Pembantaian terhadap etnis Muslim Rohingnya di Myanmar (Burma) yang
dilakukan oleh umat budha dengan dukungan dari militer Myanmar.
Merupakan fakta yang tidak bisa dikesampingkan meskipun ada beberapa
foto-foto hoax yang disebar.
"Foto-foto itu (hoax) tidak menjadi alasan untuk menolak adanya pembantaian. Sebab fakta-fakta yang ada menunjukkan adanya pembantaian dan pengusiran," kata pengamat hubungan internasional, Farid Wadjdi kepada arrahmah.com, Rabu (18/07/2012).
Lebih dari itu, menurut Farid, kasus Rohingya merupakan satu kasus bagaimana cerminan ketika umat Islam hidup di bawah rezim selain Islam yang mengidap Islamophobia (penyakit jiwa yang benci kepada Islam). Di Barat, yang dipimpin Nasrani, mereka juga dinilai menerapkan kebijakan Islamophobia. Begitu juga di India berkembang pula Islamophobia dengan rezim hindunya.
"Sedangkan Myanmar cerminan dari Islamophobia pemerintahan Budha," ujarnya.
Lanjut alumnus FISIP Universitas Padjadjaran ini, pembantaian tersebut mempunyai hubungan erat dengan kebijakan kolonial sejak penjajahan Inggris. Genosida dan pengusiran umat Muslim Rohingya sudah dilakukan sejak kesultanan Islam yang mana masyarakat Rohingya dikenal telah memeluk Islam sejak masa pemerintahan Islam Umar bin Abdul Aziz.
"Maka cara Inggris menekan orang-orang Islam adalah dengan memakai orang-orang Budha," lontarnya.
Kebijakan kolonial ini kemudian dilanjutkan oleh rezim militer yang berkuasa di Myanmar. Mereka menyerukan sikap anti Islam untuk menyatukan masyarakat Budha.
"Selama ini rezim militer menjadikan Islam sebagai musuh bersama," jelas Farid
Itulah sebabnya kenapa Aung Sang Su Kyi yang dikenal sebagai pejuang HAM* memilih diam dalam kasus Rohingya. Ini adalah sebuah jebakan rezim militer.
"Karena kalau berpihak, dia tidak akan mendapat dukungan dari masyarakat," tutur Farid.
Aung Sang Su Kyi sendiri menurutnya tidak bisa dijadikan tumpuan harapan untuk memprotes junta militer Myanmar, sebab Aung sendiri merupakan kaki tangan barat. "Dia masih antek Inggris," tandas Farid. (bilal/arrahmah.com)
*HAM hanya berlaku untuk non muslim..?
"Foto-foto itu (hoax) tidak menjadi alasan untuk menolak adanya pembantaian. Sebab fakta-fakta yang ada menunjukkan adanya pembantaian dan pengusiran," kata pengamat hubungan internasional, Farid Wadjdi kepada arrahmah.com, Rabu (18/07/2012).
Lebih dari itu, menurut Farid, kasus Rohingya merupakan satu kasus bagaimana cerminan ketika umat Islam hidup di bawah rezim selain Islam yang mengidap Islamophobia (penyakit jiwa yang benci kepada Islam). Di Barat, yang dipimpin Nasrani, mereka juga dinilai menerapkan kebijakan Islamophobia. Begitu juga di India berkembang pula Islamophobia dengan rezim hindunya.
"Sedangkan Myanmar cerminan dari Islamophobia pemerintahan Budha," ujarnya.
Lanjut alumnus FISIP Universitas Padjadjaran ini, pembantaian tersebut mempunyai hubungan erat dengan kebijakan kolonial sejak penjajahan Inggris. Genosida dan pengusiran umat Muslim Rohingya sudah dilakukan sejak kesultanan Islam yang mana masyarakat Rohingya dikenal telah memeluk Islam sejak masa pemerintahan Islam Umar bin Abdul Aziz.
"Maka cara Inggris menekan orang-orang Islam adalah dengan memakai orang-orang Budha," lontarnya.
Kebijakan kolonial ini kemudian dilanjutkan oleh rezim militer yang berkuasa di Myanmar. Mereka menyerukan sikap anti Islam untuk menyatukan masyarakat Budha.
"Selama ini rezim militer menjadikan Islam sebagai musuh bersama," jelas Farid
Itulah sebabnya kenapa Aung Sang Su Kyi yang dikenal sebagai pejuang HAM* memilih diam dalam kasus Rohingya. Ini adalah sebuah jebakan rezim militer.
"Karena kalau berpihak, dia tidak akan mendapat dukungan dari masyarakat," tutur Farid.
Aung Sang Su Kyi sendiri menurutnya tidak bisa dijadikan tumpuan harapan untuk memprotes junta militer Myanmar, sebab Aung sendiri merupakan kaki tangan barat. "Dia masih antek Inggris," tandas Farid. (bilal/arrahmah.com)
*HAM hanya berlaku untuk non muslim..?
No comments:
Post a Comment