Sampai 2009 konon Freeport sudah berhasil mengeruk lebih dari 7 juta ton tembaga dan sekitar 725 juta ton emas. Harganya setara dengan Rp 290.000.000 triliun.
Bila belanja Negara (Indonesia) per tahun sekitar Rp 1.000 triliun, maka dari hasil emas Papua itu saja (belum yang lain-lain) sudah bisa memenuhi kebutuhan belanja negara selama 290.000 tahun alias 2.900 abad. Diperkirakan, hingga tahun 2041 masih terdapat cadangan tembaga sebanyak 18 juta ton, dan cadangan emas sekitar 1.430 ton.
Belum lagi kekayaan hutan dan laut. Namun kekayaan yang melimpah ruah itu semua kenyataannya berbeda dengan kondisi warga. Warga belum tentu tercukupi sandang-pangan-papan dan lapangan kerja. Sehingga, banyak yang mencari kerja ke luar negeri sebagai babu. Di negeri orang, ratusan ribu babu berasal dari negeri yang kekayaan alamnya melimpah ruah ini ada yang mendapat perlakuan tidak manusiawi disamping tidak memperoleh upah, sebagaimana terjadi pada Sumiati, Husna, Rohani, Kikim Komalasari dan sebagainya (lihat Derita Korban Kejahatan Pengiriman Babu-babu, nahimunkar.com, edisi December 1, 2010 10:14 pm).
Pepatah lama mengatakan: Ayam bertelur di lumbung padi, mati kelaparan. Kata-kata itu dulu hanya dianggap biasa, bahkan seakan mengada-ada, namun kini bagi yang arif dan tidak mati rasa tentu akan mampu menyerap maknanya bahwa itu adalah sindiran yang luar biasa terhadap keadaan yang aneh tapi nyata ini.
***
Beberapa waktu lalu sejumlah harian nasional mempublikasikan jalinan kerja sama antara PT Pertamina dengan Exxon Mobil Corporation untuk mengelola Blok Natuna Timur (sebelumnya bernama Blok Natuna D Alpha), yang memiliki kandungan gas alam terbesar di dunia. Yaitu, sebesar 222 triliun kaki kubik potensi gas alam senilai Rp 6.287,25 triliun.
Posisi Blok Natuna Timur yang ditemukan sejak 1973 ini, berada pada kilometer 225 sebelah timur laut Pulau Natuna. Sedangkan Pulau Natuna sendiri terletak di kilometer 600 sebelah timur laut Singapura dan di kilometer 1.100 sebelah utara Jakarta. Cadangan gas alam di sini diperkirakan dapat dieksplorasi selama 30 tahun ke depan. (Republika online edisi Sabtu, 04 Desember 2010)
Dalam hal ini, Pertamina merasa tidak dapat mengelola kekayaan alam itu sendirian, karena memerlukan investasi besar (sekitar 52 miliar dolar AS) dan membutuhkan penerapan teknologi tinggi. Sebelum akhirnya diputuskan Exxon Mobil Corporation dari Amerika Serikat sebagai mitra yang pas, ada tujuh peminat lain yang berasal dari berbagai negara, yaitu Shell (Belanda), Statoil (Norwegia), Total (Prancis), Chevron (Amerika), Eni SpA (Italia), China National Petrolium Corporation (Cina), Petronas (Malaysia).
Sebelum bernama Pertamina, perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Indonesia ini, pada awal berdirinya (sejak tanggal 10 Desember 1957) bernama PT PERMINA. Barulah pada tahun 1971 bernama PERTAMINA. Perusahaan ini didirikan dengan maksud untuk menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi, baik di dalam maupun di luar negeri serta kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi tersebut. Sehingga, dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Sedangkan Exxon Mobil Corporation, didirikan sejak 1911 dengan nama EXXON. Barulah pada 30 November 1999, perusahaan penghasil dan pengecer minyak ini bernama EXXONMOBIL setelah terjadinya penggabungan antara Exxon dan Mobil. Penghasilan ExxonMobil pada tahun 2005 mencapai 371 milyar dolar Amerika, dengan jumlah karyawan di seluruh dunia mencapai 88.300 orang.
Di Indonesia, kehadiran ExxonMobil sudah lebih dari seratus tahun, khususnya dalam melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi ladang gas dan minyak di sini, terutama di Aceh, Sumatera Utara, dan Blok Cepu (Jawa Tengah dan Jawa Timur). Dalam upayanya itu, Exxon bekerja sama dengan PT Arun dan PT Pertamina. Di Blok Cepu cadangan minyak di kawasan ini diperkirakan mencapai lebih dari 600 juta barrel, dan kandungan gas alam yang signifikan. (Kompas, Selasa, 26 Januari 2010)
Selain memiliki kekayaan gas alam, Indonesia juga memiliki kekayaan lain berupa emas, tembaga, perak, molybdenum, rhenium. Kesemuanya berada di tanah Papua, dan dikelola oleh Freeport, sebuah perusahaan pertambangan asal Amerika Serikat dan penghasil emas terbesar di dunia.
Di Indonesia, khususnya di tanah Papua, Freeport melakukan eksplorasi di dua tempat, yaitu kawasan tambang Erstberg (sejak 1967) dan kawasan tambang Grasberg (sejak 1988). Selain itu, Freeport juga mengeksplorasi tembaga di kawasan Tembaga Pura, Kabupaten Mimika. Sampai 2009 konon Freeport sudah berhasil mengeruk lebih dari 7 juta ton tembaga dan sekitar 725 juta ton emas. Setara dengan Rp 290.000.000 triliun bila dikalikan dengan harga emas saat ni yang mencapai Rp 400.000 per gram (725.000.000.000.000.000 X 400.000 = 290.000.000.000.000.000.000). Bila belanja negara per tahun sekitar Rp 1.000 triliun, maka dari hasil emas Papua bisa memenuhi kebutuhan belanja negara selama 290.000 tahun. Diperkirakan, hingga tahun 2041 masih terdapat cadangan tembaga sebanyak 18 juta ton, dan cadangan emas sekitar 1.430 ton.
Belum lagi kekayaan hutan dan laut. Namun itu semua tidak membuat rakyatnya tercukupi sandang-pangan-papan dan lapangan kerja. Sehingga, banyak yang mencari kerja ke luar negeri sebagai babu. Di negeri orang, para babu ini ada yang mendapat perlakuan tidak manusiawi disamping tidak memperoleh upah, sebagaimana terjadi pada Sumiati, Husna, Rohani, Kikim Komalasari dan sebagainya (lihat Derita Korban Kejahatan Pengiriman Babu-babu, nahimunkar.com, edisi December 1, 2010 10:14 pm).
TKI Terlantar
Ada juga, yang dalam upayanya mencari kerja di negeri orang, mereka terlunta-lunta, terlantar, atau ditelantarkan oleh bangsanya sendiri yang bertindak sebagai penyalur tenaga kerja, meski sudah membayar sejumlah rupiah dalam jumlah yang sangat besar untuk ukuran rakyat biasa. Sebagaimana pernah terjadi pada Ardi alias Ardi Rumekso alias Ardi Spanyol, warga Jalan Jatiluhur RT 001 RW 005 no. 297, Kelurahan Ngesrep, Kecamatan Banyumanik, Kodya Semarang, Jawa Tengah.
Pada suatu hari, 15 September 2007, Ardi mendapat informasi tentang adanya peluang bekerja di luar negeri melalui perusahaan pengerah tenaga kerja Anugerah Presidian. Nama Anugerah Presidian diambil dari nama salah satu anak Pak Koesno, mantan pejabat Depnaker Semarang, yang ketika masih aktif berdinas, konon ia mengurus penempatan tenaga kerja Indonesia untuk magang kerja ke Jepang. Selain itu, Koesno juga dikenal sebagai salah satu tenaga pengajar di sebuah perguruan tinggi.
Dorongan ingin memperbaiki taraf hidup, dan tumbuhnya kepercayaan kepada sosok Koesno di atas, membuat Ardi tidak ragu-ragu mentransfer sejumlah uang, agar ia bisa ditempatkan di luar negeri untuk bekerja dengan penghasilan yang diharapkannya tinggi. Maka, pada tanggal 24 September 2007 Ardi pun mentransfer uang pembayaran via BNI sebesar Rp 40 juta ke rekening Anugerah Presidian di Bank Mandiri.
Sekitar dua belas hari kemudian (06 Oktober 2007), Ardi melakukan pembayaran lagi untuk keperluan notaris. Hampir sebulan kemudian (tanggal 05 November 2007), Ardi kembali menstransfer uang sebesar Rp 20 juta ke sebuah rekening bernomor 135.000517 6530. Meski demikian, Ardi baru diberangkatkan pada 24 Maret 2008 menuju Prancis. Ia dan Kasmuri tiba di Prancis pada tanggal 25 Maret 2008. Sehari kemudian, tanggal 26 Maret 2008, Ardi dan Kasmuri sudah tiba di Spanyol.
Harapan mendapatkan pekerjaan yang layak, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup, buyar sudah. Kondisi hidup di Spanyol justru lebih buruk dibanding saat ia masih berada di tanah air. Ardi dan Kasmuri ditempatkan di sebuah penampungan di Caspe, sekitar 100 kilometer arah timur dari provinsi Zaragoza, Spanyol.
Di Caspe ini Ardi dan kasmuri ditampung di garasi. Di tempat ini semua aktivitas seperti makan, mandi, mencuci dan menjemur pakain, serta memasak dilakukan. Di garasi ini terdapat 15 orang asal Indoneisa, termasuk Ardi dan Kasmuri, hidup berdesakan tanpa penghangat. Bahkan, perlengkapan tidur pun tidak disediakan, sehingga Ardi dan Kasmuri harus mengais-ngais dari tempat sampah. Urusan makan juga bermasalah. Sehari hanya diberi makan dua kali, itu pun sering terlambat. Bahkan, kadang makanan tak tersedia, sehingga Ardi dan kawan-kawan harus ngemis-ngemis bahan makanan kepada orang Spanyol, atau mencuri-curi di kebun dan mencari sisa-sisa makanan orang Spanyol.
Tak tahan berada dalam kondisi di bawah garis kemanusiaan, akhirnya Ardi dan Kasmuri memutuskan untuk kembali ke tanah air. Tanggal 15 Mei 2008, Ardi dan kasmuri akhirnya bisa pulang ke Indonesia, berkat perjuangan keluarga di tanah air. Sekitar jam 10:25 waktu setempat, Ardi dan kasmuri bertolak dari bandara Spanyol dengan penerbangan SQ377. Keesokan harinya, tanggal 16 Mei 2008, mereka tiba di Singapura sekitar pukul 07:35 pagi, dan pada pukul 09:25 wib mereka sudah mendarat di Jakarta dengan SQ 954.
Ardi menyimpulkan, praktik yang dilakukan Koesno dan anak-anaknya adalah penipuan dan pelecehan terhadap bangsa sendiri. Sebelum berangkat, Ardi dijanjikan mendapat handphone dan uang saku 500 Euro. Itu semua merupakan paket yang layak diterimanya setelah membayar biaya sebesar Rp 60 juta lebih. Ternyata, janji itu palsu. Ardi sama sekali tidak dibekali handphone, bahkan uang saku yang ia terima hanya sebesar 250 Euro, itu pun setelah Ardi ngotot.
Begitu juga dengan masalah penginapan, yang dijanjikan gratis, ternyata diharuskan membayar sebesar 80 Euro setiap bulannya. Masih ditambah biaya makan sebesar 1 Euro per hari untuk dua kali makan saja. Bila sudah mendapatkan pekerjaan, dikenai biaya sebesar 5 Euro (ongkos transport) per hari. Masih ada lagi. Bagi yang sudah bekerja, dikenakan biaya sewa papael (surat kerja resmi) sebesar 3 Euro per hari. Padahal, para pekerja tidak selalu mendapat upah. Ada kalanya meski sudah bekerja selama dua minggu, upah yang seharusnya dibayarkan sama sekali tidak diterima. Dokumen keimigrasian seperti paspor juga tidak diurus. Begitu juga dengan surat kesehatan dan dokumen lainnya, tidak gratis tetapi dikenakan biaya sebesar 100 Euro.
Ardi adalah salah satu rakyat Indonesia yang kaya. Namun ia harus mengais rezeki di negeri orang. Itu pun tidak berhasil, meski ia sudah keluar modal sebanyak Rp 60 juta lebih. Ia tidak dianiaya oleh majikannya yang orang asing, tetapi ditipu oleh bangsanya sendiri. Bagaimana bangsa lain mau menghargai bangsa Indonesia, bila orang semacam Ardi tidak dihargai oleh bangsanya sendiri, bahkan diperlakukan lebih rendah dari pembantu.
Nasib serupa Ardi juga dialami Winanto (24 tahun), warga Desa Ngadirejo, Kecamatan Wonoasri, Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Uang yang disetorkan Winanto untuk bisa bekerja di Malaysia, tidak sebesar Ardi, tetapi ‘hanya’ Rp 4,5 juta saja. Uang sebanyak itu ia setorkan pada bulan Mei 2008 kepada M (38 tahun) warga Desa Blemben, Kecamatan Jambon, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, yang selama ini dikenal sebagai calo TKI.
Kepada Winanto, sang calo TKI menjanjikan akan memberangkatkan Winanto dengan pesawat udara ke Malaysia. Ternyata, pada Juni 2008 Winanto dan lima calon tenaga kerja asal Ponorogo lainnya, diberangkatkan ke Dumai (Kepulauan Riau) dengan bus antar kota. Di Dumai, Winanto dan kawan-kawan ditempatkan di sebuah ruko, dan ditelantarkan, tanpa ada kejelasan kapan akan berangkat ke Malaysia. Selama dua minggu lebih tanpa ada kejelasan. Tiba-tiba, calo TKI berinisial I meminta uang sebesar Rp 2 juta per orang dengan alasan untuk membeli tiket kapal laut menuju Malaysia. Konon, sang calo di Dumai ini sama sekali tidak menerima uang dari M (calo TKI asal Ponorogo).
Winanto tak punya uang sebanyak itu. Akhirnya ia berhasil menghubungi kerabatnya di Pekanbaru, minta bantuan dana agar bisa kembali ke Madiun. Pertengahan Agustus 2008 Winanto berhasil kembali ke kampung halamannya. Peristiwa tersebut ia laporkan ke Polwil Madiun.
Nasib Winanto masih lebih beruntung, bila dibandingkan dengan nasib Sri Harini asal Kendal, Jawa Tengah. Gadis kelahiran tahun 1983 ini sudah bekerja sejak September 2006 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA). Pada pertengahan September 2008, keluarga sang majikan mengajak Sri berlibur ke Muenchen, Jerman. Ternyata, upaya itu bagian dari rencana sang majikan menelantarkan Sri Harini. Ketika sedang asyik berbelanja di pusat perbelanjaan tiba-tiba mereka meninggalkan Sri begitu saja.
Sri Harini ditinggalkan begitu saja di Jerman, tanpa uang dan tanpa dokumen. Sang majikan yang tergolong kasar, mudah marah, dan emosional untuk hal-hal sepele, menyimpan dokumen keimigrasian Sri Harini.
Berada di negeri asing tanpa uang dan dokumen, membuat Sri hanya bisa menangis, dan menangis, sampai akhirnya ia ditolong laki-laki budiman bernama Shafiq, warga Jerman keturunan Turki. Selama dua bulan Sri ikut membantu dua toko yang dimiliki Shafiq. Sementara itu Shafiq berusaha terus mencari nomor telepon kantor perwakilan RI yang bisa dihubungi. Akhirnya, Sri mendapat pertolongan dari Konjen RI di Frankfurt.
Dari Grobogan, Jawa Tengah, pernah terbetik kabar tentang tujuh calon tenaga kerja Indonesia yang ditelantarkan meski sudah menyetorkan uang puluhan juta ke perusahan pengerah tenaga kerja PT Avco Jaya Manunggal, yang sejak dua setengah tahun sebelumnya berjanji akan memberangkatkan mereka paling lambat Desember 2009 ke Korea, namun hingga pertengahan Januari 2010 tak kunjung terlaksana.
Ketujuh calon TKI ini adalah Pujianto (29 tahun), telah menyerahkan uang sebesar Rp 22,5 juta. Purnami (36 tahun), warga Desa Gundi, Godong, telah menyerahkan uang sebesar Rp 21 juta. Sumini (32 tahun), warga Desa Rajek, Godong, telah menyerahkan uang sebesar Rp 22,5 juta. Sri Wahyuni (31 tahun), warga Desa Bugel, Godong, telah menyerahkan uang sebesar Rp 28 juta.
Lainnya, yaitu Nuryanto (25 tahun) warga Desa Nambuhan, Purwodadi, telah menyerahkan uang sebesar Rp 21,5 juta. Sedangkan Juni (29 tahun) warga Jatisono, Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak, telah menyerahkan uang sebesar Rp 24,5 juta. Yang paling banyak menyetor uang adalah, Kartini (30 tahun), warga Desa Werdoyo, Kecamatan Kebongagung, Kabupaten Demak, sudah menyerahkan uang senilai Rp 35 juta.
PT Avco Jaya Manunggal yang berkantor di Dusun Deresan, Desa Beringin, Kecamatan Godong ini untuk meyakinkan korbannya, membekali mereka dengan sejumlah pendidikan, setelah korban menyetor uang dalam jumlah banyak.
Nasib Serli, TKI asal NTT lain lagi. Serli sudah sejak tahun 2007 lalu bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga di Malaysia. Setiap hari Serli harus bekerja dari pukul 07.00 WIB hingga pukul 02.00 WIB dini hari tanpa istirahat, dan hanya diberi makan 2 kali sehari, dengan makan malam berupa mie instan, dan tidak dibayarkan gajinya sejak awal bekerja. Selain itu, Serli kerap disiksa serta dipukuli majikannya.
Pada April 2010, majikannya mengirm Serli pulang, tanpa alasan yang jelas. Serli hanya dibekali uang sebesar Rp 1 juta, dan disuruh naik pesawat jurusan Padang. Di Padang, Serli terlantar. Akhrnya ia dipulangkan oleh Disnakertrans Sumatera Barat dan LSM Nurani Perempuan ke kampung halamannya pada 4 Mei 2010.
Bila Serli terlantar di Padang, Sumatera Barat, yang masih bagian dari negerinya sendiri, nasib yang lebih pahit dialami Jumiati (26 tahun), tenaga kerja asal Desa Larangan, Kecamatan Larangan, Brebes, Jawa Tengah. Ia ditelantarkan di Sri Langka, setelah sebelumnya menjadi korban kekerasan majikannya saat bekerja di Arab Saudi.
Jumiati berangkat ke Riyadh, Arab Saudi pada 9 November 2009. Karena tak tahan diperlakukan majikannya, Jumiati akhirnya kabur ke KBRI di Arab Saudi. Gaji dua bulan Jumiati habis digunakan untuk mengurus permasalahannya. Namun, Jumiati justru dikembalikan ke majikannya oleh pihak KBRI dan agensi yang mengirimnya kerja ke Riyadh.
Sekitar Juli 2010, sang majikan berkunjung ke rumah adiknya di Sri Langka. Jumiati dibawa serta, kemudian dipekerjakan untuk merawat anak adik sang majikan yang masih bayi. Di sinilah Jumiati terlantar. Ia ingin pulang karena kondisinya sakit-sakitan, sebagaimana diceritakan Nurcholis (30 tahun) suami Jumiati.
Kasus TKI terlantar akibat ditipu tekong (calo) dialami oleh Mita Marwati (30 tahun) asal Semarang dan Salmi (45 tahun) TKW asal Boyoli Jawa Tengah. Mita dijanjikan bekerja di sebuah perusahaan di Malaysia dengan gaji 600 ringgit per bulan ditambah tips dan bonus tiap hari. Ternyata, setelah membayar sejumlah uang, Mita hanya sampai di tempat penampungan di pantai impian, Tanjungpinang. Selama berada di penampungan singgah, Mita dua kali dipukul Asni salah seorang tekong yang menampungnya. Beruntung Mita bisa meloloskan diri hingga sampai di rumah singgah Engku Putri Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau.
Hampir sama dengan Mita, Salmi mengaku ditipu tekong dengan cara ditinggalkan di atas kapal Bukit Raya, sesaat setelah tiba di pelabuhan Kijang-Bintan. Sebelumnya, Salmi mengaku dijanjikan akan dipekerjakan di luar negeri dengan gaji Rp 1,5 juta per bulan. Untuk itu, Salmi dimintai uang Rp 1 juta. Sebelum sampai di rumah singgah Engku Putri, Salmi sempat tidur selama berhari-hari di pelabuhan Kijang, kadang di semak atau di gubuk yang ditemuinya. Salmi akhirnya ditolong seorang tukang ojek setelah sebelumnya berjalan bebeberapa hari tanpa tujuan. Oleh tukang ojek, Salmi diantar ke kantor polisi di Kijang. Polisi kemudian merujuk Salmi ke rumah singgah Engku Putri.
Akhirnya, Mita dan Salmi pada tanggal 04 Oktober 2010 dipulangkan ke kampung halaman masing-masing, setelah pihak pengelola rumah singgah Engku Putri menghubungi Pemda Jawa Tengah.
Seharusnya, rakyat Indonesia tidak perlu sampai repot-repot mencari kerja ke luar negeri, karena dengan kekayaan alamnya yang sedemikian melimpah, bila dikelola dengan baik mampu memberikan lapangan pekerjaan bagi sebagian besar rakyatnya. Dengan kekayaan alam yang melimpah, kesejahteraan rakyat dapat dijamin berada pada tingkatan yang membanggakan.
Fakta tentang kekayaan alam Indonesia yang melimpah berhadapan dengan fakta tentang rakyatnya yang harus cari kerja ke luar negeri, menunjukkan bahwa keberkahan telah sedemikian jauh dari bangsa kita. Mungkin, karena syari’at Islam yang seharusnya dijadikan landasan hidup berbangsa dan bernegara hanya dijadikan komoditas politik semata.
Itu semua salah siapa?
Jawabannya adalah benarlah firman Allah Ta’ala,
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (QS. As-Syura [42] : 30).
Wujud kesalahan itu di antaranya apa?
Ini jawabannya:
Dari Abdullah bin Umar, ia berkata, Rasulullah saw menghadapi kami lalu bersabda: Wahai orang-orang Muhajirin, lima perkara jika kamu ditimpa lima perkara ini (maka keadaanmu mengalami bermacam-macam adzab) aku mohon kepada Allah agar kamu tidak mendapatinya.
(1) tidaklah perbuatan keji (zina) yang dilakukan secara nampak hingga terang-terangan di suatu kaum kecuali akan tersebar wabah penyakit tho’un dan penyakit-penyakit lainnya yang tidak ada pada orang-orang terdahulu mereka yang telah lalu.
(2) tidaklah orang-orang mengurangi takaran dan timbangan kecuali mereka akan disiksa dengan paceklik, sulitnya (bahan) kebutuhan, dan dhalimnya penguasa atas mereka.
(3) tidaklah mereka menahan zakat harta mereka kecuali akan ditahan pula untuk mereka hujandari langit, dan seandainya bukan karena (adanya) hewan-hewan maka mereka (manusia tak bayar zakat harta itu) tidak dihujani.
(4) dan tidaklah orang-orang membatalkan janji Allah dan janji Rasul-Nya kecuali Allah akan menjadikan musuh dari selain mereka (yakni orang-orang kafir) maka mereka (musuh) itu mengambil sebagian apa yang ada di tangan mereka (pembatal janji itu).
(5) dan selagi pemimpin-pemimpin (pemerintahan, bangsa, masyarakat) mereka tidak berhukum dengan kitab Allah, dan mereka memilih-milih dari apa yang diturunkan Allah (maka tiada lain) kecuali Allah menjadikan keganasan satu sama lain di antara mereka. (HR Ibnu Majah no 4019, hasan menurut Al-Albani dalam As-Silisilah As-Shohihah 106/ 4009).
Bagaimana mau tidak diadzab dengan aneka derita, semua dari lima keburukan itu sudah dilanggar seluruhnya. Zina bukan lagi terang-terangan, malah dijadikan bisnis. Hingga Gubernur Jawa Timur memerintahkan agar pusat pelacuran di Surabaya ditutup saja walaikotanya padahal perempuan justru ngeyel menolak dengan alasan yang dibuat-buat. Itu belum masalah zina di seantero negeri dengan aneka kasusnya dari pembantu rumah tangga sampai tingkat aparat dan anggota dewan yang terhormat, apalagi artis, jangan dikata lagi!
Pembaca yang kami hormati, bagaimana zina telah dipersilakan di negeri ini, sampai seorang ibu pun ada yang mempersilakan anaknya yang masih umur 13 tahun untuk berzina. Nia Dinata, sineas (orang yang ahli tentang cara dan teknik pembuatan film) yang kerap mengangkat tema perempuan menyatakan kepada anaknya (ABG lelaki 13 tahun), untuk melakukan seks tidak harus pergi jauh-jauh dari Indonesia. Silakan kamu lakukan di Tanah Air tapi kamu harus tahu tentang bagaimana penyakit menular, HIV/AIDS dan lain sebagainya.
"Silakan kamu melakukan itu dengan pacarmu tapi dengan syarat sama-samamau. Tapi kamu tahu dulu tentang sex education. Tentunya, satu sama lainharus bisa bertanggung jawab atas perbuatannya," katanya. (okezone, ABG Impikan ke Belanda Demi Seks Bebas, Senin, 6 Desember 2010 - 08:51 wib)
Benarlah firman Allah Ta’ala dalam surat An-Nas, untuk berlindung kepada Allah dari bisikan syetan di dada-dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.
Nia Dinata juga dikenal membela pornografi dengan bukti gigihnya memprotes rancangan undang-undang anti pornografi. Pembelaannya terhadap pornografi itu dapat dibaca di (http://www.nahimunkar.com/cewek-cewek-penentang-uu-pornografi-buruk-muka-cermin-dibelah dapat juga dibaca di buku Pangkal Kekeliruan Golongan Sesat, oleh Hartono Ahmad jaiz dkk, Pustaka Nahi Munkar, Jakarta, 2009, hal 331-334).
Dan itu bukan hanya dalam hal bermaksiat, tetapi sudah sampai pada cara berfikir, sehingga ketika ada artis yang ditolak masyarakat ketika mau mencalonkan diri sebagai kepala daerah karena telah dikenal sebagai wanita yang berpenampilan seronok alias umbar aurat, tahu-tahu ada yang mengqiyaskannya dengan Nabi. Sama-sama semula ditolak warga, kata seorang artis yang dikenal sebagai pengacara.
Astaghfirulloh… Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditolak karena mentauhidkan Allah, penolaknya itu orang-orang kafirin musyrikin yang memang benci kepada aturan Allah. Lha kalau artis seronok, ditolaknya itu karena mengumbar aurat alias pengusung maksiat, sedang yang menolaknya itu masyarakat yang justru taat kepada Allah. Itulah cara berfikir seorang pembela yang sangat dungu, menyamakan antara emas dengan kotoran manusia hanya karena sama-sama kuningnya.
Keburukan yang kedua, curang dalam takaran dan timbangan. Di mana di negeri ini yang orang-orangnya bersih dari itu. Dari penujual barang di pinggir jalan sampai di tempat yang mewah banyak sekali pelaku-pelaku curangnya. Penulis pernah naik taksi menuju ke satu pergedungan. Tukang taksi bertanya, Pak di gedung itu isinya yang paling banyak apa Pak?
Saya jawab, ya orang bekerja dan sebagainya.
Dia bantah dengan perkataan: Bukan Pak. Isinya paling banyak ya maling.
Astaghfirullah… tukang taksi itu masih saja ngoceh dan saya mengelus dada sambil senyum kecut.
Ketika isinya seperti itu, maka apabila yang memimpin negeri itu dhalim, maka sudah sesuai dengan hadits tersebut. Ini bukan menjustifikasi pemimpin yang dhalim, ini hanya analisis kenyataan.
Keburukan lainnya, membatalkan janji Allah dan janji Rasul-Nya, sudah tidak dapat dihitung lagi. Mulutnya bersyahadat, bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang haq disembah selain Allah; namun betapa banyaknya orang yang rajin meminta-minta mengenai nasib hidupnya ke dukun, ke isi kubur –malahan dipimpin oleh orang-orang bersorban atau perempuan berjilbab rapat dan perginya itu dengan istilah yang seolah Islami, yakni tour ziarah, tour religi dan sebagainya. Kesesatan tentang ini dapat dibaca di buku Pendangkalan Akidah Berkedok Ziarah. Di samping itu juga banyak yang berdoa atau menyembah, atau minta berkah atau minta dihindarkan dari mala petaka ke batu, gunung, laut, bahkan kerbau dan sebagainya dengan aneka upacara dan cara. Aneka kemusyrikan pun merajalela. Tidak dapat dihitung lagi, dan itu sering justru disponsori penguasa. Itu berarti membatalkan janji Allah dengan dipimpin oleh penguasa setempat.
Juga membatalkan janji Rasul, untuk mengikuti Rasul dalam ibadah kepada Allah, tetapi betapa banyaknya bid’ah-bid’ah yang mereka buat. Ada shalawat bikinan yang tidak disyari’atkan seperti apa yang disebut Shalawat Nariyah. Shalawat Nariyah telah dikenal oleh banyak orang. Mereka beranggapan, barangsiapa membacanya sebanyak 4.444 kali dengan niat agar kesusahan dihilangkan, niscaya akan terpenuhi.
Ini adalah anggapan batil yang tidak berdasar sama sekali. Apalagi jika kita mengetahui lafadh bacaannya, serta kandungan syirik yang ada di dalamnya. Mengandung kemusyrikan menurut Syaikh Jamil Zainu, karena ada lafal
Bagaimana mungkin Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam akan rela, jika dikatakan bahwa beliau kuasa menguraikan segala ikatan dan menghilangkan segala kesedihan. Padahal Al-Qur’an menyeru kepada beliau untuk memaklumkan:
“Katakanlah, ‘Aku tidak kuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, niscaya aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-A’raf [7]: 188) (Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Minhajul Firqah An-Najiyah wat Thaifah Al-Manshurah, diterjemahkan Ainul Haris Umar Arifin Thayib Lc, Jalan Golongan Selamat, Darul Haq, Jakarta, cet. I, 1419 H, hlm. 173-176. Lihat pula di buku Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, cetakan 7, 2004M, halaman 266-268).
Ada juga shalat bikinan yang tidak disyari’atkan seperti shalat Raghaib di awal bulan Rajab, dan ada juga perayaan-perayaan atau upacara-upacara bikinan atas nama agama yang tidak disyari’atkan. Itu yang mereka semarakkan dan dibela mati-matian. Padahal sudah ada ancaman dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Dari Abdullah bin Mas'ud bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah seorang nabi yang diutus oleh Allah pada suatu umat sebelumnya melainkan dia memiliki pembela dan sahabat yang memegang teguh sunnah-sunnah dan mengikuti perintah-perintahnya, kemudian datanglah setelah mereka suatu kaum yang mengatakan sesuatu yang tidak mereka lakukan, dan melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan. Barangsiapa yang berjihad dengan tangan melawan mereka maka dia seorang mukmin, barangsiapa yang berjihad dengan lisan melawan mereka maka dia seorang mukmin, barangsiapa yang berjihad dengan hati melawan mereka maka dia seorang mukmin, dan setelah itu tidak ada keimanan sebiji sawi." (Hadits Shahih Riwayat Muslim, No. 71)
Ketika negerinya kaya raya, penduduknya adalah Ummat Islam yang jumlahnya terbesar se-dunia, tetapi ternyata hidupnya tidak berkah, maka tentu ada yang salah. Kesalahannya tidak jauh dari apa yang sudah dituturkan dalam ayat dan Hadits.
Yaitu masyarakat yang curang, membatalkan janji Allah dan janji Rasul-Nya, mengatakan apa-apa yang tidak mereka kerjakan (pidatonya dan ucapannya bagus-bagus, tetapi pelaksanaannya nol besar atau bahkan sebaliknya, misalnya. Ucapannya melarang kemusyrikan dan bid’ah tetapi lakonnya penuh dengan keburukan sampai yang menyerempet itu, misalnya.) dan mereka mengerjakan apa-apa yang tidak diperintahkan. Misalnya tidak ada perintah untuk merayakan ini dan itu tetapi mereka rayakan. Tidak ada suruhan untuk upacara ini dan itu (mengenai orang mati, misalnya) tetapi mereka adakan upacara ini dan itu.
Bahkan kadang mereka bela mati-matian, malahan ormas terbesar atas nama Islam pun di barisan depan dalam membela yang tidak diperintahkan itu.
Lha kalau kenyataannya seperti itu, ya wajar. Negerinya kaya raya, warganya terlunta-lunta. Salah siapa?
Ya salah para ulamanya, pemimpinnya, tokohnya, pendidiknya (bahkan atas nama pendidikan Tinggi Islam tetapi isinya menyesatkan –baca buku Ada Pemurtadan di IAIN), dan kesalahan mereka itu menyeret Ummat dan warganya. Akibatnya Allah menjadikan musuh dari selain mereka (yakni orang-orang kafir) maka mereka (musuh) itu mengambil sebagian apa yang ada di tangan mereka (pembatal janji itu).
Dalam hal yang sudah diketahui secara umum, apa yang disebut “kerjasama” pengelolaan bahan-bahan tambang: emas, tembaga, minyak bumi, gas alam dan sebagainya di mana-mana itu adalah ungkapan eufemisme dari isi hadits tersebut. Yaitu orang kafir yang sejatinya adalah musuh mengambil sebagian apa yang ada di tangan Muslimin yang membatalkan janji Allah dan janji Rasul.
Dalam kasus Indonesia, yang diambil oleh kafir musuh itu justru bukan sekadar sebagian, tetapi ada yang menyebutnya bagian terbesar. Akibatnya, untuk menutupi kebutuhan Negara maka warga lah yang diperas dengan apa yang disebut pajak, yang tampaknya semakin menggila, hingga kini sudah dirancang, sampai orang yang makan di warteg (warung tegal) yakni warung kelas rakyat saja akan dipungut pajak.
Bahasa gampangnya, kekayaan yang melimpah itu direlakan untuk orang-orang kafir yang dalam hadits disebut musuh, sedang anak sendiri diperas habis-habisan. Padahal kekayaan yang melimpah itu sebagaimana di awal tulisan ini dari satu sumbernya saja hitungannya sudah mencukupi anggaran Negara selama 2.900 abad. Tetapi justru yang dikeruk adalah apa-apa yang ada di tangan warga, dengan cara memungut pajak.
Perlu diketahui, 70 persen penerimaan negara berasal dari pajak, yang petugasnya adalah para pegawai pajak yang total jumlah karyawan Ditjen Pajak seluruh Indonesia sebanyak 32 ribu orang.
Padahal harta orang Muslim itu dilindungi, makanya pemungut pajak itu sangat diancam dalam Islam.
Dalam sebuah hadits yang shahih Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak halal harta seseorang muslim kecuali dengan kerelaan dari pemiliknya.”
Adapun dalil secara khusus, ada beberapa hadits yang menjelaskan keharaman pajak dan ancaman bagi para penariknya, di antaranya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya pelaku/pemungut pajak (diadzab) di neraka.” [HR Ahmad 4/109, Abu Dawud kitab Al-Imarah : 7]
Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dan beliau berkata, ”Sanadnya bagus, para perawinya adalah perawi (yang dipakai oleh) Bukhari-Muslim, kecuali Ibnu Lahi’ah; kendati demikian, hadits ini shahih karena yang meriwayatkan dari Abu Lahi’ah adalah Qutaibah bin Sa’id Al-Mishri”.
Dan hadits tersebut dikuatkan oleh hadits lain, seperti.
“Dari Abu Khair Radhiyallahu ‘anhu beliau berkata ; “Maslamah bin Makhlad (gubernur di negeri Mesir saat itu) menawarkankan tugas penarikan pajak kepada Ruwafi bin Tsabit Radhiyallahu ‘anhu, maka ia berkata : ‘Sesungguhnya para penarik/pemungut pajak (diadzab) di neraka.” (HR Ahmad 4/143, Abu Dawud 2930)
Berkata Syaikh Al-Albani rahimahullah, “(Karena telah jelas keabsahan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Lahi’ah dari Qutaibah) maka aku tetapkan untuk memindahkan hadits ini dari kitab Dha’if Al-Jami’ah Ash-Shaghir kepada kitab Shahih Al-Jami, dan dari kitab Dha’if At-Targhib kepada kitab Shahih At-Targhib.”
Hadits-hadits yang semakna juga dishahihkan oleh Dr Rabi Al-Madkhali hafidzahulllah dalam kitabnya, Al-Awashim wal Qawashim hal. 45. (lihat Pajak dalam Islam (Nasehat untuk Para Pemungut Pajak) Oleh: Abu Ibrahim Muhammad Ali, Majalah Al-Furqon, Edisi I, Tahun VI/Sya'ban 1427/2006.) nahimunkar.com, April 8, 2010 3:43 am, http://www.nahimunkar.com/pajak-dalam-islam.
Setelah jelas duduk soalnya, bahwa semua kesengsaraan di negeri yang kaya raya itu akibat kejahatan manusia itu sendiri, mungkin masih ada pertanyaan: kenapa yang kena sengasaranya kok hanya yang kecil-kecil? Sedang yang gede-gede justru makin senang dan kenyang?
Hal itu ada penjelasan, orang-orang jahat atau aqidahnya rusak tidak diadzab padahal jelas jahat. Karena di lingkungannya ada orang-orang yang beristighfar, minta ampun kepada Allah Ta’ala.
Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun [*] (QS. Al-Anfal [8]: 33).
[*]. Di antara mufassirin mengartikan yastagfiruuna dengan bertaubat dan ada pula yang mengartikan bahwa di antara orang-orang kafir itu ada orang muslim yang minta ampun kepada Allah.
Dari sisi lain, orang jahat pun ada yang justru sukses dalam kejahatannya. Itulah yang disebut istidraj.
Ada keterangannya dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Semoga hal ini menjadi peringatan bagi kita semua. Amien ya Rabbal ‘alamien.
*Hartono Ahmad Jaiz dan Hamzah Tede adalah penulis buku Pendangkalan Akidah Berkedok Ziarah.
No comments:
Post a Comment