9.1.15

Keajaiban Manusia Akhir Zaman

Sesungguhnya keajaiban manusia di akhir zaman ini sangat banyak dan nyata sekali. Terkadang kita kurang jeli memperhatikannya sehingga terlihat dunia ini berjalan baik-baik saja. Namun, bila kita cermati dengan baik, kita akan menemukan segudang keajaiban dan keanehan dalam kehidupan manusia akhir zaman dan hampir dalam semua lini kehidupan. Keajaiban yang kita maksudkan di sini bukan terkait dengan persitiwa alam seperti gempa bumi, tsunami dan sebagainya, atau kejadian yang aneh-aneh lainnya, melainkan pola fikir manusia yang paradoks yang berkembang biak di akhir zaman ini.

Berikut ini adalah sebagian kecil dari berfikir paradoks yang berkembang akhir-akhir ini dalam masyarakat luas. Lebih ajaib lagi, berfikir paradoks tersebut malah dimiliki pula oleh sebagian umat Islam dan para tokoh mereka. Di antaranya:

Bila seorang pengusaha atau pejabat tinggi melakukan korupsi milyaran dan bahkan triliunan rupiah, maka aparat penegak hukum dengan mudah mengatakan tidak ada bukti untuk menahan dan mengadilinya.


Namun, bila yang mencuri itu seorang nenek atau masyarakat bawah (lemah), dengan mudah dapat ditangkap, disidangkan dan diputuskan hukuman penjara, kendati mereka mengambil hanya satu buah semangka atau tiga buah kakau, mungkin saja karena lapar.

Bila ada orang atau kelompok dengan nyata-nyata merusak dan melecehkan ajaran Islam yang sangat fundamental, seperti Tuhan, Kitab Suci dan Rasulnya, di negeri-negeri Islam, maka orang dengan gampang mengatakan yang demikian itu adalah kebebasan berpendapat, berekspresi dan menafsirkan agama.

Namun, bila ada khatib, ustazd atau masyarakat Muslim mengajak jamaah dan umat Islam untuk konsiten dengan ajaran agamanya, maka orang dengan mudah menuduhnya sebabai khatib, penceramah atau ustazd yang keras dan tidak bisa berdakwah dengan hikmah, bahkan perlu dicurigai sebagai calon teroris.

Apa saja yang dituliskan dalam koran, dengan mudah orang mempercayainya, kendati itu hanya tulisan manusia dan belum teruji kebenarannya. Membaca dan mempelajarinya dianggap lambang kemajuan.

Akan tetapi, apa yang tercantum dalam Al-Qur’an belum tentu dipercayai dan diyakini kebenarannya, kendati mengaku sebagai Muslim. Padahal Al-Qur’an itu Kalamullah (Ucapan Allah) yang mustahil berbohong. Kebenarannya sudah teruji sepnajang masa dari berbagai sisi ilmu pengetahuan. Akhir-akhir ini muncul anggapan mengajarkan Al-Qur’an bisa mengajarkan paham terorisme.

Tidak sedikit manusia, termasuk yang mengaku Muslim yakin dan bangga dengan sistem hidup ciptaan manusia (jahiliyah), kendati sistem yang mereka yakini dan banggakan itu menyebabkan hidup mereka kacau dan mereka selalu menghadapai berbagai kezaliman dan ketidak adilan dari para penguasa negeri mereka. Mereka masih saja mengklaim : inilah jalan hidup yang sesuai dengan akhir zaman.

Namun, bila ada yang mengajak dan menyeru untuk kembali kepada hukum Islam, maka orang akan menuduh ajakan dan seruan itu akan membawa kepada keterbelakangan, kekerasan dan terorisme, padahal mereka tahu bahwa Islam itu diciptakan oleh Tuhan Pencipta mereka (Allah) untuk keselamatan dunia dan akhirat dan Allah itu mustahil keliru dan menzalimi hamba-Nya.

Ketika seorang Yahudi atau agama lain memanjangkan jenggotnya, orang akan mengatakan dia sedang menjalankan ajaran agamanya.

Namun, saat seorang Muslim memelihara jenggotnya, dengan mudah orang menuduhnya fundamentalis atau teroris yang selalu harus dicurigai, khususnya saat masuk ke tempat-tempat umum seperti hotel dan sebagainya.

Ketika seorang Biarawati memakai pakaian yang menutup kepala dan tubuhnya dengan rapih, orang akan mengatakan bahwa sang Biarawati telah menghadiahkan dirinya untuk Tuhan-nya.

Namun, bila wanita Muslimah menutup auratnya dengan jilbab atau hijab, maka orang akan menuduh mereka terbelakang dan tidak sesuai dengan zaman, padahal mereka yang menuduh itu, para penganut paham demokrasi, yang katanya setiap orang bebas menjalankan keyakinan masing-masing.

Bila wanita Barat tinggal di rumah dan tidak bekerja di luar karena menjaga, merawat rumah dan mendidik anaknya, maka orang akan memujinya karena ia rela berkorban dan tidak bekerja di luar rumah demi kepentingan rumah tangga dan keluarganya.

Namun, bila wanita Muslimah tingal di rumah menjaga harta suami, merawat dan mendidik anaknya, maka orang akan menuduhnya terjajah dan harus dimerdekakan dari dominasi kaum pria atau apa yang sering mereka katakan dengan kesetaraan gender.

Setiap mahasiswi Barat bebas ke kampus dengan berbagai atribut hiasan dan pakaian yang disukainya, dengan alasan itu adalah hak asasi mereka dan kemerdekaan mengekpresikan diri.

Namun, bila wanita Muslimah ke kampus atau ke tempat kerja dengan memakai pakaian Islaminya, maka orang akan menuduhnya eksklusif dan berfikiran sempit tidak sesuai dengan peraturan dan paradigma kampus atau tempat kerja mereka.

Bila anak-anak mereka sibuk dengan berbagai macam mainan yang mereka ciptakan, mereka akan mengatakan ini adalah pembinaan bakat, kecerdasan dan kreativitas sang anak.

Namun, bila anak Muslim dibiasakan mengikuti pendidikan praktis agamanya, maka orang akan mengatakan bahwa pola pendidikan seperti itu tidak punya harapan dan masa depan.

Ketika Yahudi atau Nasrani membunuh seseorang, atau melakukan agresi ke negeri Islam khususnya di Paestina, Afghanistan, Irak dan sebagainya, tidak ada yang mengaitkannya dengan agama mereka. Bahkan mereka mengakatakan itu adalah hak mereka dan demi menyelamatkan masyarakat Muslim di sana.

Akan tetapi, bila kaum Muslim melawan agresi Yahudi atas Palestina, atau Amerika Kristen di Irak dan Afghanistan, mereka pasti mengaitkannya dengan Islam dan menuduh kaum Muslim tersebut sebagai pemberontak dan teroris .

Bila seseorang mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan orang lain, maka semua orang akan memujinya dan berhak mendapatkan penghormatan.

Namun, bila orang Palestina melakukan hal yang sama untuk menyelamatkan anaknya, saudaranya atau orang tuanya dari penculikan dan pembantaian tentara Israel, atau menyelamatkan rumahnya dari kehancuran serangan roket-roket Israel, atau memperjuangkan masjid dan kitab sucinya dari penodaan pasukan Yahudi, orang akan menuduhnya TERORIS. Kenapa? Karena dia adalah seorang Muslim.

Bila anak-anak Yahudi diajarkan perang dan senjata otomatis untuk membunuh kaum Muslimin Palestina, maka orang akan menegatakan bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah upaya membela diri kendati mereka adalah agresor.

Namun, bila anak Palestina belajar melemparkan batu menghadapi prajurit Yahudi yang dilengakapi dengan tank dan senjata canggih lainhya saat menghancurkan rumah, masjid dan kampung mereka, maka orang akan menuduh mereka sebagai pelaku kejahatan yang pantas ditangkap, dipatahkan tangannya dan dipenjarakan belasan tahun.

Nah, inilah sekelumit keajaiaban manusia di akhir zaman ini. Bisakah kita mendapatkan pelajaran yang baik sehingga dapat menentukan sikap yang benar, atau kita akan jatuh menjadi korban keajaiban akhir zaman? Allahul musta’an…(fj)



RENUNGAN SEORANG MUALAF AMERIKA TENTANG NEGERINYA

Rasanya sangat sedih menyaksikan kebencian terhadap Islam dan umatnya di negeri ini, Amerika. Di luar sana, banyak grup ekstrim yang membuatku ketakutan. Kelakuan mereka cukup membuatku merasa muak dan mual. Kapan pun aku membaca berita yang muncul adalah hal dan kejadian buruk dan tragis yang membuatku merinding.

Seorang ibu yang menjual anaknya demi seks. Oh... mereka bukan muslim.

Pembantaian di Chicago. Bukan muslim juga.

Ibu yang tega membunuh anak sendiri. Syukurlah bukan muslim.

Penembakan yang kerap terjadi di sekolah dan universitas. Bukan muslim juga.

Pastor Katolik yang melakukan pelecehan seksual, kasus pedofilia, tawuran antar geng, guru yang melakukan tindakan tak senonoh pada muridnya, perampokan, banyaknya polisi yang terlibat pembunuhan pada rakyat sipil, sindikat narkoba yang membantai banyak orang akhir-akhir ini dan masih banyak jenis kejahatan lain. Itu semua bukan muslim pelakunya.

Penjara penuh dengan pemerkosa, pembunuh dan pelaku kekerasan seksual pada anak-anak. Mayoritas dari mereka bukan muslim. Tak terbersit sedikit pun di benak orang-orang ini tentang hukuman yang akan menimpa mereka saat melakukan kejahatan tersebut. Syukurlah mereka bukan muslim. Meskipun faktanya banyak sekali masyarakat yang menuduh umat Islam sebagai pelaku kejahatan tersebut, tapi nyatanya? Karena bagaimana pun, orang berjiwa kriminal akan melakukan tindakan kejahatan juga pada akhirnya. Dan ternyata, isi penjara adalah mereka yang bukan beragama Islam.

Hal ini mengingatkanku pada sebuah perayaan Eid di Cina. Orang-orang berjajar sebanyak itu memenuhi jalan untuk melakukan salat Eid. Ada milyaran umat Islam di seluruh dunia. Sayangnya, berita yang ada dan kebijakan pemerintah negeri ini hanya menayangkan Islam dan umatnya dalam konteks terorisme yang mengakibatkan munculnya islamophobia.

Taruhlah, Islam secara umum atau hukum syariat seperti yang dituduhkan oleh berita-berita itu, tentunya akan ada banyak ekstrimis dan teroris yang menyebar di seluruh dunia mengingat jumlah umat Islam sebanyak ini. Tapi apa faktanya? Negara-negara yang umat Islamnya mayoritas malah menjadi negara yang cenderung damai dan tenang.

Begitu mudah orang membenci satu agama hanya karena adanya satu kejadian yang itu tidak mewakili ajaran agama tersebut. Bila begitu caranya, marilah kita letakkan hal yang sama dengan apa yang terjadi saat ini di Amerika. Lihat tuh penjara Amerika penuh dengan laki-laki yang melakukan pemerkosaan dan kekerasan seksual pada anak-anak. Apakah lantas dengan ini kita bisa membenci semua laki-laki karena perbuatan orang-orang bejat itu?

Kekerasan antar geng. Mayoritas ini dilakukan oleh orang-orang Afro-Amerika. Apakah lantas kita jadi membenci semua orang Amerika yang berkulit hitam?

Apakah ketika ada orang-orang yang berkulit seperti mereka mengajak kita berbicara lantas kita curigai sebagai pelaku tawuran antar geng tersebut? Kemudian laki-laki kulit putih. Hanya karena ada di antara laki-laki kulit putih itu yang melakukan perkosaan, apakah lantas kita paranoid ketika yang mereka lakukan adalah membantu membuka pintu ketika kita masuk ke sebuah toko?

Rasisme terhadap salah satu suku bangsa atau agama itu menyedihkan. Titik.

Saya mempunyai anak perempuan yang juga muslim. Dia berteman baik dengan seorang Katolik dan satu lagi orang kulit berwarna. Seandainya kita semua bisa melihat kepribadian dari diri masing-masing, tentu perbedaan ini akan terasa begitu indah. Teman Katoliknya tak sepakat dengan adanya kejadian pastor yang melakukan kekerasan seksual. Temannya yang kulit berwarna juga tidak menjadi anggota salah satu geng yang suka tawuran. Begitu juga dengan putriku tersebut. Dia sama sekali tak memunyai kesamaan dengan apa yang mereka sebut sebagai teroris.

Ketika aku tak menyakitimu atau mengajakmu pindah agama, lalu mengapa kain yang menutup kepala kami begitu mengganggu kalian? Padahal aku tak merasa terganggu dengan model rambut kalian yang ala Mohawk, keyakinanmu yang memilih untuk jadi Ateis atau Kristen, atau mungkin kalian menyembah kambing pun, aku tak peduli.

Lantas kenapa kalau ada laki-laki yang berkulit coklat dengan jenggot diperiksa dan dicurigai sedemikian rupa tiap memasuki bandara?

Kenapa rambut jenggot mereka dianggap bermasalah padahal banyak juga dari kalangan laki-laki kulit putih yang juga berjenggot?

Dan ketika ada laki-laki kulit putih yang berjenggot dan dia muslim, coba tebak siapa yang akan dicurigai lebih dulu?

Ya... betul! Laki-laki berjenggot yang berkulit coklat. Padahal laki-laki berjenggot dan berkulit coklat itu bisa saja dia bukan muslim. Toh laki-laki timur tengah, India atau negara mana pun yang mayoritas berkulit coklat tidak semuanya beragama Islam. Mereka bisa saja beragama Kristen, Hindu, bahkan Ateis.

Sebetulnya, siapa sih yang ditakuti oleh pemerintah dan orang-orang ini? Islam ataukah semua yang berbau Arab?

Bila mau membuat perbandingan, kejahatan yang dilakukan orang Islam dengan non Islam di Amerika ini sangat tidak sebanding. Tapi mengapa selalu muslim yang dijadikan tertuduh? Aku sungguh berharap bahwa orang-orang itu bisa bersikap proporsional. Bencilah mereka yang melakukan kejahatan tanpa mengaitkan apa agama atau ras mereka. Dan seharusnya ini berlaku untuk semua tak peduli Islam, Kristen, Yahudi, Hindu, atau Ateis.

Sebelum kalian bertanya apa yang kami lakukan dalam melawan ‘stereotype’, mengapa kalian tidak introspeksi diri? Kami tidak melakukan apa yang mereka lakukan. Selalu ada orang baik dan orang jahat di tiap agama. Jangan pukul rata kami semua hanya mungkin kami beragama sama. Karena sesungguhnya kejahatan itu tidak pandang bulu dia muncul dari mana, tak peduli agama atau pun rasnya.


Danielle Rebecca
http://www.voa-islam.com/read/smart-teen/2015/01/12/35001/renungan-mualaf-amerika-tentang-negerinya/

No comments:

Post a Comment