah.” Dan aku mengatakan hal yang sama. Ia meminta kepadaku agar aku berdoa supaya dirinya memperoleh syahadah dan perkara perkara mulia lainnya. Ternyata Allah mentakdirkan meninggal di Amerika, yang jauh dari asap meriam dan peluru kendali yang telah menghiasi hidupnya selama bertahun tahun.
Demikian itu ketentuan Allah. Tidak ada seorang pun yang mati pada hari di luar hari kematiannya. Dan tidak ada seorang pun yang bisa menentukan tempat kematiannya atau cara kematiannya. Hanya Allah saja yang menentukan kematian.
Kematian Khalid bin Walid, Tamim al Adnani, dan orang orang baik lainnya merupakan ibrah ‘pelajaran’ bagi para pengecut yang tidak mau terlibat di medan dakwah yang penuh berkah, karena khawatir terhadap keselamatan diri mereka, anak anak, isteri isteri, atau bisnis mereka. Seandainya mereka berada di dalam benteng yang sangat kuat sekalipun, pastilah kematian itu akan menjemput mereka. Detik detik terakhir menjelang kematiannya, Khalid bin Walid ra berkata,” Ketahuilah, mata orang orang pengecut itu tiada pernah dapat tidur”.
-Abdul Hamid Al Bilali-
Suasana Cuaca di Surga
Di Surga tidak ada terik matahari yang menyengat dan salju yang sangat dingin. Cuacanya cerah menerangi penghuninya, dengan suasana yang sangat menghanyutkan perasaan dan tiada bandingannya, tidak mungkin untuk dapat diungkapkan dengan kata kata, kecuali kalau kita sudah mengalaminya.
Di dunia, dalam satu tahun, hari demi hari berganti, dengan cuaca dan udara yang silih berganti, ada saatnya kita merasakan nyaman dan segar dengan cuaca dan suhu udara yang pas terasa di kulit. Biasanya itu terjadi pada pagi hari. Sedangkan di Surga cuacanya senantiasa sesuai dengan fisik dan jiwa manusia, dengan ukuran yang pas, sebagaimana yang telah dijanjikan Allah berkaitan dengan kesenangan kesenangan di Surga.
Allah SWT berfirman,
Maka Allah melindungi mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka keceriaan dan kegembiraan. Dan dia memberi balasan kepada mereka karena kesabarannya berupa surga dan pakaian sutera. Di sana mereka duduk bersandar di atas dipan, di sana mereka tidak melihat (merasakan teriknya) matahari dan tidak pula dingin yang berlebihan. Dan naungan (pepohonan)nya dekat di atas mereka dan dimudahkan semudah mudahnya untuk memetik buahnya (QS Al Insan 11-14)
Menurut Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya, ayat “La yaraunaa fiha syamsan wala zamharina,” berarti mereka tidak merasakan panas yang terik atau dingin yang menyengat. Menurut kebanyakan mufasir, suasana di Surga seperti saat menjelang fajar atau saat matahari akan terbenam. Pendapat ini sangat jelas, Allah SWT menyebutkan, “La yarauna fiha syamsan wala zamharina,” juga firman Allah “Wadaniyatan alaihim zhilaluha.” Naungan di sini memiliki tingkat ketebalan yang mengandung udara sehingga menjadikan iklim di Surga menjadi sangat menyenangkan. Wallahu alam.
Malam di Surga?
Abu Abdillah Turmudzi dalam Nawadirul Ushul menyebutkan sebuah hadis dari Abban dari Hasan dan Abu Qilabah bahwa seseorang berkata kepada Rasulullah SAW, ”Wahai Rasulullah, apakah di surga ada malam?” Rasulullah SAW menjwab, ”Apa yang telah kamu siapkan untuk itu?” Orang itu menjawab, ”Aku mendengar Allah berfirman, “Dan di dalamnya bagi mereka ada rezeki pagi dan petang (Maryam 62), aku (Perawi Hadist) berkata, “Malam itu waktu antara pagi dan petang.” Rasulullah SAW bersabda, ”Di Surga tidak ada malam. Di sana ada sinar dan cahaya. Pagi mengantarkan mereka pada keadaan santai dan santai mengantarkan mereka pada pagi. Lalu, akan datang pada mereka saat saat untuk salat. Pada saat itulah mereka menunaikan salat. Para malaikat pun mengucapkan salam kepada mereka." (HR Ibnul Mubarak, dalam Zawa-id Az Zuhd)
-Mahir Ash Syufiy-
No comments:
Post a Comment