JAKARTA (voa-islam.com) - Islamophobia dimana-mana. Tim Redaksi Voa-islam.com bergerak aktif untuk menindaklanjuti banyaknya serangan (atau lebih tepatnya bombardir) isu kepada ISIS (Islamic State Iraq & Syam) yang kini bermetamorfosa menjadi Islamic State (IS) atau Daulah Islam dengan pendirian Khilafah Islamiyah.
Tim Redaksi Voa-Islam mencoba menyelamatkan makna 'Khilafah Islam' yang hendak dikriminalisasikan berbagai pihak, baik kafir nashara, aliran sesat syiah yang mendompleng agenda BNPT dan Densus 88 hingga timses Jokowi yang tiba-tiba ikut campur mengurusi ISIS daripada Gaza di Palestina.
Untuk mencari benang merah soal ISIS dan yang terkait dengan Khalifah Islam, pada 3 Agustus 2014 tim Redaksi Voa-Islam mewawancarai Ustadz Harist Abu Ulya Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) soal berkembangnya #teroristainment dan pemberangusan makna Khilafah Islam yang hendak dikriminalisasikan pasca kasus-kasus terorisme yang dibentuk BNPT sudah mulai 'masuk angin' dan kehilangan objek penderitanya.
Berikut laporan hasil wawancara kami kepada Ustadz Harist Abu Ulya dari CIIA
Apa pendapat Anda tentang pendukung ISIS/IS di Indonesia?
Tim Redaksi Voa-Islam mencoba menyelamatkan makna 'Khilafah Islam' yang hendak dikriminalisasikan berbagai pihak, baik kafir nashara, aliran sesat syiah yang mendompleng agenda BNPT dan Densus 88 hingga timses Jokowi yang tiba-tiba ikut campur mengurusi ISIS daripada Gaza di Palestina.
Khilafah Islam yang hendak dikriminalisasikan berbagai pihak, baik kafir nashara, aliran sesat syiah yang mendompleng agenda BNPT dan Densus88 hingga Timses JokowiApakah ini pengalihan isu?
Untuk mencari benang merah soal ISIS dan yang terkait dengan Khalifah Islam, pada 3 Agustus 2014 tim Redaksi Voa-Islam mewawancarai Ustadz Harist Abu Ulya Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) soal berkembangnya #teroristainment dan pemberangusan makna Khilafah Islam yang hendak dikriminalisasikan pasca kasus-kasus terorisme yang dibentuk BNPT sudah mulai 'masuk angin' dan kehilangan objek penderitanya.
Berikut laporan hasil wawancara kami kepada Ustadz Harist Abu Ulya dari CIIA
Apa pendapat Anda tentang pendukung ISIS/IS di Indonesia?
Saya ingin katakan kepada mereka pendukung ISIS/IS di Indonesia; alangkah eloknya jika dukungan dan optimisme terhadap ISIS/IS dan masa depannya itu di artikulasikan dalam sikap yang bijak dan proporsional. Hindarilah debat kusir, apa untungnya jika optimisme itu harus berselendang celaan, cacian, bahkan sampai pada tingkat pengkafiran terhadap siapapapun yang bersebrangan dengan sikap dan pendapatnya. Nalar sehat akan mengedepankan “suguhan” yang baik kepada umat, agar umat makin empati dan turut serta mendukung apa yang mereka dukung. Menghargai pihak lain yang berbeda sikap, itu juga sikap yang diajarkan para ulama’ mujahid yang mukhlis. Sikap berbeda tentu karena ada hujjah yang melandasinya.Karena perihal Khilafah bukan seperti pembicaraan bab sederhana tentang sah atau batalnya wudlu’. Khilafah ini menyangkut soal nasib hidup dan matinya umat Islam semua. Jangan sampai euforia membuat telinga disumpal, tidak mau mendengar nasehat apapun seraya mengenakan “kaca mata kuda” melangkah dengan kajahilan. Jika mengedepankan emosional dan loyalitas membabi buta kepada sebuah pilihan saya yakin hal tersebut akan melahirkan sikap dan kondisi yang kontra produktif!Siapa mereka?
Yang saya tahu mereka dari beragam person. Ada yang bergabung dalam sebuah tandzim gerakan dan juga ada yang tidak bergabung di sebuah tandzim. Begitu juga ada dari aktifis yang bergabung dalam sebuah forum-forum kecil maupun yang bergabung dalam sebuah ormas lalu keluar dari ormas tersebut kemudian berafiliasi kepada komunitas pro ISIS/IS.Apakah mereka dipelihara oleh inelijen RI?
Yang pasti, kelompok Islamis di Indonesia eksistensi antara "dicintai dan dibenci”. Dibenci karena dianggap ancaman potensial terhadap tatanan politik demokrasi yang carut marut. "Dicintai” karena dibutuhkan untuk menjadi penyeimbang dari keberlangsungan politik demokrasi yang di agung-agungkan. Disamping mereka kerap dibutuhkan menjadi “tumbal” kepentingan oleh orang dan kelompok opurtunis yang duduk di ragam jabatan dan kekuasaan. Bahkan kaum Islamis adalah obyek dari proyek politik imperialisme skala global dan regional. Karenanya, isu-isu sensitif terkait geliat kelompok Islamis juga menjadi perhatian kalangan dan institusi Intelijen. Oleh karena itu, penggalangan pasti dilakukan terhadap kelompok Islamis dengan beragam strategi, target minimalnya “dibawah kendali” rezim.Ustadzz Abu Bakar Baasyir dikabarkan ikut berbaiat dan digolongkan sebagai ISISER, kenapa hal tersebut bisa terjadi?
Dari informasi yang saya dalami memang benar Ustadz Abu Bakar Ba’asyir memberikan dukungan bahkan baiat kepada Khalifah al Bagdady yang dideklarasikan oleh ISIS. Beliau selama ini mendekam dibalik Lapas Pasir Putih-Nusa Kambangan, dan beliau dikelilingi oleh napi “teroris” yang pro ISIS. Bersama beliau ada seorang yang bernama Abu Yusuf, Abu Irhaby dan Anton, bisa dikatakan mereka ini 24 jam berinteraksi dengan beliau. Belum lagi seorang Aman Abdurrahman dari Lapas Kembang Kuning-Nusa Kambangan via telpon rutin komunikasi dengan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Sikap dan pemahaman seseorang bergantung dari maklumat (informasi) yang ia serap. Nah, ini soal intensitas dan volume komunikasi yang di introdusir kepada Ustadz Abu oleh orang seperti Abu Yusuf, Abu Irhaby dan Aman Abdurrahman lebih dominan dan banyak memberikan pengaruh mindset serta sikap seorang Ustadz Abu Bakar Ba’asyir.Apakah bergabungnya Ustadz ABB dengan ISISER ini adalah hasil penggalangan dalam operasi intelijen?
Ustadz Abu di satu sisi sebagai pimpinan JAT, tapi tidak mendapatkan informasi yang lebih dari organ JATdibanding informasi yang datang dari orang diluar JAT. Bahkan dalam konteks gerakan yang saya baca, sadar atau tidak akhirnya JAT tidak lagi mampu mempertahankan perfomanya sebagaimana mestinya. Karena pimpinannya dalam kondisi “dipangku” pihak lain diluar JAT. Dan semua proses ini secara tidak langsung mengalir dalam sebuah “karpet merah” pembiaran oleh pihak BNPT, Densus88 dan pihak Dirjen Lapas. Karena kuncinya disini adalah komunikasi dan informasi, sejatinya tidak susah bagi Densus88 dengan teknologi “cyber crime”nya untuk merontokkan semua situs-situs didunia maya yang menjadi sumber informasi. Dan tidak susah juga untuk melarang dan menutup semua akses informasi dan komunikasi dari dan ke semua lapas khusus bagi napi “teroris”. Jadi semua bukan faktor kebetulan dan tiba-tiba. Sadar atau tidak, sebenarnya ada yang sedang menikmati “permainan”.
Sekali lagi, pilihan Ustadz Abu untuk berbaiat kepada Khalifah al Bagdady bukan sebuah kebetulan. Karena ada proses panjang sebelumnya. Dari data-data empirik yang saya dapatkan terlihat bagaimana sebuah pengkondisian “hight pressure” yang ending-nya membuat Ustadz Abu inheren dengan para pendukung ISIS baik yang ada dalam Lapas maupun yang diluar Lapas. Jauh hari tentang kemungkinan Ustadz Abu dengan JAT-nya seperti keadaan sekarang sudah saya ingatkan kepada beberapa qiyadah JAT. Posisi JAT menjadi target operasi intelijen, dengan target dibubarkan atau dibuat seperti macan ompong.Intelijen di Indonesia ada banyak, elemen mana yang memainkan ini, BIN, BAIS atau BNPT?
Atau sebaliknya jika perlu diradikalkan sekalian supaya mudah dikriminalkan untuk kepentingan proyek kontra terorisme oleh BNPT dan Densus88. Semua proyek penindakan orang yang dituduh teroris banyak dikaitkan dengan JAT. Dan bahkan para pimpinan JAT banyak masuk penjara, tapi semua itu tidak berpengaruh kepada eksistensi JAT.
Nah, strategi yang soft ternyata lebih manjur untuk melemahkan JAT. Yaitu, langkah “menarik” Ustadz Abu dari JAT atau membawa Ustadz Abu bersama gerbong JAT nya untuk lebih “radikal” dengan akidah takfiriyah bahkan kalau perlu mampu menjadikan Ustadz Abu mengambil sikap yang bisa memberikan legitimasi terhadap kepentingan pendukung ISIS. Dengan begitu BNPT seperti saat ini bisa berkoar-koar bahwa benar adanya jaringan teroris global di Indonesia. ISIS/IS di indonesia bobot isu dan impact-nya akan berbeda jika Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang menjadi pendukungnya jika dibandingkan hanya seorang Aman Abdurrahman, intelijen saya rasa paham hal tersebut.
Jadi efek dominonya luar biasa, baik tehadap eksistensi JAT, posisi Ustadz Abu dan secara umum terhadap masa depan pergerakan Islam di Indonesia yang mereka konsen dalam penegakkan syariat dan Khilafah. Pihak intelijen akan mengelola sesuai dengan blue print management konflik dalam konteks politik keamanan di indonesia.
Saya lihat baik BIN maupun BAIS demikian juga Intelkam POLRI terus memonitori soal Khilafah dan ISIS. Di masing-masing institusi Intelijen ada bagian khusus dengan deputi, direktur dan satgas serta agen dibawahnya sesuai bidangnya bekerja siang dan malam untuk itu. Kalau anda mau tahu siapa yang paling berperan memainkan masalah ini, lihatlah siapa yang paling getol membangun retorika publik dalam isu ini? Jajaran BNPT bersindikasi dengan intelijen Densus88 banyak punya kepentingan dengan isu ini.Ada isu BNPT menyiapkan bom bagi ISISER untuk diledakkan menjelang keputusan MK tentang kecurangan Pilpres. Seberapa jauh kebenaran isu tersebut?
Masyarakat perlu tahu, Pilpres menyisakan masalah di antara dua kubu. Dan potensi gangguan keamanan paling tinggi adalah dari masing-masing pihak pendukung capres yang tidak puas dengan hasil pilpres yang diumumkan KPU dan keputusan MK kedepan. Di sisi lain sebenarnya para pemangku kebijakan dibidang politik keamanan butuh “prestasi” yang bisa di banggakan didepan Presiden baru. Jaminan keamanan terhadap proses Pilpres dari awal hingga dilantiknya Presiden baru, menjadi pertaruhan bagi jabatan dan kepentingan opurtunis mereka saat ini. Jadi ada upaya penggalangan terhadap semua kubu capres baik yang menang maupun yang kalah agar tidak melakukan gerakan kontraproduktif terhadap keamanan.Demikian hasil wawancara kami dengan Ustadzz Harist Abu Ulya dari CIIA. Waspadalah, para pendukung ISIS akan mengalami ujian dan jebakan yang banyak. Be Wise and Beware Bro! [ajaf/adivammar/voa-islam.com]
Namun disisi lain, saya juga melihat momentum saat ini bagi semua kubu juga butuh “kambing hitam” sebagai respon terhadap kisruhnya Pilpres. Bisa jadi memanfaatkan kelompok IslamisNamun disisi lain, saya juga melihat momentum saat ini bagi semua kubu juga butuh “kambing hitam” sebagai respon terhadap kisruhnya pilpres. Bisa jadi memanfaatkan kelompok Islamis untuk melakukan aksi sebagai pengalihan kisruh hasil pilpres.
BNPT bukan tidak mungkin dalam kondisi sekarang ingin memancing di air keruh. Mau ambil banyak keuntungan dengan isu Khilafah dan ISIS sepanjang waktu sebelum pelantikan Presiden. Bukan tidak mungkin langkah-langkah intelijen gelap terjadi untuk melegitimiasi “narasi ancaman” dimana BNPT sudah menabuh sinyal sebelumnya. Dan menjadi seperti dalam pepatah “ayam berkotek tanda ia bertelur”. Waspadalah!
No comments:
Post a Comment