Seorang pria berjalan di sisa bagian masjid yang dibakar di Kota Meiktila, bagian tengah Myanmar usah kerusuhan tahun 2013 |
“Pertama, apakah ada pembunuhan. Kedua, apakah ada penderitaan fisik atau mental yang cukup berat. Ketiga, apakah negara membuat situasi pembiaran kepada warganya. Keempat, apakah negara membatasi batasan kelahiran secara paksa. Dan kelima, pemindahan anak-anak dari satu tempat ke tempat lain secara paksa,” papar Manager saat menjadi pembicara dalam diskusi bertema “Nasib Pengungsi Rohingya di Aceh dan Solusinya” di Restoran Bumbu Desa, Jalan Cikini Raya No.72 Jakarta, Rabu (24/06/2015) sore.
Manager mengatakan bahwa komnas HAM sedang mengkaji tindakan yang dilakukan pemerintah Myanmar dan Ashin Wirathu, apakah bisa dinilai sebagai sebuah gerakan genoside atau tidak. Sebab, komnas HAM memiliki domain untuk menilai dan memberikan rekomendasi mengenai hal itu.
Selain itu, lanjut Manager, komnas HAM juga akan memanfaatkan status Indonesia yang dianggap sebagai kakak tertua di wilayah negara-negara ASEAN.
“Kita tahu Indonesia dianggap sebagai kakak tertua di ASEAN, maka apa yang dilakukan pemerintah Indonesia tentu akan sangat dipertimbangkan oleh negara-negara ASEAN,” imbuh Manager.
Maka, menurut Manager, dengan keuntungan hubungan sejarah (sebagai kakak tertua di wilayah ASEAN,red) itulah, komnas HAM akan mendorong pemerintah Indonesia untuk memaksa Myanmar supaya menghentikan kejahatan kemanusiaan, menyelesaikan persoalan internal, dan meminta pemerintah Myanmar mempertimbangkan kasus Ashin Wirathu yang secara terbuka dinilai melakukan gerakan genoside.
“Kita akan terus meningkatkan dukungan kepada pemerintah Indonesia untuk mendesak Myanmar menyelesaikan masalah pengungsi Rohingya. Masalah terhadap muslim Rohinya ini harus segera diselesaikan, sebab jika tidak cepat selesai justru akan mempengaruhi kondisi di Indonesia dan negara lainnya yang terkenan dampaknya,” pungkas Manager.*
No comments:
Post a Comment