31.8.14

Ada Upaya Kriminalisasi Jihad dan Khilafah dalam Isu ISIS

FENOMENA Daulah Islamiyah Iraq wa Syam (DAIS) atau di Indonesia sering disingkat ISIS atau ISIL merebak keman-mana. Semua orang bahkan ikut ‘keranjingan’ sampai apapun berbau ISIS seolah menjadi korban.

Belum lama ini, tepatnya Selasa (19/08/2014) Ade Puji Kusmanto (31), warga Terlangu, Brebes, Jawa Tengah, diamankan aparat Polsek Adiwerna, Tegal, lantaran memakai kaus hitam berlengan panjang ISIS.

Firman Hidayat, penjual es keliling di Kecamatan Beji, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat, diamankan aparat Polres Depok di kediamannya, Jumat (22/08/2014) dinihari hanya karena laporan masyarakat memasang bendera ISIS di dinding rumahnya.

Juga kasus yang menimpa Achwan Jema’in takmir masjid Hibbaturrahman dan pengelola Islamic Center Balongbendo digerebek warga dengan tuduhan ISIS. Mantan Pengurus Muhammadiyah Balong Bendo Sidiarjo tahun 2002 ini bahkan tak bisa lagi mengelola masjid dan Islamic Centre karena tekanan warga.

Apa sebenarnya yang sedang terjadi?

Hidayatullah.com mewawancarai pemerhati Kontra Terorisme, Direktur CIIA (The community Of Ideological Islamic Analyst) dan pengasuh Majelis al Bayan, Harits Abu Ulya [HAU]

Apa yang Anda tentang ketahui dengan fenomena ISIS?

Memahami fenemena ISIS harus runtut, tidak boleh sepotong-sepotong.

Sebelum menjadi ISIS, tahun 2006 organisasi itu bernama Dulah Islam Iraq atau Islamic State for Iraq (ISI), kemudian berkembang menjadi Daulah Islam Iraq wa Syam (DAIS) atau juga disingkat ISIS/ISIL yang wilayahnya membentang dari Iraq dan Syam (Suriah). Belakangan telah memproklamirkan diri menjadi Khilafah Islamiyah pada 29 Juni 2014/1 Ramadlan 1435H.

Fenomena ini kemudian direspon beragam di kawasan wilayah kelahirannya, termasuk bagi dunia Barat begitupun dinegeri Indonesia.

ISIS adalah salah satu tadzim jihad yang hadir dan lahir di tengah imperialisme Amerika Serikat (AS) dan sekutunya di dunia Islam khususnya Iraq. Basis awalnya di wilayah Iraq, di periode tahun 2004 para mujahidin berfusi dalam sebuah dewan Syuro Mujahidin, kemudian di tahun 2006 berubah menjadi ISI (Islamic State off Iraq /Daulah Islam Iraq), dan di saat revolusi Suriah pecah para mujahidin ISI ini masuk ke Suriah terlibat dalam aksi melawan rezim dukungan Syiah Bashar al Asaad.

Keberhasilan mereka menguasai sebagian wilayah Iraq kemudian di Suriah mengokupasi beberapa kota dan daerah akhirnya di tahun 2013 mereka mengumunkan diri menjadi ISIS (Daulah Islam Iraq wa Syam /Islamic State Off Iraq and Syam).Kemudian di akhir bulan Juni 2014 mereka mendeklarasikan Islamic State (Khilafah). Pengumunan Khilafah oleh ISIS melahirkan sikap pro dan kontra dikalangan para mujahidin, ini tampak diwakili oleh para senior ulama mujahidin di Timur Tengah yang menolak Khilafah Islam ala ISIS. Baik yang pro maupun yang kontra sama-sama memiliki hujah yang menjadi pijakan. Dan ini adalah pekerjaan rumah (PR) bagi para qiyadah tandzim jihad di sana untuk menyelesaikan.

Apa sebenarnya latar belakang lahirnya organisasi ini?

ISIS lahir karena kerinduan umat Islam akan wujudnya Khilafah seperti dalam Nubuwah menjadi stimulan kuat munculnya apresiasi terhadap fenomena ISIS dengan Khilafahnya. Di samping faktor kondisi politik domestik yang carut marut makin membuat Khilafah-ISIS seperti setetes “embun” di musim kering kerontang bagi sebagian muslim.

Menurut saya, kerinduan ini wajar saja dan sunatullah. Cuma fenomena ini menjadi problem baru dalam kehidupan sosial politik umat Islam Indonesia ketika pemerintah resmi melalui Menkopolhukam menyatakan larangannya terhadap paham ISIS.

Apa masalahnya?

Menurut saya ini keputusan prematur yang tidak kuat pijakan yuridisnya dan terlalu dipaksakan hanya dengan delik ISIS adalah kelompok teroris seperti yang di kumandangkan oleh Amerika Serikat (AS). Dengan begitu, WNI yang berafiliasi terhadap ISIS seolah berpotensi melakukan tindakan yang mengancam keamanan Indonesia.

Di samping alasan politik ideologinya adalah, paham ISIS bertentangan dengan Pancasila dan konsep NKRI. Saya berharap umat Islam, khususnya para tokoh dan ulamanya bisa bijak proporsional dan tidak mudah terprovokasi. Karena keputusan pemerintah jelas-jelas melahirkan keresahan di tengah umat Islam dan berpotensi lahirnya benturan di lapangan antar umat Islam sendiri, padahal sejatinya masalah ISIS masih dalam zona perdebatan.

Kita harus belajar bijak, karenanya kebencian seseorang kepada suatu kaum atau kelompok jangan sampai menjadikan dirinya tidak bisa bersikap adil terhadapnya.

Mengapa isu ini tiba-tiba dibesar-besarkan? Adakah agenda tersembunyi?

ISIS hadir di ruang publik Indonesia secara masif sebulan pasca deklarasi Khilafah Islam di Iraq. Semua media menghantam ISIS dengan deskripsi sangat menyudutkan. Intinya ISIS diadili oleh hampir semua media dengan membentuk persepsi publik; ISIS adalah entitas yang berbahaya dan pemahaman yang sesat.

Menariknya, isu ini berkembamg pasca putusan KPU hasil Pilpres Indonesia dan sebelum putusan kisruh Pilpres di MK (Mahkamah Konstitusi). Saya melihat ISIS dimunculkan sebagai usaha pengalihan atas kisruh Pilpres yang berpotensi kuat munculnya ganguan keamanan. Atau bahkan bisa untuk menutupi isu-isu krusial lain yang menyentuh para elit penguasa.

Adakah ini mainan kelompok tertentu?

Banyak kelompok kepentingan bermain di isu ISIS. Baik dari para “suporter” ISIS di Indonesia, institusi dan pejabat politik yang terkait dengan bidang politik keamanan, bahkan dibalik itu semua ada tangan-tangan yang mewakili kepentingan imperialisme global juga ikut nimbrung.

Point yang tidak kalah penting, kita bisa membaca bagaimana Amerika Serikat (AS) punya nafsu untuk membuat konflik Islam di Indonesia. Ini terkait upaya rebalancing power-nya AS di kawasan Asia Timur Jauh. Karena itu Amerika lebih condong dan mendukung salah satu calon presiden yang dianggap flamboyan tapi memiliki potensi konfliknya besar dengan adanya faksi internal pendukungnya dari kalangan nasionalis, Kristen, Sosialis-Komunis yang bisa menekan Islam.

Apa targetnya?

Targetnya umat Islam pecah, dan tidak bisa menjadi pelopor persatuan umat Islam se-dunia. Dan kekuatan politik umat Islam bisa tereduksi karena disibukkan dengan pertarungan antar kelompok mereka sendiri. Lebih dari itu, melalui isu ISIS juga ada upaya kriminalisasi terhadap kewajiban mulia umat Islam bernama jihad dan Khilafah Islam.

Dengan demikian, potensi ancaman dalam perspektif status quo bisa dalam kendali. Dan sangat mungkin, momentum kali ini akan digunakan untuk melarang ideologi apapun berbau Khilafah berkembang di Indonesia. Sebab saya melihat Badan Penanggulangan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terus bergerak melakukan penggalangan untuk hal tersebut meski ada resistensi di masyarakat.

Seberapa besar potensi umat Islam Indonesia tertarik kepada ISIS?

Isu ISIS dengan Khilafahnya menurut saya segmented. Artinya, menjadi perhatian serius di kalangan pergerakan Islam lebih dominan, tapi tidak untuk kebanyakan masyarakat Muslim Indonesia.

Masyarakat menjadi heboh karena media secara massif mengekspos, dan akhirnya mereka tersesat dalam belantara opini dan perdebatan tanpa tahu ujung akar dan pangkalnya.

Dari paparan Anda, munculnya ISIS bukan barang baru, Artinya pemerintah Indonesia (khususnya intelijen) pasti sudah lama tahu?

Kalau pemerintah tidak tahu berarti semua institusi intelijen yang dimiliki tidur. Mereka tahu, dan terus memonitor perkembangan politik di dunia Islam lebih-lebih paska Arab Spring menggeliat. Bahkan mereka mencoba menerka, adakah relevansi Khilafah ISIS dengan kondisi keamanan Indonesia paska Pilpres.

Tokoh-tokoh dibalik ISIS di Indonesia dikenal tokoh yang tak mengakar dalam gerakan Islam di Indonesia, benarkah?

Inilah yang saya heran, terlepas dari perdebatan benar tidaknya ISIS dengan paham yang dimilikinya, pemerintah khususnya BNPT yang membidani urusan terorisme sangat tahu sumber utama berkembangnya para suporter ISIS di Indonesia.

Tapi terkesan ada pembiaran dengan beragam alasan. Tapi sekarang BNPT paling getol melakukan penggalangan untuk mempersoalkan eksistensi suporter ISIS di Indonesia. Saya melihat ada muslihat yang dimainkan di balik isu ISIS oleh orang-orang opurtunis.

Bukankah sebelum ini kita juga pernah mengenal Abdul Haris, orang dekat Ustad Abubakar Ba’asyir yang akhirnya diketahui orang intel yang di “tanam” dan kini keberadaannya tidak jelas setelah ABB di tangkap?

Itulah. Dalam perjuangan Islam tidak cukup hanya bermodal semangat, di luar pemahaman akidah yang lurus, kedalaman memahami syariat juga butuh pemahaman terhadap siyasah agar tidak menjadi obyek mainan pihak-pihak yang ingin hancurkan perjuangan dan gerakan Islam.

Kejahilan dan sikap emosional dalam langkah perjuangan hanya akan menghasilkan kondisi yang kontra produktif bagi kepentingan umat Islam. Ini harus menjadi pelajaran bagi umat Islam.*

No comments:

Post a Comment