(
Arrahmah.com) - Sebagian
umat Islam masih bingung kapan memulai puasa tahun ini. Ada yang
siap-siap untuk mulai melaksanakan ibadah puasa atau awal Ramadan 1433 H
di Indonesia pada hari Sabtu (21/7/2012).
Namun sebagian umat Islam di Indonesia juga akan mulai melaksanakan
ibadah puasa pada Jumat (20/7/2012). Walau berbeda, penetapan 1 Syawal
dipastikan akan bersamaan, yakni jatuh pada 19 Agustus 2012.
Pemerintah sendiri berpegang pada aturan, yakni bila kurang dari 2
derajat, bilangan hari digenapkan jadi 30 hari, artinya pemerintah
kemungkinan besar akan menetapkan hari pertama puasa pada 21 Juli 2012.
Sementara itu, Muhammadiyah sudah mengumumkan bahwa awal Ramadan
jatuh pada Jumat, 20 Juli 2012. Namun pemerintah yang menentukannya
nanti akan dengan membahas dalam sidang Isbat.
Perbedaan penetapan ini sendiri, muncul karena adanya perbedaan dalam menggunakan metode penentuan awal Ramadhan.
Muhammadiyah, mengacu pada metode hisab yang berpedoman pada QS Yunus
ayat 5, sedangkan pemerintah berpegangan pada metode imkan al rukyat,
yakni tinggi hilal di atas ufuk minimal dua derajat.
Perhitungan Astronomis
Seperti dilansir
tribunnews.com, peneliti di Observatorium Bosscha, Moedji Raharto,
mengatakan, secara astronomis posisi bulan dan matahari untuk penetapan
awal Ramadan dapat dihitung dari awal.
Pada 19 Juli 2012, tinggi bulan saat matahari terbenam di seluruh wilayah Indonesia masih kurang dari dua derajat.
Di Pelabuhan Ratu misalnya, posisi matahari terbenam pada pukul 17.52
WIB dan bulan terbenam pada pukul 18.00 WIB. Tinggi bulan saat matahari
terbenam pada 19 Juli 2012 pukul 17.52 WIB adalah 1 derajat 20'.
Fraksi iluminasi bulan masih kurang dari satu persen atau secara umum masih 0,22 persen.
Pada 20 Juli 2012, di Pelabuhan Ratu posisi matahari terbenam pada
pukul 17.52 WIB dan bulan terbenam pada pukul 18.51 WIB dengan posisi 13
derajat 11'. Fraksi iluminasi sabit bulan mencapai dua persen.
"Kondisi posisi bulan saat matahari terbenam pada 19 Juli 2012 belum
memenuhi kriteria visibilitas hilal, jadi hilal baru visibel pada 20
Juli 2012," kata Muji.
Menurut kriteria kesepakatan kebanyakan ormas Islam, ujarnya, yang
berpedoman pada tinggi minimal dua derajat jarak bulan matahari tiga
derajat dan umur bulan delapan jam serta visibilitas hilal, maka hilal
penentu awal Ramadan 1433 H baru visibel pada 20 Juli 2012 setelah
matahari terbenam.
"Dengan asumsi ini kemungkinan besar awal Ramadan 1433 H pada 20 Juli
2012 setelah magrib, tarawih pertama pada 20 Juli 2012 dan puasa
pertama pada 21 Juli 2012," katanya.
Menurut Muji, sebagian umat Islam lain kemungkinan puasa lebih awal
karena menggunakan pemahaman lain. Ketinggian bulan saat matahari
terbenam pada 19 Juli 2012 dianggap cukup untuk memastikan awal Ramadan.
"Indonesia sebetulnya memerlukan kalender Islam yang disepakati oleh
semua umat agar ada satu kesepahaman yang lebih luas sehingga tidak
direpotkan dengan sejumlah perbedaan," katanya.
Sikap dalam penentuan awal Ramadhan
Redaksi
Arrahmah.com sendiri berpegangan dengan metode
rukyatul hilal (melihat bulan baru). Hal ini dipilih karena mendasari
pada dalil-dalil shorih mengenai hal tersebut.
a. Dari shahabat Ibnu 'Umar
Radhiallahuanhu:
أن رسول الله – – ذكر رمضان فقال : « لا تصوموا حتى تروا الهلال، ولا تفطروا حتى تروه، فإن غم عليكم فاقدروا له »
Bahwa Rasulullah menyebutkan bulan Ramadhan, maka beliau berkata:
"Janganlah kalian bershaum hingga kalian melihat al-hilâl, dan janganlah
kalian ber'idul fitri hingga kalian melihatnya. Jika kalian terhalangi
(oleh mendung, debu, atau yang lainnya) maka tentukan/perkirakanlah
untuknya."
Hadits ini diriwayatkan oleh : Al-Bukhari 1906; Muslim 1080;
An-Nasâ'i no. 2121; Demikian juga Mâlik dalam Al-Muwaththa` no. 557;
Ahmad (II/63)
« الشهر تسع وعشرون، فلا تصوموا حتى تروا الهلال ولا تفطروا حتى تروه، فإن غم عليكم فأكملوا العدة ثلاثين »
"Satu bulan itu dua puluh sembilan hari. Maka janganlah kalian
memulai ibadah shaum sampai kalian melihat Al-Hilâl, dan janganlah
kalian ber'idul fitri sampai kalian melihatnya. Jika terhalang atas
kalian maka sempurnakanlah bilangan (bulan menjadi) tiga puluh (hari)."
Diriwayatkan oleh Al-Imâm Al-Bukhâri 1907; Asy-Syâfi'i dalam Musnad-nya no. 435 (I/446). Dalam riwayat lain dengan lafazh:
« فصوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن أغمي عليكم فاقدروا له ثلالين »
"Bershaumlah kalian berdasarkan ru`yatul hilâl dan ber'idulfitrilah
kalian berdasarkan ru`yatul hilâl. Jika (Al-Hilâl) terhalangi atas
kalian, maka tentukanlah untuk (bulan tersebut menjadi) tiga puluh."
Diriwayatkan oleh Al-Imâm Muslim 1080. Diriwayatkan pula oleh Abû Dâwûd no. 2320 Dalam riwayat Ad-Daraquthni dengan lafazh:
« لاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلاَلَ وَلاَ تُفْطِرُوا
حَتَّى تَرَوُا الْهِلاَلَ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَصُومُوا ثَلاَثِينَ »
"Janganlah kalian memulai ibadah shaum sampai kalian melihat
Al-Hilâl, dan janganlah kalian ber'idul fitri sampai kalian melihat
Al-Hilâl. Jika terhalang atas kalian maka bershaumlah kalian selama tiga
puluh (hari)."
Al-Imâm Al-Baihaqi v meriwayatkan dalam Sunan-nya (IV/205) no. 7720
bersabdarmelalui jalur Nâfi dari Ibnu 'Umar bahwa Rasulullah
« إن الله تبارك وتعالى جعل الأهلة مواقيت، فإذا رأيتموه فصوموا وإذا رأيتموه فأفطروا، فإن غم عليكم فاقدروا له أتموه ثلاثين »
"Sesungguhnya Allah Tabâraka wa Ta'âlâ menjadikan hilâl-hilâl sebagai
tanda-tanda waktu. Maka jika kalian melihatnya mulailah kalian
bershaum, dan jika kalian melihatnya ber'idulfitrilah kalian. Namun jika
terhalang atas kalian, maka perkirakanlah dengan menggenapkannya
menjadi tiga puluh hari."
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahîh-nya
(III/201) no. 1906. Demikian juga diriwayatkan oleh 'Abdurrazzâq dalam
Mushannaf-nya no. 7306 dengan lafazh:
إن الله جعل الأهلة مواقيت للناس، فصوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته، فإن غم عليكم فعدوا له ثلاثين يوما
"Sesungguhnya Allah menjadikan hilâl-hilâl sebagai tanda-tanda waktu
bagi manusia. Maka mulailah ibadah shaum kalian berdasarkan ru`yatul
hilâl, dan ber'idulfitrilah kalian berdasarkan ru`yatul hilâl. Jika
hilâl terhalangi atas kalian, maka hitunglah (bulan tersebut) menjadi
tiga puluh hari." Hadits ini dishahihkan pula oleh Asy-Syaikh Muhammad
Nâshiruddîn Al-Albâni dalam Shahîh Al-Jâmi'ish Shaghîr no. 3093, lihat
pula Tarâju'ât Al-'Allâmah Al-Albâni fit Tash-hih no. 49. b. dari
bersabda :e bahwa Rasulullah tshahabat Abû Hurairah
« إذا رأيتم الهلال فصوموا، وإذا رأيتموه فأفطروا، فإن غم عليكم فصوموا ثلاثين يوماً »
"Jika kalian telah melihat Al-Hilâl maka bershaumlah kalian, dan jika
kalian telah melihat Al-Hilâl maka ber'idul fitrilah kalian. Namun jika
(Al-Hilâl) terhalang atas kalian, maka bershaumlah kalian selama 30
hari."
Diriwayatkan oleh Muslim v 1081 An-Nasâ`i no. 2119; Ibnu Mâjah no.
1655; dan Ahmad (II/263, 281). Dalam riwayat lain dengan lafazh:
« صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن غم عليكم الشهر فعدوا ثلاثين »
"Bershaumlah kalian berdasarkan ru`yatul hilâl, dan beri'idulfitrilah
kalian berdasarkan ru`yatul hilâl. Apabila asy-syahr (al-hilâl)
terhalangi atas kalian maka hitunglah menjadi tiga puluh hari."
Dalam riwayat Al-Bukhâri dengan lafazh:
« صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن غمي عليكم فأكملوا عدة شعبان ثلاثين » .
"Bershaumlah kalian berdasarkan ru`yatul hilâl, dan beri'idulfitrilah
kalian berdasarkan ru`yatul hilâl. Apabila (al-hilâl) terhalangi atas
kalian maka sempunakanlah bilangan bulan Sya'bân menjadi tiga puluh
hari."
c. dari shahabat 'Abdullâh bin 'Abbâs
Radhiallahuanhu bahwa Rasulullah bersabda:
« لاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْا الْهِلاَلَ وَلاَ تُفْطِرُوا
حَتَّى تَرَوْهُ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ
ثَلاَثِينَ »
"Janganlah kalian melaksanakan shaum hingga kalian melihat Al-Hilâl,
dan janganlah kalian ber'idul fitri hingga kalian melihatnya. Jika
(al-hilâl) terhalangi atas kalian, maka sempurnakanlah bilangan bulan
menjadi 30 hari."
Diriwayatkan oleh : Al-Imâm Mâlik dalam Muwaththa` no. 559.
عَجِبْتُ : « إِذَاrمِمَّنْ يَتَقَدَّمُ الشَّهْرَ، وَقَدْ
قَالَ رَسُولُ اللهِ رَأَيْتُمُ الهِلاَلَ فَصُومُوا، وَإِذَا
رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا
الْعِدَّةَ ثَلاَثِينَ »
"Saya heran dengan orang yang mendahului bulan (Ramadhan), padahal
telah bersabda : "Jika kalian telah melihat al-Hilâl maka Rasulullah
bershaumlah, dan jika kalian melihatnya maka ber'idul fitrilah. Kalau
(al-hilâl) terhalangi atas kalian, maka sempurnakanlah bilangan bulan
menjadi 30 hari."
Diriwayatkan oleh An-Nasa'i (2125) Ahmad (I/221) dan Ad-Dârimi
(1739). Lihat Al-Irwâ` no. 902. d. Al-Imâm Abû Dâwûd meriwayatkan dengan
sanadnya (no. 2325) dari shahabat 'Âisyah berkata:
« كَانَ رَسُولُ اللهِ يَتَحَفَّظُ مِنْ هِلاَلِ شَعْبَانَ
مَا لاَ يَتَحَفَّظُ مِنْ غَيْرِهِ، ثُمَّ يَصُومُ لِرُؤْيَةِ رَمَضَانَ ،
فَإِنْ غُمَّ عَلَيْهِ ، عَدَّ ثَلاَثِينَ يَوْمًا ، ثُمَّ صَامَ »
"Dulu Rasulullah senantiasa berupaya serius menghitung (hari sejak)
hilâl bulan Sya'bân, tidak sebagaimana yang beliau lakukan pada
bulan-bulan lainnya. Kemudian beliau bershaum berdasarkan ru'yah (hilâl)
Ramadhan. Namun apabila (al-hilâl) terhalangi atas beliau, maka beliau
menghitung (Sya'bân menjadi) 30 hari, kemudian (esok harinya) barulah
beliau bershaum."
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Al-Imâm Ahmad (VI/149), Ibnu
Khuzaimah (1910), Ibnu Hibbân (3444), Al-Hâkim (I/423) Al-Baihaqi
(IV/406). Ad-Dâraquthni menyatakan bahwa sanad hadits ini hasan shahih.
Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albâni dalam Shahîh Sunan Abî Dâwûd no.
2325.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullah berkata:
بخلاف من خرج في ذلك إلى الأخذ بالحساب أو الكتاب كالجداول
وحساب التقويم والتعديل المأخوذ من سيرهما . وغير ذلك الذي صرح رسول الله
صلى الله عليه وسلم بنفيه عن أمته والنهي عنه . ولهذا ما زال العلماء يعدون
من خرج إلى ذلك قد أدخل في الإسلام ما ليس منه فيقابلون هذه الأقوال
بالإنكار الذي يقابل به أهل البدع
مجموع الفتاوى [25 /179 ]
"Berbeda dengan orang-orang yang keluar (dari cara yang haq) dalam
permasalahan tersebut (penentuan awal Ramadhan) dengan mengambil cara
hisab atau tulisan seperti jadwal dan perhitungan kalender yang diambil
dari perhitungan peredaran Matahari dan Bulan, dan cara-cara lainnya
yang dengan tegas Rasulullah
shallallahu 'alahi wa sallam telah
meniadakan hal tersebut dan melarangnya dari umatnya. Oleh karena itu
para 'ulama senantiasa menganggap orang-orang yang mengambil cara-cara
tersebut (hisab) sebagai orang yang telah memasukkan dalam Islam suatu
ajaran yang bukan bagian dari Islam itu sendiri. Maka mereka (para
'ulama) menyikapi pendapat-pendapat seperti dengan pengingkaran,
sebagaimana mereka menyikapi ahlul bid'ah."
Rencananya, redaksi
arrahmah.com akan melakukan rukyatul hilal pula. InsyaAllah akan dilaporkan perkembangannya. (bilal/
arrahmah.com)