JAKARTA (voa-islam.com) - Haiyyaaa, logo HUT Jakarta 488 kini tak lagi menggambarkan elang bondol, elang berwarna coklat dan berkepala putih di Kepulauan Seribu, yang oleh Gubernur Ali Sadikin telah ditetapkan sebagai maskot DKI Jakarta.
Kini, di usia Jakarta 488 tahun dibawah pimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kepala naga telah 'sah' dan dilegalkan menggantikan posisi Elang Bondol bahkan Garuda, dalam logo ulang tahun ibukota Jakarta tersebut.
Elang bondol sebelumnya digunakan sebagai simbol Jakarta dan nampak dalam logo angkutan Busway Transjakrta, namun kini Chinaisasi menjadi gamblang dengan disahkannya secara resmi gambar Kepala Naga sebagai logo HUT DKI ke 488 ini.
Lihat saja tanggapan Seknas Boemi Poetera yang juga ikut angkat bicara soal logo yang ditanggapi masyarakat. "Efek kepala naga (logo HUT ke-488 DKI) itu tidak main-main. Mesti segera disikapi, karena menyangkut sejarah dan falsafah bangsa kita," ulas Sekretaris Nasional (Seknas) Serikat Boemi Poetera, Ir. H. Abdullah Rasyid, ME., di Jakarta, Selasa (23/6/2015).
Seperti diketahui, Pemprov DKI meluncurkan logo yang menunjukkan usia Kota Jakarta saat ini, berikut gambaran dinamika dan visi pembangunannya. Gambar Kepala Naga diposisikan memuncaki logo tersebut sekaligus seakan menggantikan posisi Garuda.
"Ini bukan kebetulan! Kepala Naga memang dipersiapkan untuk mengubur semangat, bahkan falsafah yang diwariskan pendiri bangsa kita," ungkap Rasyid. Untuk itu dia mempertanyakan kesengajaan Pemrov DKI Jakarta menghilangkan simbol Garuda dan mengganti dengan Kepala Naga.
Tokoh muda asal Kota Medan ini pun menegaskan, tidak ada korelasi sama sekali antara "Kepala Naga" dengan Republik Indonesia. Sementara, sebagai ibukota negara, DKI Jakarta merupakan simbol kedaulatan dan wajah bangsa.
"Coba kita renungkan, apa jadinya bila Kepala Naga terus-terusan ditonjolkan di Jakarta? Akan jadi apa Burung Garuda lambang negara kita?" sentak Rasyid bernada tinggi, sembari mengingatkan Ahok bahwa Partai Gerindra -yang mengusungnya dalam Pilkada DKI- juga berlambang Garuda.
Andai pun Ahok berdalih bahwa maskot Jakarta bukanlah Garuda, lanjut Rasyid, tetaplah Kepala Naga tidak pantas menjadi ornamen pada logo dimaksud. Akan lebih tepat bila posisi itu ditempati Elang Bondol, elang berwarna coklat dan berkepala putih di Kepulauan Seribu, yang oleh Gubernur Ali Sadikin telah ditetapkan sebagai maskot DKI.
Lebih jauh Rasyid mengingatkan, logo HUT ke-488 DKI telah menunjukkan siapa sebenarnya sosok Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Dia sendiri telah merekam berbagai fenomena yang mengiringi kemunculan Ahok hingga menjadi pengendali Ibukota.
"Sejak dirinya berproses menjadi Bupati Belitung, hingga sekarang Gubernur DKI, ada sebuah sistem dengan kekuatan yang tidak alamiah ikut menopangnya. Mudah-mudahan kita semua segera tersadar dan terus merapatkan barisan," tukas Rasyid. [ris/rojul/teropongsenayan]
Kini, di usia Jakarta 488 tahun dibawah pimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kepala naga telah 'sah' dan dilegalkan menggantikan posisi Elang Bondol bahkan Garuda, dalam logo ulang tahun ibukota Jakarta tersebut.
Elang bondol sebelumnya digunakan sebagai simbol Jakarta dan nampak dalam logo angkutan Busway Transjakrta, namun kini Chinaisasi menjadi gamblang dengan disahkannya secara resmi gambar Kepala Naga sebagai logo HUT DKI ke 488 ini.
Lihat saja tanggapan Seknas Boemi Poetera yang juga ikut angkat bicara soal logo yang ditanggapi masyarakat. "Efek kepala naga (logo HUT ke-488 DKI) itu tidak main-main. Mesti segera disikapi, karena menyangkut sejarah dan falsafah bangsa kita," ulas Sekretaris Nasional (Seknas) Serikat Boemi Poetera, Ir. H. Abdullah Rasyid, ME., di Jakarta, Selasa (23/6/2015).
Seperti diketahui, Pemprov DKI meluncurkan logo yang menunjukkan usia Kota Jakarta saat ini, berikut gambaran dinamika dan visi pembangunannya. Gambar Kepala Naga diposisikan memuncaki logo tersebut sekaligus seakan menggantikan posisi Garuda.
"Ini bukan kebetulan! Kepala Naga memang dipersiapkan untuk mengubur semangat, bahkan falsafah yang diwariskan pendiri bangsa kita," ungkap Rasyid. Untuk itu dia mempertanyakan kesengajaan Pemrov DKI Jakarta menghilangkan simbol Garuda dan mengganti dengan Kepala Naga.
Tokoh muda asal Kota Medan ini pun menegaskan, tidak ada korelasi sama sekali antara "Kepala Naga" dengan Republik Indonesia. Sementara, sebagai ibukota negara, DKI Jakarta merupakan simbol kedaulatan dan wajah bangsa.
"Coba kita renungkan, apa jadinya bila Kepala Naga terus-terusan ditonjolkan di Jakarta? Akan jadi apa Burung Garuda lambang negara kita?" sentak Rasyid bernada tinggi, sembari mengingatkan Ahok bahwa Partai Gerindra -yang mengusungnya dalam Pilkada DKI- juga berlambang Garuda.
Andai pun Ahok berdalih bahwa maskot Jakarta bukanlah Garuda, lanjut Rasyid, tetaplah Kepala Naga tidak pantas menjadi ornamen pada logo dimaksud. Akan lebih tepat bila posisi itu ditempati Elang Bondol, elang berwarna coklat dan berkepala putih di Kepulauan Seribu, yang oleh Gubernur Ali Sadikin telah ditetapkan sebagai maskot DKI.
Lebih jauh Rasyid mengingatkan, logo HUT ke-488 DKI telah menunjukkan siapa sebenarnya sosok Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Dia sendiri telah merekam berbagai fenomena yang mengiringi kemunculan Ahok hingga menjadi pengendali Ibukota.
"Sejak dirinya berproses menjadi Bupati Belitung, hingga sekarang Gubernur DKI, ada sebuah sistem dengan kekuatan yang tidak alamiah ikut menopangnya. Mudah-mudahan kita semua segera tersadar dan terus merapatkan barisan," tukas Rasyid. [ris/rojul/teropongsenayan]
No comments:
Post a Comment