20.4.14

Jokowi dan Megawati Dinilai Beda Jauh dengan Soekarno

Sungguh tidak normal seorang capres membuka komunikasi dengan dunia internasional dengan mengunjungi Dubes-dubes negara asing bukan di Kantor Kedubes, tapi di rumah seorang pengusaha.

Hidayatullah.com—Kunjungan Megawati, Puan Maharani dan Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) yang menemui Duta Besar (Dubes) negara asing menjelang pemilihan presiden (Pilpres) masih menyisahkan banyak pertanyaan.

Megawati dan Jokowi, dinilai tidak seperti Soekarno yang dikenal tegas dan tidak mau didekte pihak asing.

Sikap Jokowi ini menunjukkan ketidakmatangan dan ketidakarifan politik yang seolah meminta dukungan asing dalam Pilpres 2014,” demikian salah satu pernyataan Fahmi Salim, MS, Wakil Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) pada hidayatullah.com.

Ini bertolak belakang dengan kearifan Proklamator Kemerdekaan Bung Karno yang tegas menolak campur-tangan asing di Indonesia,” ujarnya.

Menurutnya, fenomena kunjungan Jokowi pada Dubes-dubes asing seperti Amerika Serikat (AS), Inggris termasuk Vatikan jelas bukan hal biasa.

Jika alasan menemui mereka untuk belajar wawasan internasional sungguh sangat simplisistis, karena belajar wawasan bisa langsung mengundang instruktur atau diplomat-diplomat ulung RI di Kemenlu, pakar hukum internasional, bukan dengan basa-basi belajar menemui Dubes asing.

Ini kali pertama dalam sejarah Indonesia terjadi seorang Capres usungan Parpol yang menjadi blunder karena dengan aksinya itu telah mencederai nasionalisme Indonesia dan prinsip bebas aktif.

Lagi pula, sungguh tidak normal seorang capres membuka komunikasi dengan dunia internasional dengan mengunjungi Dubes-dubes negara asing bukan di Kantor Kedubes, tapi di rumah seorang pengusaha.

Seperti diketahui, hari Senin (14/04/2014) malam, Jokowi bersama Ketua Umum DPP PDI-P Megawati Soekarnoputri dan sejumlah petinggi PDI-P mengadakan pertemuan di rumah pengusaha Jacob Soetoyo di Jalan Sicron, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

Di sana Jokowi dan Megawati bertemu para dubes negara asing untuk Indonesia, antara lain Dubes Turki, Amerika Serikat, Peru, Meksiko, Norwegia, dan Inggris.

Akibat pertemuan ini muncul banyak tudingan Jokowi sebagai pro-asing. Lebih buruk lagi, publik bertanya-tanya, ada perjanjian apa antara Jokowi dan para duta besar itu? Apalagi keterlibatan Jacob Soetoyo yang sampai tahun 2005 dikenal sebagai Dewan Pengawas lembaga think-tank Center of Strategies and International Studies (CSIS) yang di era 70-90 kiprah dan sepak terjangnya masih menyisahkan trauma buruk bagi umat Islam di Indonesia.*



Dari YouTube:
Pidato Prabowo...

16.4.14

Carut-marut JOKOWI...

Trik MLM... Para pemodal mencari, mengangkat dan mengorbitkan (memodali & kalau perlu menghipnotis) "seorang pemulung" untuk dijadikan icon (boneka) yang selalu dibawa dan menjadi pembicara utama pada acara-acara motivasi dst... untuk "mengelabui" calon-calon konsumen dan down-line... bahwa dengan semangat, kerja keras dan "modal" yang ada bisa menggapai kesuksesan yang luarrr bisasaa!

"Anda pasti bisa..! Saya yang dulu seorang pemulung bisa memdapatkan posisi sukses yang seperti sekarang... Rumah mewah.. mobil mewah.. pelesiran gratis... pensiunan yang bisa diwariskan..."


MAFIA WAR
Popularitas Jokowi dan Uang Haram Mafia 'China Connection'

Siapa yang tidak mengenal Joko Widodo 2 tahun lalu? Hanya warga Solo yang mengenalnya. Tahukah anda latar belakangnya Jokowi? Mengapa fenomenal dan siapa cukongnya? Etnis Tionghoa dan koruptor BLBI tenyata berada di belakangnya

Anda tidak percaya fitnah? Ini datanya, sihirnya!

Pernahkah anda mencari tahu tentang latar belakang Joko Widodo alias Jokowi yang sesungguhnya? Tahukah Anda siapa dia 2-3 tahun lalu? Tiba-tiba saja, tanpa banyak diketahui oleh rakyat banyak, nama Jokowi mendadak tenar, populer dan disanjung-sanjung oleh kelompok tertentu.

Awalnya ternyata hasil grand design atau ada upaya pengembangan skenario untuk menciptakan 'tokoh boneka' yang di gadang-gadang menjadi pemimpin, baik Gubernur ataupun Presiden via rekayasa opini publik yang di cetuskan aktivis-aktivis UGM (Universitas Gajah Mada)
Kemudian ide tersebut direalisasikan untuk merekayasa opini publik melalui media dan kemudian bergulir kencang dan di akomodasi oleh para pemilik modal.
Khusus untuk rekayasa Popularitas Jokowi, semula hanya melibatkan aktivis dan pengusaha lokal Tionghoa: Imelda Tan (Paragon), Lukminto (Sritex) cs.

Baru setelah Jokowi menang untuk periode ke-2 sebagai Walikota Surakarta atau Solo, konglomerat Edward Suryajaya (ex Pemilik Group Astra, konglo terkaya RI) bergabung.

Awalnya, Skenario Rekayasa Opini Publik terhadap Jokowi ini hanya ditujukan utk memenangkan Pilkada Jawa Tengah, kalahkan Bibit Waluyo, namun balik kanan bubar jalan dan putar haluan mengincar target baru, yaitu DKI Jakarta. Perubahan target menjadi Cagub DKI dan terus jadi Presiden, dimulai saat Edward Suryajaya cs sukses konsolidasi kekuatan konglonmerat tionghoa.

Konsolidasi konglomerat Tionghoa itu tidak terlepas dari peran besar James Riady (pemilik Lippo grup) yang pada 2009 jadi Tim Koordinator Dana SBY. James Riady berhasil himpun hampir semua konglomerat Cina untuk mendukung penuh Jokowi sebagai Gubernur DKI dan lanjut ke Presiden RI 2014.

Peran besar lain adalah dari Jenderal Luhut Panjaitan yang sukses konsolidasikan kekuatan konglomerat-konglomerat etnis Tionghoa Ex-buronan BLBI di Singapore yang berjumlah sekitar 20-an konglomerat. Kebanyakan dari mereka adalah buronan kasus korupsi BLBI yang merugikan negara kita Rp187 triliun (hutang pokok) plus Rp600T (bunga) sampai 2032!
Kebanyakan dari mereka adalah buronan kasus korupsi BLBI yang merugikan negara kita Rp187 triliun (hutang pokok) plus Rp600T (bunga) sampai 2032!
Mereka semua mendukung penuh Jokowi melalui media-media yang di bayar, uang, jaringan (China Connection) dan turut berkampanye menangkan Jokowi. Hasilnya tak mengherankan, laporan dari semua lembaga intelijen negara sama: konglomerat Tionghoa (incl.: Buronan BLBI) dan komunitas Tionghoa solid mendukung ke Jokowi dan Presiden SBY pun sudah menerima laporan tersebut. Konfirmasi itu kami peroleh dari Jenderal purnawirawan yang menjadi pensihat Presiden RI.

Lalu Apa Agenda China Connection tersebut?

Sebelum kita paparkan korupsi Jokowi, kita bahas dulu apa agenda dan tujuan utama China Connection mendukung Jokowi sebagai Presiden RI? Tujuan dari konglomerat Cina dan sejumlah jenderal yang menjadi kolaboratornya adalah Luhut Pangaribuan, dan AMHP adalah mengendalikan kekuasaan di RI kontra power dengan The Godfather! Mirip dengan film-film Mafia, TRIAD dan YAKUZA!

Bahkan Intelijen mengungkapkan fakta mencengangkan! Laporan lembaga intelijen negara semua sama, bahwa konglomerat-konglomerat kaya raya musuh negara ini sangat solid. Belum pernah sesolid seperti saat ini!

Konglomerat-konglomerat Tionghoa ini selain menguasai, juga mengendalikan lebih 50% PDB (Product Domestic Bruto RI), juga menguasai 80% media massa.

Khusus untuk pemenangan Jokowi di Pilkada dan Pilpres 2014, selain media mainstream, konglo-konglo ini juga biayai tim khusus sosial media, relawan JAsmev (Jokowi, Aahok social media volunteer) dan sejenisnya. Mau buktinya? klik di sini!

Lihat saja di semua jenis socmed: FB, twitter, kaskus, friendster dll semua ada tim khusus untuk pencitraan palsu Jokowi. Coba iseng-iseng perhatikan berita dan informasi di media mainstream (koran, majalah, TV, online dan socmed) Sebagian besar ttg Jokowi, tak kurang Rp200 milyar rupuah digelontorkan buat 'boneka culun Jokowi'

Selain media massa mainstream, socmed, lembaga-lembaga survey dan para pengamat politik pun dibayar oleh konglomerat 'China Connection' busuk ini untuk support Jokowi. Demikian hebat dan masifnya dukungan para konglomerat plus sejumlah tokoh dan jenderal pengkhianat bangsa membantu Jokowi menjadi Presiden RI.
Uang, media, jaringan, pengaruh, ditujukan untuk membentuk opini publik yang semu atau palsu tentang Jokowi. Sembunyikan siapa dia sebenarnya.
Benar Merahnya Kini, Perang Mafia The Godfather dan China Connection

Rupanya ada persaingan antara Mafia The Godfather dan China Connection lah yang kita harus waspadai, siapa sebenarnya yang selama ini telah menghancurkan NKRI ini, dan siapa otak budaya korupsi di RI, siapa buronan-buronan BLBI?

Lihat daftarnya:
  1. Siapa konglomerat Tionghoa yang kuasai 5 juta hektare lahan di Indonesia? Prayogo Pangestu.
  2. Siapa perampok Rp52.8 triliun di BCA? Antoni Salim!
  3. Siapa pelaku penghancur pasar modal RI Zaman Orba dengan laporan keuangan palsu? James Riady (Pemilik Lippo Group, anak Muchtar Riady, eks Dirut BCA)
Coba periksa dan teliti latar belakang yang misterius, kita akan temukan fakta-fakta sebagai berikut:
  1. Dari sekian banyak parameter keberhasilan seorang kepala daerah, Jokowi ternyata gagal di Solo. Tidak sukses sebagai walikota. Di bawah rata-rata.
  2. Kemenangan Jokowi 2 kali dalam Pilkada Solo, lebih karena efektifitas opini yang dibangun oleh timnya. Bukan karena dia sukses membangun Solo.
  3. Fakta membuktikan bagaimana kinerja Jokowi sebagai walikota raportnya adalah Minus. Bahkan Wakil Walikota FX Rudytmo yang antek Rotary Club ini lebih berperan, di DKI Jakarta di gantikan wakilnya. Secara de fakto, Ahok lah yang menjalankan pemerintahan DKI dan jadi komandan birokrasi.

Modus Gelembung Survei



Subiakto, seorang praktisi senior pada agensi iklan yang banyak menangani kampanye politik Presiden, Gubernur menyatakan, membangun popularitas bawah sadar dengan modus dengan memperbanyak pemberitaan di media cetak, membangun conversation mention (@accounttwitter) di media sosial dan komentar tentang kebaikan Jokowi. Sehingga apabila di-googling (mencari kata kunci di google) kata 'Jokowi' akan banyak sentimen yang positif.

Di media cetak, dalam sehari kita bisa menemukan minimal 12 berita tentang kebaikan dan keseharian Jokowi, apalagi jika kita cari di sosial media, maka akan ada ribuan kata kunci Jokowi, bahkan detik.com dan kompas.com akan mempropagandakannya setiap hari.

Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi Capres lain yang tidak menggunakan strategi brandingpolitik ala Jokowi, sehingga tidak heran hasil survei akan timpang dan membuat Jokowi unggul.

Sihir Propaganda lewat media utama; yang sedikit membahas mengenai kemacetan dan tanggung jawab pengelola negara/daerah menyediakan Angkutan Umum yang memadai.

Kita pun ketahui bersama bahwa ada konglomerat lain yang mendukung seperti Hashim Djojohadikusumo (adik Prabowo Subianto), Djan Faridz dan James Riady (Group Lippo). Belakangan baru diketahui Proyek Monorel di menangkan pengusaha hitam Edward Suryadjaya, baca : Arogansi JokowidanHary Tanoe Suap Ulama Islam demi kepentingan Kroni) - Berawal dengan menghadirkan di network bisnis James Riady, tim sukses, pemilik Lippo Group dan Universitas Pelita Harapan (UPH) Karawaci, Tangerang.


Siapa 'Investor Cina' Jokowi?

Ada konglomerat Edward Suryadjaya, Hashim Djojohadikusumu (adik Prabowo Subianto), Djan Faridz, James Riady (Group Lippo) dan masih banyak lagi yang belum terungkap.

Hashim Djojohadikusumo kini menjadi ketua pengembangan Kebun Binatang Ragunan. Pemerintah DKI Jakarta menunjuk pengusaha Hashim Djojohadikusumo sebagai Kepala Pengawas Taman Margasatwa Ragunan.

Mafia Cina vs The Godfather, Perang demi Kekuasaan

Terkuaknya bukti dan fakta-fakta kekuatan penguasa dalam The Godfather Invisible Hand dan perseteruannya dengan Mafia The China Connection memperkeruh perebutan kekuasaan di Indonesia.

Arus besar Partai Demokrat ingin kembali berkuasa, tapi jalan terjal akan dihadapi dengan meningkatnya popularitas Jokowi karena dukungan modal Mafia Cina Jakarta yang ingin bercokol menjadi raja baru di Indonesia.

Persamaan kedua Mafia ini adalah memperebutkan kekuasaan abadi meraih kursi RI-1. Akibatnya segala macam cara dilakukan demi ambisi kelompoknya.

Dan lagi-lagi, umat Islam jadi korban kedua Mafia tersebut! Di deskriditkan citranya oleh kekuatan media Mafia Cina Indonesia yang menguasai, disibukkan dengan isu-isu palsu terorisme, pembenaman simbol keshalihan menjadi nilai-nilai materialistik, dan tentunya di cap jelek sebagai kaum kafir dan komunitas Cina yang menguasai 80% media di Indonesia. Diluar negeri umat Islam pun tak jauh di deskripsikan serupa oleh media #kartelmedia Yahudi yang menguasai 96% media di seluruh dunia.
Peran umat Islam Indonesia yang yang mayoritas penduduknya selaiknya segera sadar dan bangkit dari adu domba dan ombang-ambing media massa.

Mafia War Kubu ChinaConnection

Mafia ChinaConnection dengan kubu Imelda, Lukminto (Sritex), James Riady (Lippo Group) Edward Suryajaya (ex Astra, Ortis Holding), Hashim Djojohadikusumo, Djan Faridz dan sekutu lainnya Benny Chandra (Ketua Persatuan Tionghoa Indonesia), Kevin Wu (BCA cab Jakarta), Lia Angraeni (Indofood group), Jhony Liem (pengusaha elektronik), Hermawi Taslim, Rudy Hartono dan sekitar 50 tokoh Cina Jakarta berkumpul. Sedangkan Jenderal Luhut Panjaitan sukses konsolidasikan kekuatan konglomerat-konglomerat etnis Tionghoa Ex buronan BLBI di Singapore yang berjumlah sekitar 20-an konglomerat.
Kebanyakan dari mereka adalah buronan kasus korupsi BLBI yang merugikan negara kita Rp187 triliun (hutang pokok) plus Rp600T (bunga) sampai 2032!
Agenda pertemuan rahasia tokoh-tokoh Cina itu adalah mengumpulkan dana untuk pemenangan Jokowi-Ahok melalui serangan fajar pada warga-warga miskin DKI Jakarta. Uang yang dikumpulkan oleh puluhan tokoh Cina Jakarta itu akan diserahkan pada relawan-relawan dan tim sukses Jokowi Ahok untuk beli suara warga miskin warga.

Berbagai pertemuan serupa yang dilakukan oleh komunitas Cina Jakarta juga sudah sering dilakukan terutama menjelang Pemilukada DKI Jakarta putaran 1 setahun lalu.
Konglomerat-konglomerat Tionghoa ini selain menguasai, juga mengendalikan lebih 50% PDB (Product Domestic Bruto RI), juga menguasai 80% media massa. Itulah sebabnya mengapa jika etnis Cina 99% mendukung Ahok.
Intensitas dan frekuensi pertemuan rahasia para tokoh Cina untuk memenangkan Jokowi Ahok ini makin meningkat menjelang tgl 20 September 2012 lalu. Para konglomerat Cina itu terutama para konglomerat hitam buronan BLBI itu mau jadikan Ahok sebagai pintu masuk awal dominasi Cina dalam politik di Indonesia.

Disisi lain, kemenangan Jokowi Ahok akan berpengaruh besar pada peluang Prabowo jadi Presiden, bukan Megawati. Kompensasinya kalo Prabowo atau Jokowi menang: pidana BLBI dihapus.

Media massa kini bagai pelacur. Menjual demi uang, mendukung yang bathil demi kepentingan Mafia setan dan koruptor hitam. Media pelacur yang dikontrak cukong-cukong Jokowi dan Keluarga Riady juga dikenal sebagai keluarga yang kuat dalam beragama dan penyiaran agama Kristen di Indonesia.

Berikut media-media yang menjadi pelacur bagi Jokowi:
  • First Media Grup (beritasatu1.tv, beritasatu.com, Suara Pembaruan, Jakarta Globe, Suara Pembaruan, The Straits Times, Majalah Investor, Globe Asia, The Peak, Campus Asia, Student Globe, Kemang Buzz, Campus Life, Termasuk Beritasatu FM. First Media Grup adalah milik James Riady (Lippo Grup), konglomerat yang bersahabat baik dgn Bill Clinton dan terlibat Lippo Gate yang terjadi di AS, ketika James Riady cs tertangkap memberikan dana politik illegal kepada timses Capres Demokrat Bill Clinton.
  • Media lain yang dikontrak mahal untuk pencitraan palsu Jokowi adalah Detik Grup. Ngakunya milik Chairul Tanjung alias CT, tapi sebenarnya milik Salim Grup. Detik.com Setiap hari, detikcom memuat berita tentang pencitraan palsu Jokowi puluhan bahkan kadang lebih 100 berita.
  • Kompas /Gramedia Grup memang tidak segila detikcom siarkan Jokowi, tapi tetap punya KANAL BERITA KHUSUS.
  • Jawa Pos Grup. Tidak melibatkan semua media milik Dahlan Iskan yang jumlahnya 185 TV, Koran, Online media, dll itu. Sekitar 40% JawaPos Grup dikontrak.
  • Yang paling gencar jilat Jokowi adalah Koran Rakyat Merdeka. Ada saja berita (palsu) istimewa tentang Jokowi. Kontraknya puluhan Milyar.
  • Tempo (majalah dan Online) adalah media pelopor yang orbitkan Jokowi dengan penghargaan "10 Tokoh Terbaik (penghargaan abal-abal), hanya karena bisa pindahkan PKL.
  • Tribunnews Grup (Bosowa dan Kompas) juga dikontrak untuk pencitraan palsu Jokowi. Demikian juga Fajar Grup (Alwi Hamu / Dahlan Iskan).
  • Metro TV, ga tahu sekarang dibayar berapa untuk kontrak pencitraan palsu Jokowi sampai 2014. Tapi saat Pilkada DKI puluhan Milyar.
  • SCTV grup. Pemiliknya Edi dan Popo Sariatmadja malah menjadi cukong utama. Koordinator media pencitraan Jokowi, membantu James Riady.
  • Media raksasa lain seperti Vivanews grup (TV One, ANTV, Vivanews.com dll) milik Bakrie meski kontrak dengan Cukong Jokowi tapi porsinya kurang dari 30%.
  • Selain media cetak, televisi mainstream, sosial media seperti twitter, facebook, kaskus dll juga dikontrak khusus. Ada ratusan orang yang mengelola lebih dari 10.000 akun sosial media. Dulu waktu pilkada DKI, selain orang-orang yang permanen kelola akun untuk pencitraan Jokowi, dibentuk juga Tim Jasmev. Puluhan Milyar biayanya.

Luar biasa banyak media massa yang dikontrak cukong Jokowi. Lebih 70% dari total pasar media massa di Indonesia.

Apa maksudnya? Tak lain agar membentuk arus liar 'Tsunami Opini' pencitraan palsu untuk Jokowi dan memuluskan seakan rakyat mendukung Jokowi jadi Presiden RI 2014.

James Riady Intelijen Cina yang Ingin Kuasai RI

Konsolidasi konglomerat Cina itu tidak terlepas dari peran besar James Riady (pemilik Lippo grup) yang pada 2009 jadi Tim Koordinator Dana SBY. James Riady berhasil himpun hampir semua konglomerat Cina untuk mendukung penuh Jokowi sebagai Gubernur DKI dan lanjut ke Presiden RI 2014.

Sama seperti ayahnya, Mochtar Riady yang dibina oleh Liem Sioe Liong, James Riady dibina Antony Salim (anak tertua Liem Sioe Liong), James terkenal curang dan berani melanggar hukum, misalnya saja memalsukan laporan keuangan Bank Lippo yang menggoncang pasar modal RI dan timbulkan krisis kepercayaan investor asing. Yang parah James Riady/Lippo melakukan teknik operasi Spionase utama pemerintah Cina, yang sengaja menyuap Presiden Amerika melalui rekening bank Lippo kepada Bill Clinton.

Tujuannya bermacam-macam untuk kepentingan China: Perdagangan, kompromi keamanan Amerika Serikat dan mencuri rahasia milter dan teknologi Amerika Serikat. Apalagi Penyidik Kongres Amerika Serikat berhasil membongkar jaringan operasi James Riady yang melibatkan lebih dari seratus orang, mayoritas Cina.

James Riady punya ketertarikan khusus pada orang-orang penting di kalangan politisi. Dan pada tahun 1991, sebuah entitas yang dikenal CIA sebagai samaran intelejen militer Cina membeli saham di Bank Cina Lippo di HongKong.

Badan-badan intelijen Amerika Serikat (NSA, CIA dll) sejak awal mengenali China Resources Co. adalah sebuah entitas samaran intelijen militer Cina. Oleh para penyidik Kongres Amerika Serikat, mereka ini dijuluki "Jaringan Bambu" atau "Operasi Jaringan Bambu". James Riady juga berhasil merayu Clinton untuk longgarkan sanksi ekonomi terhadap Cina, diberlakukan setelah pembantaian Tiananmen Square.
Clinton, seperti halnya Jokowi, kampanyenya signifikan didanai oleh James Riady. Clinton patuh pada James Riady. Penuhi banyak usulnya. Peristiwa itu masih jauh dari skandal Lippogate yang kemudian menyebabkan Presiden Clinton dijuluki "Presiden Amerika Serikat China Yang Pertama"
James dan Keluarga Riady mampu menunjukkan pada dunia tentang hubungan istimewanya dengan Presiden Clinton selama KTT APEC 1993 di Seattle, Washington.

Presiden Clinton menunjuk John Huang sebagai asisten Menteri Perdagangan Amerika Serikat. John Huang diketahui telah melakukan 70 kali pengiriman dan sepanjang waktu itu, pengaruh China di Washington tumbuh sangat pesat. Para penyidik Kongres belakangan tahu Huang telah 37 kali menghadiri briefing CIA untuk teknologi enkripsi yang diteruskan Huang Ke China.

Pihak intelijen Amerika Serikat kemudian menemukan bahwa Huang telah mengirim informasi rahasia perdagangan ke Grup Lippo kantor pusat di Jakarta. Selama tahun 1994 dan 1995, pemerintahan Clinton diperbolehkan AT&T untuk menjual sistem komunikasi yang aman untuk tentara Cina.
Singkatnya, John Huang dan James Riady dicurigai keras sebagai agen intelejen militer China yang menyusup ke pemerintahan Amerika Serikat melalui Clinton.
Kemudian terbongkarlah skandal Lippogate yang menghebohkan jagat politik Amerika Serikat dan Dunia. Dimana James Riady dan Lippo dinyatakan bersalah.

Di Indonesia, Lippo Grup dan James Riady melalui Dirut First Media Grup, Billy Sindoro ditangkap KPK karena menyuap Ketua KPPU M. Iqbal.

Itulah sepak terjang James Riady /Lippo Grup binaan Salim Grup yang diduga keras sebagai agen intelejen milter China dan dikenal sebagai Kristen Avengelis garis keras yang bercita-cita menjadikan Jokowi sebagai Presiden boneka Cina RI.

Pertanyaanya adalah, setelah dikadalin James Riady, yakni ketika kasus Presiden pertama Cina di Amerika dengan kasus Bill Clintonnya, masih percayakah anda dengan Demokrasi dan arus Tsunami Opini yang melambungkan Jokowi?

Indonesia Diperbudak dan Ketagihan Dijajah Asing?

Indonesia adalah pasar domestik yang sangat sexy, apapun dijual di Indonesia langsung diserbu rakyatnya, sayangnya negara dengan pemeluk muslim terbesar dunia hanya menjadi penonton atas perampokan kekayaan alam dan aset lainnya?

Konglomerat-konglomerat Tionghoa ini selain menguasai, juga mengendalikan lebih 50% PDB (Product Domestic Bruto RI), juga menguasai 80% media massa.
Umat Islam masih betah dijajahkah kalian?

INDONESIA MILIK SIAPA?

1. PERBANKAN
50,6% Aset Perbankan Nasional dimiliki asing. (Antara lain: ANZ Banking Group Limited (99%), Bank UOB Indonesia (98,84%), HSBC Asia Pasific Holdings (UK) Limited (98,96%), CIMB Niaga (97,93%), OCBC Overseas Investment (85,06%)

2. PERTAMBANGAN
Investor Asing kuasai 70% MIGAS, 75% Batubara, Bauksit, Nikel dan Timah, 85% Tembaga dan Emas. (Beberapa perusahaan asing yang kuasai sektor tambang dan Migas: Chevron, Conoco, Freeport, dan Newmont dari USA Total dari Perancis, Petrochina dari China)

3. TELEKOMUNIKASI
Telkomsel 35% SingTel Singapura, XL Axiata 66,5% Axiata Berhad Malaysia, Indosat 65% Ooredo Asia Qatar, Hutchison Tri 60% Hutchison Whampoa Hongkong China.

4. PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
40% dari 8,9 juta hektar dikuasai investor asing antara lain Guthrie Golden Hope, KL Kepong dari Malaysia, Wilmar Internasional dari Singapura, Cargill dari Amerika Serikat, SIPEF, Belgia.

5. SEKTOR yang akan diberikan Pemerintah untuk asing:
Pelabuhan (49%), Operator Bandara (100%), Jasa Kebandaraan (49%), Terminal Darat untuk barang (49%), Periklanan (negara ASEAN bisa capai 51%)

LALU DIMANA RAKYAT INDONESIA?


Kartika JAsmev Kendalikan Opini Dusta Pro-Mafia Cina

Tidak menipu, tidak dapat uang. Rasanya itulah mahkota kehormatan yang tepat disematkan pada Kartika Djoemadi sang Spin Doctor JAsmev bergelar PHD abal-abal yang siap menabuh genderang perang bagi pengkritik Jokowi.

Setelah kasus PHD palsu itu Kartika tidak berhenti berbuat ulah, ia pernah terlibat perseteruan dengan Marissa Haque, kemudian membuat album religi ramadhan dan kemudian menipu Muhammadiyah dan kini TwitWar dengan akun @triomacan.

Berikut tipu-tipu kecil sampai menipu skala nasional yang dilakukan koordinator Jokowi-Ahok Social Media Volunteers (JASMEV) ini dan mengaku sebagai spin doctor alias memang tukang tipu 1000%, apa saja jenis tipuannya? Berikut daftarnya...

1) Menipu Status /Gelar Pendidikan, mengaku Ph.D, padahal cuma yang hanya S1 dari Universitas Swasta Gunadharma ini.

Ia mengaku Ph.D dari Ph.D dari Amsterdam Universiteit, juga menipu dengan bergelar MSi dari Fakultas Komunikasi UI.

Ketua JAsmev ini selalu menyebut dirinya sebagai Spin Doctor, memang profesi sehari-harinya adalah perekayasa opini di social media sampai merekayasa dusta untuk Jokowi Ahok, trully a CYBER BULLYER.

2) Menipu umat Islam dengan merilis Album Religi Ramadhan.

Meski beragama Katholik 'Dee Kartika Djoemadi' ini sempat mondar mandir di Muhammadiyah dan merilis album religi Ramadhan. Ia Koordinator Jokowi-Ahok Social Media Volunteers (JASMEV) yang dikenal senang membela boneka Mafia Cina "Jokowi" dan brutal menyerang para pengkritik Jokowi-Ahok.
Sumber

3) Merangsek ke PP Muhamadiyah dan mencoba memasarkan Liberalisme dan Pluralisme

Tokoh muda Muhammadiyah, Mustofa Nahrawardaya pun pernah mengecam sikap janda bernama asli Dyah Kartika Rini Djoemadi, sikap lancang ala agen Salibis ini meminta Ketua PP Muhammadiyah memecatnya. Lalu sikap menentang kebenaran Islam juga ditampakkan dengan ungkapan 'tidak wajibnya muslimah berjilbab' dan keukeuh tidak apa-apa memilih pemimpin non-Muslim.

Saat itu Mustofa pun menyarankan Kartika agar meminta maaf karena selama ini telah menipu identitas agama. Namun saran Mustofa itu justru dituding sebagai SARA, hingga Kartika mengusulkan kepada Ketua Umum PP Muhammadiyah, Dien Syamsudin untuk memecat Mustofa.

"Dee sudah masuk ke jantung Muhammadiyah, ikut rapat, itu sudah tidak etis. Sampai Dee membuat album Ramadhan, padahal Dee mengaku Katolik. Dee bilang itu toleransi. Padahal itu penghinaan,” cetus Mustofa Nahrawardaya.

Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF), Mustofa B. Nahrawardaya membeberkan sejumlah bukti Koordinator Jokowi-Ahok Social Media Volunteers (JASMEV), Kartika Djoemadi atau dikenal dengan nama Dee Dee telah menipu umat Islam dengan berpenampilan seperti seorang Muslimah bahkan mengaku sebagai Muhammadiyah.

Awalnya tanggal 22 Januari 2013 Kartika mengaku sebagai Muhammadiyah. Saya kira dia Muslimah, karena tahun lalu dia merilis album Ramadhan ini. Dengan berbaju seperti itu, saya tak perlu lagi tanya agama dia dong. Saya punya kantor CDCC (Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations), dimana sering kumpul tokoh beda agama yang mana agama mereka jelas, pakaiannya jelas dan tidak ada tipu menipu identitas,” ungkap Mustofa B. Nahrawardaya, kepada voa-Islam.com, Senin (28/1/2013).

Mustofa melanjutkan, terbongkarnya identitas Kartika Djoemadi yang beragama Katolik itu melalui pengakuannya sendiri ketika ia diajak untuk shalat Maghrib.

Tapi tidak disadari oleh Kartika, pada sebuah twit dengan saya, dia mengaku Katolik. Dia mengaku Katolik, ketika saya dengan sengaja mengajak dia untuk shalat Maghrib dulu, karena adzan Maghrib sudah terdengar. Maksud saya, ketika adzan sudah didengar, mari kita hentikan semua aktifitas, termasuk ngetwit,” jelas pengurus Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah ini.
Anehnya, ketika saya menyarankan dia minta maaf karena menipu identitas agama, dia menuduh saya SARA. Kemudian, karena dia nuduh saya SARA, maka dia mention ke Ketua Umum PP Muhammadiyah Bahkan dimention pula ke Wakil Ketua MPR Mas Hadjriyanto, tentu ini tidak pantas. Seorang penipu terhadap Tuhan, menipu Islam, kok memberi usulan pemecatan pengurus Ormas Islam,” bebernya.

4. Tipu opini skala besar melalui JASMEV, menipu rakyat Indonesia

Jasmev itu hanyalah 1 dari banyak kelompok atau divisi media yang bertugas untuk merekayasa pencitraan Jokowi di berbagai media. Apa maksudnya? Tak lain agar membentuk arus liar 'Tsunami Opini' pencitraan palsu untuk Jokowi dan memuluskan seakan rakyat mendukung Jokowi jadi Presiden RI 2014.

Khusus utk rekayasa Popularitas Jokowi, semula hanya melibatkan aktivis dan pengusaha lokal Tionghoa: Imelda Tan (Paragon), Lukminto (Sritex) cs.

Baru setelah Jokowi menang untuk periode ke 2 sebagai Walikota Surakarta atau Solo, konglomerat Edward Suryajaya (ex Pemilik Group Astra, konglo terkaya RI) bergabung. Awalnya, skenario rekayasa opini publik terhadap Jokowi ini hanya ditujukan utk memenangkan Pilkada Jawa Tengah, kalahkan Bibit Waluyo, namun balik kanan bubar jalan dan putar haluan mengincar target baru, yaitu DKI Jakarta. Perubahan target menjadi Cagub DKI dan terus jadi Presiden, dimulai saat Edward Suryajaya cs sukses konsolidasi kekuatan konglomerat Tionghoa.

Konsolidasi konglomerat Tionghoa itu tidak terlepas dari peran besar James Riady (pemilik Lippo grup) yang pada 2009 jadi Tim Koordinator Dana SBY. James Riady berhasil himpun hampir semua konglomerat Cina utk mendukung penuh Jokowi sebagai Gubernur DKI dan lanjut ke Presiden RI 2014. Peran besar lain adalah dari Jenderal Luhut Panjaitan yang sukses konsolidasikan kekuatan konglomerat-konglomerat etnis Tionghoa Ex buronan BLBI di Singapore yang berjumlah sekitar 20-an konglomerat. Kebanyakan dari mereka adalah buronan kasus korupsi BLBI yang merugikan negara kita Rp187 triliun (hutang pokok) plus Rp600 T (bunga) sampai 2032!
Mereka semua mendukung penuh Jokowi melalui media-media yang di bayar, uang, jaringan (China Connection) dan turut berkampanye menangkan Jokowi.
Hasilnya tak mengherankan, laporan dari semua lembaga intelijen negara sama: konglomerat Tionghoa (incl.: Buronan BLBI) dan komunitas Tionghoa solid mendukung ke Jokowi dan Presiden SBY pun sudah menerima laporan tersebut.
Relawan JASMEV rajin menipu opini, membanjiri sosial media, memberangus rakyat yang bersebrangan dengan Jokowi, membungkam fakta. Katanya pendukung Demokrasi yang bebas berpendapat, tapi kenapa orang kritik saja dilarang dan bahkan di bully? Berarti Demokrasi yang dijalankan penuh kepalsuan.

5) Meredam akun whistle blower ungkap kebenaran demi kepentingan cukong, ini muslihat ala Cyber Bullyer.

Relawan Jasmev pimpinan Kartika Djoemadi kini terus menyerang secara brutal bagi akun-akun media sosial dan situs berita yang menyindir kinerja Jokowi dan jaringan "China Connection".

Ini Sabda Konsensus JASMEV:
"Jokowi Pantang Dikritik"

a) Setiap kata dan kalimat yang keluar dari mulut Jokowi adalah sabda, adalah hadist dan wahyu. Jokowi sudah terima wahyu dari Pat Robertson yang diteruskan kepada James Riady untuk disampaikan Jokowi kepada seluruh rakyat Indonesia dan dunia. Lihatlah para tokoh, pemimpin, ulama, budayawan, akademisi, menteri bahkan Presiden sekalipun tidak ada yang berani lawan Jokowi. Jangankan melawan atau tegur Jokowi, untuk tegur wakilnya saja, haram hukumnya.

b) Jokowi tidak boleh disentuh, dimarahi, ditanya, dipanggil DPRD, diminta pertanggungjawaban, dst… tidak boleh! Haram hukumnya! Kita semua harus menjadi umat Jokowi… makmum Jokowi… jamaah Jokowi… karena wahyu dari James Riady Kristen evangelis sejati turun padanya…

c) Siapa pun yang berani berbeda, melawan, musuhi jokowi…akan berhadapan dengan umat-umat Jokowi. Akan berhadapan dengan DUNIA!

Tak hanya Kartika Djoemadi dan Jasmev, Kejagung RI juga diketahui selalu monitor info-info korupsi dari @triomacan2000. Bagi Kejagung RI setidaknya bisa jadi petunjuk awal. Namun bagi DIVA ASTUTI JASMEV, keterangan ini dinilai sebagai ancaman bagi kepentingan mafia cina, jasmev dan Jokowi Ahok. Untuk itu, jaringan sukarelawan media sosial kubu Jokowi sudah merekrut sampai 1.000 orang pendukung. Mereka bertugas mengangkat citra positif Wali Koto Solo ini secara serempak di media sosial, seperti YouTube, Twitter, Facebook, Kaskus, Tumblr, Blog, dll. “Kami akan tambah jumlahnya sampai 10 ribu orang mendekati 20 September,” kata Kartika Djoemadi pada TEMPO.CO , Jakarta 8 September 2012.

Mereka juga ditugaskan untuk meredam isu negatif soal Jokowi. Caranya sudah digariskan dari tim sukses Jokowi. “Kami tidak akan melawan batu dengan batu. Tidak ada isu negatif yang dilawan dengan negatif,” kata Kartika. “Kami akan pakai cara yang bisa menarik simpati netizens,” katanya. Padahal faktanya puluhan ribu akun akan membully pengkritik Jokowi Ahok.

Ulama Haramkan Rotary Club, James Riady Malah Dukung

Tarik menarik kepentingan Zionisme pada agama Nasrani cukup kental, dan sejak jaman penjajahan Belanda pun mereka sudah menjadi partner untuk menyusup dan memasarkan pengaruhnya.

Salah satu penyusupan agenda Zionisme adalah menggunakan lembaga atau yayasan seperti Freemasonry dan Rotary Club. Di Indonesia kedua organisasi ini kerap menggunakan bakti sosial dan kegiatan kemanusiaan lainnya dalam menjajakan brand dan subliminal message bagi masyarakat Indonesia. Dengan moto "Pelayanan Tanpa Pamrih" padahal semua hanya dalih saja untuk menyamarkan keyahudiannya.
Di Indonesia, CEO Lippo Group James Riady adalah salah satu agennya, ia sempat memberikan pidatonya dalam perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-33 Rotary Club of Jakarta Menteng (RCJM) di Jakarta, Jumat (6/12) malam. "Saya senang, di tengah itu semua, Rotary Club tetap berdiri teguh sehingga menjadi model untuk anak muda," ujarnya.
Sementara itu, Presiden Rotary Club of Jakarta Menteng (RCJM) Henri Setjadiningrat mengatakan RCJM adalah Rotary Club dengan jumlah anggota terbanyak di Indonesia Barat. Saat ini, RCJM memiliki 64 anggota aktif dan enam anggota kehormatan. Dalam HUT ke-33 RCJM dilantik pula pengurus suborganisasi Rotary bernama Rotaract (Rotary in Action). Para anggota Rotaract terdiri dari anak muda berusia 18-30 tahun yang akan dididik dalam program pengembangan kepribadian dan kepemimpinan serta diajak untuk berkontribusi nyata dalam komunitas.

"Nilai dasar yang kami junjung adalah pelayanan, silaturahmi, penghargaan atas perbedaan, serta kejujuran dan kepemimpinan," ujar Henri.

Dia mengatakan RCJM memfokuskan pelayanan pada enam bidang yaitu perdamaian dan pencegahan konflik, pencegahan penyakit dan pengobatan, air dan sanitasi, kesehatan ibu dan anak, edukasi dasar dan kemampuan membaca, serta pengembangan ekonomi dan komunitas.

Rotary Club adalah sayap organisasi dari Freemasonry yang merupakan organisasi intelijen Zionis Yahudi, dan induk dari seluruh organisasi seperti Rotary Club, Lion Club. Tokoh Indonesia di Lions Club adalah Dahlan Iskan, pemilik Jawapos dan kini menjabat sebagai Menteri Negara BUMN (Badan Usaha Milik Negara).

Kedekatan Dahlan Iskan dicurigai sebagai agen Zionis makin tak terbantahkan dengan iklan berikut ini.

Pemerintah Spanyol pernah mencium gelagat tidak benar organisasi ini dan akhirnya organisasi ini dilarang di sana. Bagaimana dengan pemerintah kita???, sulit untuk diandalkan. Bahkan Vatikan saja pernah mengeluarkan aturan untuk melarang kaum Katolik di dunia untuk masuk ke dalam keanggotaan Rotary Club.

Jokowi Bukan Manusia Setengah Dewa, tapi Boneka Cina

MafiaWar edisi ke-12 kali ini menyoroti penggelembungan opini habis-habisan jelang bursa pemilu legislatif dan Capres 2014 kian dekat, cukong mafia Cina Jokowi terus genjot popularitas di media online dan blusukan.

Tapi banyak kalangan menilai ada ketidakwajaran pada popularitas dan bak 'jin ifrit' yang selalu saja tampil di media tanpa ada rasa lelah. Semua media siap sedia mengabadikannya meski sedang membersihkan sepatu.

Jokowi kini di gelari nabi pun kalah eksis dibandingkan Jokowi. Ia siap tampil bak manekin yang tak malu di dandani apa saja, pakai kostum hitam metallica, gaya raja berkuda, Pangeran Jayakarta dengan kereta kuda mirip Cinderella dan eksis di setiap panggung musik kelas dunia dan terakhir numpang tenar bersama Gita Wirjawan dalam panggung perayaan 20 tahun Slank di Gelora Bung Karno, Sabtu (15/12).

Direktur Riset Cyrus Network, Eko David Dafianto mengatakan pemimpin yang baik dan berprestasi termasuk mantan Walikota Solo itu tetap membutuhkan kritik. Bahkan, kata dia, Jokowi juga harus membuka ruang untuk kritik secara luas.

"Publik harus disadarkan bahwa Jokowi itu tetap manusia biasa, bukan ratu adil atau tokoh serba bisa yang akan menyelesaikan seluruh persoalan melalui tangannya," ujar Eko.

Eko menjelaskan dari survei yang dilakukan empat kali, sebanyak 66,9 persen responden membicarakan Jokowi. Kemudian, yang membicarakan Jokowi bernada positif sebesar 62,7 persen.

"Sembilan dari 10 orang yang mengenal Jokowi, membicarakannya dengan nada positif. Apapun yang dilekatkan pada Jokowi, akan jadi baik dan bagus. Jokowi sudah jadi mitos, publik tidak rasional lagi dan kehilangan objektivitas dalam memberikan penilaian. Apapun yang menjadi pendapat Jokowi menjadi benar. Siapapun yang mengkritik Jokowi, akan menjadi musuh bersama," tambah Eko.

Tak heran lembaga survey pun mengganjarnya dengan predikat manusia setengah dewa yang siap menaikkan popularitas partai yang di tungganginya. Padahal faktanya tak lebih sebagai wayang golek Cina.

Kenapa?

Karena memang gerakan massa yang konsisten di media cetak, media online, acara Car Free Day hingga menggelar serangan cyber pada pembenci Jokowi melalui sekretariat JASMEV dan anasirnya dari gedung di Karawaci niscaya habis di bully pasukan bayaran mafia Cina yang kebelet Jokowi menjadi Capres.

Baru-baru ini Sekretariat Nasional Jokowi menancapkan taringnya, dengan membuka posko relawan Jokowi untuk mengoordinasi kalangan masyarakat yang ingin memberikan dukungan kepada Joko Widodo untuk maju sebagai Capres di 2014. Posko tersebut rencananya akan dilakukan saat momen Car Free Day setiap hari Minggu di Jalan Sudirman, Jakarta.

"Setiap hari Minggu kita akan lakukan kegiatan dengan membuka posko relawan pendukung Jokowi," ujar Presidium Seknas Jokowi, M. Yamin saat ditemui di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (15/12/2013).

Ia juga mengklaim Seknas Jokowi telah tersebar di seluruh Provinsi di Indonesia bahkan sampai dengan tingkat Kota/Kabupaten.

Ia juga mengatakan dukungan kepada Jokowi telah secara nyata terlihat di berbagai daerah, karenanya, Yamin menyebut, Seknas didirikan untuk mengkoordinir dukungan-dukungan yang ada di daerah agar bisa menciptakan kekuatan yang besar demi terciptanya perubahan Indonesia ke arah yang lebih baik.

Hamdi Muluk: Masyarakat Malas Berpikir

Menurut Pakar Psikologi Politik UI, Hamdi Muluk, hal itu membuat kecemasan di negara ini. Ia khawatir kompetisi pada pemilu 2014 akan hambar. Sebab, tidak ada pesaing yang dapat menandingi Jokowi. "Orang malas berpikir karena akan pilih Jokowi," kata Hamdi dalam jumpa pers di Cyrus Network, Jakarta, Minggu (15/12/2013).

Hamdi mengatakan dengan nilai tersebut, Jokowi juga tidak akan mengeluarkan seluruh kemampuannya dalam Pemilu 2014. "Ini mengkofirmasi dalam setahun terakhir jadi memang negara harap cemas," katanya.

Hamdi mengatakan tidak ada pesaing Jokowi dalam bursa pemimpin nasional, maka membuktikan partai politik gagal total dalam hal kaderisasi.

Padahal, kata Hamdi, persaingan calon Presiden menuju pemilu 2014 menarik bila terdapat pilihan alternatif lain selain nama-nama yang beredar di masyarakat.

"Sekarang saya khawatir dengan fenomena ratu adil. Sepertinya Jokowi jadi manusia setengah dewa. Ini Capres setengah dewa tidak sehat jangan terjebak dengan mitos ratu adil," kata Pakar Psikologi Politik UI, Hamdi Muluk di kantor Cyrus Network, Jakarta, Minggu (15/12/2013).

Hamdi menuturkan Indonesia memiliki sejarah pemimpin yang dianggap ratu adil seperti Soekarno dan Soeharto. "Itu engga sehat," kata Hamdi.

Ia mengatakan banyak pemberitaan Jokowi sudah tidak relevan dengan jabatanya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Ia mencontohkan soal pemberitaan sepatu milik Jokowi.

"Masa sepatu robek saja diberitain, hal remeh temeh yang tidak ada kaitannya," katanya.

Apalagi, ujar Hamdi, banyak yang mengeritik Jokowi malah di-bully di media sosial. "Kalau mengeritik Jokowi seperti mengeritik dewa, sudah tidak sehat," imbuhnya.

Kristenisasi di balik Lelang Jabatan Jokowi Ahok

Mafia War edisi 13 ini kembali mengulas konspirasi Cina Perantauan dan bahayanya bagi umat Islam Indonesia.


Sebagian channel di jaringan TV Kabel FirstMedia milik James Riady:
  • Balai Kota TV ...Focus DKI
  • Reformed 21 ...Focus Misionaris Kristen
  • Smile JCTV ...Focus Dakwah Kristen
  • dan J, C/K TV channel lainnya!!!

Konspirasi Mafia Cina ini sudah sejak 2011 silam menyiapkan nama Jokowi untuk menjadi calon Presiden dan menjaga kepentingan mafia Cina agar tetap lestari pasca turunnya SBY.

Grand Design pengembangan skenario untuk menciptakan 'tokoh boneka' yang di gadang-gadang menjadi pemimpin, baik Gubernur ataupun Presiden via rekayasa opini publik yang di cetuskan aktivis-aktivis UGM (Universitas Gajah Mada).

Kemudian ide tersebut direalisasikan untuk merekayasa opini publik melalui media dan kemudian bergulir kencang dan di akomodasi oleh para pemilik modal.

Khusus untuk rekayasa Popularitas Jokowi, semula hanya melibatkan aktivis dan pengusaha lokal Tionghoa: Imelda Tan (Paragon), Lukminto (Sritex) cs.

Baru setelah Jokowi menang untuk periode ke-2 sebagai Walikota Surakarta atau Solo, konglomerat Edward Suryajaya (ex Pemilik Group Astra, konglo terkaya RI) bergabung.

Awalnya, Skenario Rekayasa Opini Publik terhadap Jokowi ini hanya ditujukan untuk memenangkan Pilkada Jawa Tengah, kalahkan Bibit Waluyo, namun balik kanan bubar jalan dan putar haluan mengincar target baru, yaitu DKI Jakarta.

Perubahan target menjadi Cagub DKI dan terus jadi Presiden, dimulai saat Edward Suryajaya cs sukses konsolidasi kekuatan konglomerat Tionghoa.

Konsolidasi konglomerat Tionghoa itu tidak terlepas dari peran besar James Riady (pemilik Lippo grup) yang pada 2009 jadi tim koordinator dana SBY. James Riady berhasil himpun hampir semua konglomerat Cina utk mendukung penuh Jokowi sebagai Gubernur DKI dan lanjut ke Presiden RI 2014.

Peran besar lain adalah dari Jenderal Luhut Panjaitan yang sukses konsolidasikan kekuatan konglomerat-konglomerat etnis Tionghoa Ex buronan BLBI di Singapore yang berjumlah sekitar 20-an konglomerat. Kebanyakan dari mereka adalah buronan kasus korupsi BLBI yang merugikan negara kita Rp. 187 triliun (hutang pokok) plus Rp. 600 Trilyun (bunga) sampai 2032!

Mereka semua mendukung penuh Jokowi melalui media-media yang di bayar, uang, jaringan (china connection) dan turut berkampanye menangkan Jokowi.

Hasilnya tak mengherankan, laporan dari semua lembaga intelijen negara sama: konglomerat Tionghoa (incl : Buronan BLBI) dan komunitas Tionghoa solid mendukung ke Jokowi dan Presiden SBY pun sudah menerima laporan tersebut. Konfirmasi itu kami peroleh dari Jenderal purnawirawan yang menjadi pensihat Presiden RI.

Bahkan saking besarnya dana setiap hari pemberitaan tak lepas dari nama Jokowi, sudah kebelet betul agar Jokowi menjadi calon Presiden dan bahkan membuat film berjudul namanya, 'Jokowi', yang dirilis pada 20 Juni 2013 lalu dan gagal di pasaran.

Sang produser KK Dheeraj sempat membuat promosi ‘konspiratif’ dan di setting berkesan Jokowi menolak filmnya ditayangkan, padahal ini cuma ‘gertak sambal’ supaya beliau ini tidak tercitrakan sebagai orang yang ‘haus publisitas’ dengan kecenderungan mau melambaikan tangan di 2014. Film ini telah menghabiskan 13 miliar rupiah.
Dari kompas.com pada 2 Mei 2013, Jokowi mengatakan, “Enggak tahu, saya belum bertemu sama yang buat. Di depan, saya ngomong kalau saya tidak mau. Saya mau ketemu, tapi enggak tahulah, wong belum mengerti. Saya ini bukan tokoh, tapi tikih kecil-kecilan.”
Pada awalnya Mafia Cina ini tak cuma mengincar posisi Presiden RI dan Jokowi di usung, namun belakangan ketika Jokowi sudah di 'atas angin' mulailah ia juga memasarkan idelogis kapitalis-liberalis berbalut isu kerakyatan. Isu Kristenisasi massal tak urung ditanggalkan mereka dengan tokoh 'anjing galak' bernama Ahok alias Basuki Tjahaya Purnama untuk mengawal Kristenisasi massal.

Awalnya angkat Jokowi, setelah itu angkat tokoh Cina Ahok yang menjadi 'anjing galak' Kristenisasi.

Tokoh ulama Betawi KH. Fachrurozi Ishaq menilai kebijakan menempatkan lurah Kristen tersebut adalah agenda terselubung Kristenisasi. Dengan memanfaatkan Jokowi dan Ahok yang memang di persiapkan untuk memimpin Indonesia pasca lengsernya SBY 2014 ini.

Sejak diangkat menjadi Lurah hasil lelang jabatan, 27 Juni 2013, penolakan warga Lenteng Agung terhadap Lurah Susan terus bergejolak dan perempuan itu tetap tidak diterima warga, antara lain karena perbedaan agama dengan warga yang dipimpinnya. Susan beragama Kristen, sedangkan warga Lenteng Agung yang berjumlah sekitar 50-an ribu mayoritas beragama Islam.

Menurut warga setempat, selama Susan menjabat sebagai Lurah Lenteng Agung, dampak negatifnya langsung terasa. Tergerusnya etika pergaulan sosial yang sudah membudaya di masyarakat Lenteng Agung. Ucapan salam diganti menjadi ‘selamat pagi’ atau ‘good morning’ bukan ucapan salam layaknya mayoritas warga Lenteng Agung.

"Saya sudah melihat dari awal ketika ada pelelangan lurah, bahwasanya Jokowi dan Ahok sudah menempatkan orang-orang non Islam di posisi penting tapi dengan cara lelang, padahal orang itu sudah disiapkan oleh dia, lelang itu strategi dia," ujar Kyai Ishaq saat konferensi pers Forum Umat Islam (FUI) mendukung warga Lenteng Agung yang menolak lurah Susan, Kamis (3/9/2013) di Jakarta.

"Sebentar lagi sekolah-sekolah, nanti kepala sekolah SD, SMP, SMA akan dipegang oleh orang-orang Kristen," tambahnya.

"Kalo itu terjadi, saya akan berada di barisan paling depan untuk melawan itu semua," tegas ulama Betawi ini.

Celoteh Ahok Kerap Meremehkan Islam

Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Jakarta, Hendardi, dalam tulisannya berjudul Demokrasi dan Politisasi Agama diKompas (3/7/2009), menyatakan, politisasi agama tampak dalam seputar kesalehan personal kandidat, performa pakaian para istri kandidat, maupun pilihan agama dan orientasi keberagamaan seorang kandidat pesta Demokrasi.

Politisasi agama, tulis Hendardi, bekerja dengan mengeksploitasi hal-hal yang merupakan identitas dan domain personal ke arena publik. Eksploitasi itu untuk dua kepentingan: menundukkan lawan atau untuk menghimpun dukungan baru.

Jika politisasi diperagakan untuk menundukkan lawan politik, bisa diduga pemicu politisasi dari seberang seorang kandidat. Sementara jika dimaksudkan untuk menghimpun dukungan baru dan memperluas konstituensi, politisasi agama sengaja didesain oleh diri sendiri.

Fenomena semacam itu, menurutKoordinator FSAI Yogyakarta Azis Anwar Fachrudin(Suara Karya, 05/07/2013), membawa sejumlah imbas negatif.

Pertama, fetisisme agama. Fetisisme adalah fenomena budaya populer. Ia menggunakan berbagai pesona dan daya pikat (charm) untuk memengaruhi bahkan mengendalikan orang-orang atau massa.

Kedua, dekonstruksi nilai kesucian dari simbol itu. Simbol yang menjadi tameng kesucian untuk mengiba rasa simpati justru membuat publik muak. Simbol yang suci itu bisa mengalami desakralisasi. Dekonstruksi nilai kesucian itu tak ubahnya sama dengan ketika simbol-simbol religi memasuki ruang komodifikasi agama, terutama saat bertepatan dengan momen-momen tertentu (Ramadhan, Idul Fitri, Natal, dan lain-lain).

Ketiga, banalitas agama. Politisasi simbol agama telah menciptakan suatu konsekuensi kultural. Yakni, terbaurnya ‘budaya luhur’ dengan ‘budaya rendah’. Akibatnya, agama menjadi sesuatu yang murah.

Kronologis Pelepasan Aset Pemda Solo

Bermula dari rencana Pemda Jawa Tengah untuk membeli bangunan hotel atau Balai Peristirahatan Maliyawan yang terletak di Tawangmangu, Solo/ Surakarta. Bangunan hotel itu, meski tanahnya adalah milik Pemda Jawa Tengah, namun bangunan di atas tanah tersebut adalah aset milik Pemda Solo / Surakarta karena dibangun dengan biaya /anggaran APBD Solo ( Surakarta) sekitar 12 tahun lalu.

Namun, rencana Pemda Jateng membeli bangunan hotel aset Pemda Surakarta itu kandas karena Walikota Surakarta, Joko Widodo tidak pernah menyetujui. Jokowi selalu menolak permohonan Pemda Jateng itu meski tidak jelas apa alasannya. Padahal sebagai unit usaha yang dikelola BUMD PT Citra Mandiri Jateng, Hotel Maliyawan itu tidak menguntungkan dan gagal beri deviden kepada Pemda Solo (Surakarta) dan Pemda Jateng.

Karena permintaan membeli bangunan hotel selalu ditolak Walikota Jokowi, Pemda Jateng balik berencana ingin menjual aset Pemda Jawa Tengah berupa tanah yang di atasnya berdiri bangunan yang dipergunakan sebagai Hotel Maliyawan yang dikelola oleh BUMD PT. Citra Mandiri Jawa Tengah (CMJT) itu.

Rencana Pemda Jateng menjual tanah hotel tersebut melalui BUMN CMJT secara langsung, terbuka dan lelang tentu tidak mudah karena bangunan hotel yang berada di atas tanah itu adalah milik atau aset Pemda Surakarta. Pilihan terbaik adalah dengan menawarkan rencana penjualan / pelepasan tanah aset Pemda Jateng itu kepada Pemda Surakarta.

Nanti, setelah Pemda Surakarta membeli tanah aset Pemda Jateng tersebut, terserah kepada Pemda Surakarta, apakah akan menjual kembali tanah berikut bangunan hotelnya atau mau mengelola sendiri operasional Hotel Maliyawan itu.

Terhadap tawaran Pemda Jateng yang ingin jual tanah asetnya itu, Walikota Surakarta langsung menyatakan minatnya dan segera mengajukan rencana anggaran pembelian tanah Hotel Maliyawan sebesar Rp. 4 miliar kepada DPRD Surakarta yang kemudian disetujui oleh DPRD dengan rencana memasukan anggaran pembelian tanah aset Pemda Jateng dalam Kebijakan Umum Perubahan APBD (KUPA) Surakarta tahun 2010.

Melalui Nota Jawaban Walikota yang dibacakan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Solo, Budi Suharto, Senin, Walikota Solo, Joko Widodo (Jokowi), menjelaskan Pemkot Solo telah menindaklanjuti Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Tahun 2010 dengan menganggarkan pembelian tanah Hotel Maliyawan senilai Rp 4. miliar.

Namun, berdasarkan Nota Kesepakatan Pemkot Surakarta dengan DPRD Kota Suarakarta No 910/3.314 dan No 910/1/617 tentang Kebijakan Umum Perubahan APBD (KUPA) Kota Solo Tahun 2010, anggaran untuk pengadaan tanah Hotel Maliyawan ternyata tidak muncul sama sekali.

Kemudian diketahui bahwa Walikota Solo (Surakarta) mengajukan surat kepada Inspektorat Kota Surakarta yang berisi perintah Walikota untuk menelaah/mengkaji aspek hukum dan perundang-undangan terkait rencana Pemda Surakarta melepas aset berupa bangunan yang terletak di atas tanah Hotel Maliyawan, Tawangmangu, Surakarta.

Pihak Inspektorat Kota menberikan jawaban atas telaah dan kajian hukumnya kepada Walikota Joko Widodo. Dalam surat dari Inspektorat tersebut, ditegaskan bahwa untuk pemindahtanganan aset bangunan milik Pemda (Hotel Maliyawan) diperlukan penaksiran oleh tim dan hasilnya ditetapkan dengan keputusan Walikota.

Selanjutnya Pemkot harus memohon izin penghapusan aset dari DPRD Kota Solo. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan PP No 6/2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, pasal 37 serta Perda No 8/2008 Tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.

Berdasarkan telaah dan kajian Inspektorat, Walikota Joko Widodo mengirim surat kepada Ketua DPRD Kota Solo (Surakarta) tertanggal 29 Juli 2011 perihal permohonan persetujuan pemindahtanganan atas nama Balai Istirahat (BI) Maliyawan.

Pada paragraf kedua surat tersebut, Jokowi menyebutkan bahwa sesuai dengan pasal 64 ayat 1 Perda 8/2008 Tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, pemindahtanganan atas bangunan dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari DPRD.

Masih mengacu kepada surat dari Walikota Joko Widodo itu, disebut lagi bahwa sehubungan dengan Perda tersebut maka diajukan permohonan persetujuan DPRD dan selanjutnya dapat dibahas dalam rapat Dewan. Surat tersebut merupakan tindak lanjut dari surat Inspektorat Kota pada 16 Desember 2010 tentang telaah staf pelepasan Hotel Maliyawan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, sangat jelas bahwa pada awalnya, Walikota Solo Joko Widodo masih menjalankan mekanisme dan prosedur pelepasan aset secara benar dan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Namun, setelah Walikota Joko Widodo ketahuan sudah menjual aset Pemda Solo/Surakarta secara diam–diam kepada Lukminto, Direktur PT. Sritex, sikap, perilaku dan pernyataan–pernyataan Joko Widodo berubah 180 derajat alias menjadi seorang pembohong. Ada apakah dengan Joko Widodo terkait pelepasan aset Pemda Solo berupa bangunan hotel Maliyawan itu?

Jokowi Mendadak Berubah 180 Derajat dan Berbohong

Kenapa terjadi perubahaan sikap, perilaku dan pernyataan Joko Widodo terkait penjualan aset Pemda Solo secara diam-diam kepada Lukminto? Kenapa tiba-tiba Joko Widodo selalu ngotot pertahankan pernyataan dan pendapatnya bahwa penjualan bangunan hotel aset Pemda itu TIDAK memerlukan persetujuan DPRD Solo dan TIDAK perlu mengacu serta mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku?

Berkali–kali Joko Widodo mengatakan kepada publik bahwa sebagai walikota, pihaknya tidak perlu minta izin persetujuan kepada DPRD. Tidak perlu dengan penerbitan Peraturan Daerah/Perda terlebih dahulu jika pemda ingin menjual asetnya. Bahkan Jokowi mengatakan pelepasan aset pemda secara tanpa minta persetujuan DPRD terlebih dahulu itu, sudah sangat sering dia lakukan. Semuanya aman–aman saja, dalih Jokowi pada sekitar Juli 2012 lalu.

Mencermati perubahan sikap Joko Widodo dan kengototannya menabrak hukum itu, anak siswa SMA atau mahasiswa semester I pun mengerti dan paham bahwa pasti ada kolusi antara Jokowi dan Lukminto yang sangat patut diduga menghasilkan suap untuk Joko Widodo.

Berapa besar dugaan suap dari Lukminto kepada Joko Widodo sehingga Joko berani melanggar hukum, UU dan menipu DPRD dan rakyat Solo serta seluruh rakyat Indonesia itu? Berapa besar kerugian negara akibat KKN Jokowi – Lukminto itu?

Silahkan KPK, Kejaksaan dan Polri mengusut tuntas agar hukum dapat ditegakkan dan keadilan dapat terwujud. Sikap kita yang toleran/pembiaran terhadap perbuatan kriminal, kejahatan atau korupsi Jokowi ini, sesungguhnya sama saja dengan kita menyetujui perbuatan haram tersebut. [yudis/r.nuh/voa-Islam.com]

Jokowi Raih Man of The Year Meski Langgar 8 dari 19 Janjinya

JAKARTA (voa-Islam.com) - Kebelet Nyapres, itulah ungkapan yang tepat disematkan pada jaringan media milik James Riady dan Lippo yang menobatkan gelar Man of the year dari Majalah Globe edisi Januari 2014 ini. Seperti diketahui, James Riady memang salah investor yang mengorbitkan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo.

Akan lebih arif jika ditingkatkan sense of crisis nya ketika bangsa Indonesia dan khususnya kota Jakarta yang tengah dilanda banjir serta telah menelan puluhan korban jiwa meninggal dan ribuan kepala keluarga sengsara akibat janji yang belum kunjung ditepati oleh Jokowi.

Dari semua pernyataannya pada masa kampanye, ternyata Jokowi telah melanggar delapan janji, dari 19 janji yang diucapkan saat Jokowi berkampanye pada Pilgub DKI Jakarta.

Mustofa Nahra Wardaya, melalui akun Twitter ‏@MustofaNahra berkicau. “1-8 sudah dilanggar,” tulis @MustofaNahra

Berikut informasi dari situs Kemendagri yang memuat tulisan bertajuk “19 Janji Jokowi Saat Kampanye”.

Layakkah Jokowi meraih gelar 'Man of The Year' sedangkan kini warganya kelaparan dan terhempas dalam lautan banjir Jakarta? Anda tentu dapat menilainya bukan?

Stanley Greenberg, Konsultan Yahudi Jokowitainment

JAKARTA (voa-Islam.com) - Luar biasa hebat konspirasi James Riady cs dalam mengorbitkan Jokowi ke puncak popularitas demi terwujudnya mimpi mereka untuk memiliki seorang Presiden Indonesia yang berada di bawah kendali dan pengaruh mereka.

Tapi, disisi lain betapa bodohnya negeri ini, tulis Raden Nuh. Pertanyaan seperti judul di atas selalu mengganggu pikiran Raden Nuh jika melihat fenomena yang terjadi di tengah–tengah masyarakat kita yang latah memuja memuji tokoh tertentu padahal sosok tokoh itu tidak layak diberikan puja puji.

Begitu bodohkan bangsa kita ini yang terlalu mudah terkecoh dengan pencitraan dan opini sesat yang direkayasa oleh pihak tertentu untuk memberikan kesan baik terhadap figur yang sesungguhnya tidak baik.

Begitu bodohkah bangsa Indonesia yang tidak pernah mau belajar dari pengalaman pahit ditipu para penjahat bertopeng malaikat. Banyak tokoh yang semula disanjung dan diteladani, kemudian terbukti tidak lebih dari seorang penipu. Ketika mereka kabur, tinggalah rakyat korban penipuannya menangis menderita meratapi kerugiannya.

Begitu bodohkah rakyat Indonesia hingga terlalu mudah percaya berita dan opini yang dibentuk pemberitaan media mengenai karakter, integritas dan kredibiltas seorang tokoh. Tidak adakah mekanisme check and recheck yang semestinya dilakukan sebelum memberi kepercayaan besar atas sebuah amanah yang sangat menentukan nasib dan masa depan seluruh rakyat Indonesia.

Tidakkah sesuatu pencitraan yang berlebihan semestinya membuat kita lebih hati–hati dalam menilai figur tersebut. Bagaimana mungkin kita mempercayai bahwa tidak ada udang di balik batu dari sebuah realitas pencitraan sedemikian banyak media terhadap seseorang tanpa terlebih dahulu kita menganalisa apa sebenarnya tujuan pencitraan tersebut dan siapa pelaku atau sutradaranya.

Begitu kasat mata rekayasa pencitraan yang dibangun secara sistmatis, masif, terencana dan pasti menghabiskan uang yang sangat besar untuk pencitraan Joko Widodo atau Dahlan Iskan. Bahkan untuk Jokowi, nama akrab Joko Widodo, rekayasa pencitraan dirinya perlu diwaspadai.

Pencitraan terhadap Jokowi dilakukan oleh sebuah tim pencitraan yang lengkap, berpengalaman, terdiri dari berbagai kelompok yang bertugas dan bertanggungjawab untuk membentuk citra diri Jokowi sesuai dengan keinginan rakyat atau target yang ditetapkan tim konsultan pencitraan Jokowi.

Berdasarkan pengamatan kami yang sudah lama mencurigai adanya maksud jahat terselubung dari pihak tertentu terkait pengorbitan Jokowi sebagai ‘tokoh nasional, tokoh terpopuler, calon Presiden terbaik’ dan seterusnya, terlihat jelas rekayasa pencitraan Jokowi dilakukan melalui cara – cara sebagai berikut :
Ratusan media nasional dan lokal (koran, majalah, TV, radio, media online dll) dikontrak dan dibayar untuk setiap hari memuat berita positif tentang Jokowi. Pada media cetak yang dikontrak dan dibayar tersebut, disediakan halaman atau kolom khusus yang memuat berita positif tentang Jokowi. Pada media online, ditargetkan pemuatan berita Jokowi sampai sebanyak – banyaknya. Detik online misalnya, memuat berita tentang Jokowi bisa sampai 50 kali atau 50 judul per hari dan selalu ditayangkan setiap saat. Begitu tingginya target frekwensi menaikan berita tentang Jokowi, sampai – sampai semua aktifitas Jokowi dimuat dan diberitakan media.

Jokowi akan naik sepeda ke kantor, Jokowi lari maraton, Jokowi akan mudik ke Solo, Jokowi akan ke Pluit, Jokowi nonton film, Jokowi nonton wayang, Jokowi makan banyak sebelum nonton, Jokowi antar makanan ke Megawati, Jokowi bertemu si anu, Jokowi hebat, Jokowi luar biasa, Jokowi berniat, Jokowi tertawa, jokowi dikawal, Jokowi bersedih, Jokowi disambut warga, Jokowi bagi–bagi uang, Jokowi blusukan, Jokowi bermimpi, dan seterusnya…

Mungkin hanya ketika Jokowi buang angin, Jokowi buang hajat, Jokowi mimpi basah atau Jokowi sedang cebok, yang tidak dimuat oleh media massa–media massa bayaran dan kontraktor pencitraan Jokowi tersebut.

Sejumlah pengamat dan akademisi kampus disewa oleh sutradara dibalik pencitraan Jokowi untuk memberikan pendapat, penilaian dan kesan baik tentang Jokowi. Sesuai informasi yang diterima banyak staf pengajar dari Fisip UI Depok yang dibayar untuk mendukung pencitraan Jokowi. Mereka ini rutin memberikan pendapat atau komentar positif terhadap sosok Jokowi. Perilaku akademisi seperti ini dulu kami juluki ‘pelacur intelektual’. Menggadaikan rasionalitas dan keilmuannya demi rupiah.

Jaringan internasional digunakan untuk memberikan ‘legitimasi’ pencitraan positif tentang Jokowi. Bayangkan saja, seorang Gubernur di Indonesia yang belum membuktikan kemampuannya sebagai pemimpin, belum ada prestasi kerjanya, tetapi sudah dipuja puji melalui pemberitaan berbagai media di luar negeri. Informasi yang kami terima, pemuatan berita tentang Jokowi ini adalah hasil dari rekayasa James Riady, Stan Greenberg cs dan jaringan Arkansas Connection yang diduga sebagai otak dari semua rekayasa pencitraan diri Jokowi.

James Riady adalah tokoh konglomerat pemilik grup Lippo yang merupakan teman baik mantan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton selama puluhan tahun, sejak 1986 sampai sekarang. James memiliki banyak catatan buruk mengenai sepak terjangnya di dunia bisnis dan politik, baik di Indonesia atau pun di dunia internasional.

Sejak menganut agama Kristen Evangelis, kedekatan James dengan tokoh Evangelis Amerika Serikat Pat Robertson sudah menjadi pengetahuan umum. Hal tersebut menempatkan James sebagai sosok yang selalu dicurigai umat Islam mengingat Pat Robertson, Mentor James Riady dikenal sebagai tokoh fanatik dan sangat membenci Islam/anti Islam.

Sementara itu Stan Greenberg adalah seorang Yahudi Zionist. Partner sekaligus pemilik konsultan politik terkemuka AS, Greenberg Quinlan Rosner, konsultan politik yang selalu digunakan Partai Demokrat AS dan berpengalaman menjadi konsultan ratusan politisi terkenal di dunia. James dan Greenberg keduanya adalah anggota utama Arkansas Connection.

Ratusan orang baik tenaga honor mau pun karyawan organik yang dipekerjakan di perusahaan–perusahaan Lippo Grup dan perusahaan para konglomerat Tionghoa yang menjadi pendukung pencitraan Jokowi, dikerahkan untuk membentuk citra palsu Jokowi melalui sosial media (socmed). Ribuan akun di berbagai socmed (twitter, facebook, dll) dikerahkan untuk mendongkrak popularitas dan kesan positif tentang sosok Jokowi. Mereka juga bertugas melindungi Jokowi dari segala bentuk kritik, termasuk pengungkapan kebenaran tentang siapa sebenarnya Jokowi.

ekayasa pencitraan Jokowi tidak hanya didukung oleh James Riady, Stangreeberg dan Arkansas Connection, melainkan juga oleh mayoritas konglomerat Tionghoa Indonesia, jaringan etnis China dunia/internasional, segelintir tokoh dan konglomerat pribumi serta dari berbagai kalangan/lembaga/insititusi non muslim, gereja, mayoritas komunitas Tionghoa Indonesia dan seterusnya. Benar–benar sebuah konspirasi tingkat tinggi yang dibentuk dan dijalankan dalam rangka mensukseskan Jokowi sebagai Presiden boneka di Indonesia.

Pencitraan Jokowi yang luar biasa, menghabiskan sumber daya uang, waktu dan tenaga yang sangat besar itu, juga berhasil menutupi fakta–fakta yang sebenarnya tentang karakter, kinerja dan track record Jokowi. Masyarakat tidak lagi berfikir logis dan tidak skeptis dalam menilai sosok Jokowi. Begitu banyak catatan buruk tentang Jokowi yang diabaikan atau terlindas oleh Tsunami Informasi dan opini yang dijejalkan konspirasi tingkat tinggi ini. Fakta bahwa Jokowi sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) atau penilaian kinerja Kemendagri yang membuktikan prestasi Jokowi biasa–biasa saja, malah lebih buruk dibanding kinerja rata–rata kepala daerah se– Indonesia, tidak menjadi perhatian rakyat.

Fakta bahwa Jokowi patut diduga terlibat korupsi pelepasan aset pemda Solo (Hotel Maliyawan), korupsi dana KONI Solo sebesar Rp. 5 miliar, korupsi hibah dana rehabilitasi pasar dari Pemda Jawa Tengah Rp. 1 miliar, korupsi dana bantuan siswa miskin Solo, korupsi proyek pengadaan videotron Manahan Solo, korupsi renovasi THR Sriwedari Solo, dan lain–lain, diabaikan begitu saja oleh rakyat Indonesia. Belum lagi dugaan korupsi Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta pada Program KJS dan KJP, KKN pada penunjukan pemenang dan pelaksana proyek MRT/Monorail Jakarta, korupsi pengadaan sumur resapan dan lain–lain.

Setiap zaman baik dalam kondisi normal atau pun dalam krisis politik, selalu menghasilkan dua alternatif: kehancuran dan kebangkitan. Setiap krisis politik akan melahirkan pahlawan dan bajingan. Bagi mereka yang berpandangan fatalis, krisis melulu dianggap sebagai malapetaka. Sebaliknya, bagi mereka yang penuh harapan, krisis bukan berarti celaka.

Krisis bisa berarti proses berat penuh tantangan yang harus dilalui sebelum “melahirkan”. sesuatu. Krisis ibarat perjuangan seorang ibu sebelum melahirkan “bayi kebahagiaan” yang segera mengganti semua tangis menjadi derai-tawa.

Krisis kepemimpinan bisa secara alamiah namun bisa juga dengan rekayasa penciptaan opini palsu melalui media–media seperti yang terjadi di Indonesia saat ini.

Sekelompok konglomerat Cina bersatu padu, bergabung dengan jaringan internasional seperti Arkansas Connection dan Jaringan China dunia yang didukung penuh pemerintah China melalui China Military Intellegence (CMI) atau dukungan dana tak terbatas dari perusahaan kedok/samaran bernama China Resources Corporation Ltd yang selama puluhan tahun memberikan bantuan finansial ke kelompok Lippo Grup di seluruh dunia.

Dengan anggaran tidak terbatas, jaringan dan penguasaan media yang mayoritas, kemampuan teknis rekayasa komunikasi politik dan opini, kelompok ini mampu menghancurkan semua tokoh yang potensial mengalahkan Jokowi dan mengantarkan Jokowi menjadi primadona tunggal di media–media dan ruang publik.

Untuk mencapai prestasi ini, tidak tanggung–tanggung, turut bergabung sebagai pemain utama di balik Jokowi, pakar konsultan politik terkemuka Stan Greenberg, yang terbukti sukses mengantarkan Bill Clinton menjadi Presiden AS untuk dua periode dan 11 pemimpin (Presiden dan perdana menteri) lainnya di negara masing–masing.

Memang tidak pernah terjadi dalam sejarah sebelumnya, bisa hadir sosok seorang James Riady yang dalam dirinya bisa menyatu dua kekuatan utama dunia yakni China dan Amerika Serikat yang dalam hal ini diwakili oleh Arkansas Connection.

Meski bukan organisasi resmi negara AS, Arkansas Connnetion, dimana James Riady sebagai salah satu elitnya, adalah organisasi yang sangat berpengaruh terhadap kebijakan pemerintahan Obama, Presiden AS yang sangat menghormati dan mendengar saran–saran Arkansas Connection.

Krisis, karenanya, juga selalu menghasilkan pecundang dan pahlawan. Para pecundang adalah mereka yang mau melakukan apa saja, terutama dengan imbalan bayaran sebagaimana terjadi pada tokoh–tokoh dan selebriti Indonesia.

Mereka rela melacurkan pendapat dan hati nurani mereka, ikut–ikutan memuja seorang anak manusia yang bernama Jokowi, meski sadar sepenuhya bahwa Jokowi itu belum layak dan tidak semestinya mendapat apreasiasi luar biasa seperti itu karena kapasitas, integritas, kapabilitas dan kredibiltas Jokowi yang sebenarnya jauh dari memadai untuk dapat disebut pemimpin yang berhasil.

Mereka yang berdiri di belakang Jokowi dengan menggadaikan akal sehat dan hati nuraninya itu adalah para pecundang, pelacur intelektual.

Mereka termasuk para oportunis politik yang mau mengambil keuntungan di tengah-tengah luka bangsa yang menganga, dominasi kebodohan pada mayoritas rakyat Indonesia yang seharusnya mereka bimbing dengan memberikan penilaian atau pendapat yang rasional dan objektif.

Mereka malah memainkan peran sebagai penjerumus mayoritas rakyat Indonesia yang menaruh kepercayaan kepada mereka.

Mereka menjadi pencundang bukan karena kalah dalam pertarungan. Tapi, karena mereka memilih untuk takluk pada kepentingan pribadinya, di kala bangsa dan negara masih membutuhkan pengorbanan, kejujuran dan contoh teladan.

Sementara itu, para pahlawan adalah mereka yang rela menanggung derita, kecewa, bahkan kesempatan untuk menjadi populer karena berani berbeda pendapat dengan opini arus utama (mainstream). Para pahlawan adalah mereka yang berani bersikap tegas dan konsisten membela kebenaran dan menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadinya.

Sejatinya mereka yang berani bersikap tegas dan menjunjung tinggi objektifitas ini adalah para pemenang, bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuk rakyat banyak meski konsekwensinya mereka diserang oleh pasukan khusus pembentuk opini yang berjumlah ribuan orang banyaknya.

Pasukan khusus nasi kotak ini bersiaga 24 jam sehari, 7 jam seminggu dan 30 hari sebulan, siap membully siapa saja yang berani berpendapat berbeda apalagi mengecam sang tokoh boneka bernama Jokowi yang diagung–agungkan laksana santo atau nabi.

Para pecundang adalah mereka yang mandi kekayaan dari uang bayaran yang diterimanya dari para cukong penyandang dana penCapresan Jokowi. Begitu banyak uang yang digunakan penyandang dana Jokowi untuk mendukung kesuksesan rencana mereka menjadikan Jokowi sebagai Presiden boneka yang di bawah kendali mereka.

Tujuan akhirnya, tentu saja keuntungan yang berlipat ganda yang akan mereka peroleh, ekonomi dan politik, jika nanti Jokowi berhasil mereka dudukan sebagai Presiden boneka.

Para pecundang adalah mereka yang terdiam meski banyak korupsi besar gila–gilaan di depan mata. Misalnya dalam kasus PLN dan Pertamina yang coba dirampok habis Dahlan Iskan dengan cara licik dan memakai perisai opini media sebagai pelindungnya.

Bukan itu saja, para pecundang adalah yang memanfaatkan konspirasi media untuk menjatuhkan citra para tokoh lawan potensial jagoan mereka dengan menyebar fitnah–fitnah keji. Mereka tak segan-segan gunakan segala macam isu untuk menghantam lawannya.

Mula dari isu SARA hingga tuduhan korupsi. Mereka melakukan pemutarbalikan fakta yang didukung oleh media–media dan strategi komunikasi politik canggih yang disusun secara masif, sistematis, terencana dengan baik dan didukung dana yang luar biasa besar.

Kita semua bisa menjadi pecundang. Bisa pula menjadi pahlawan. Sebab predikat demikian sangat situasional dan tergantung siapa yang memberikan. Seorang pahlawan hari kemarin, bisa menjadi pecundang hari ini. Begitu pula sebaliknya.

Celakalah mereka yang terus-menerus memainkan peran pencundang dari hari kemarin hingga kini.

Sebab itu kita perlu memberikan penghargaan yang tulus bagi Megawati Soekarnoputri yang dengan gigih melindungi partainya dari tekanan dahysat langsung atau tidak langsung dari para konglomerat hitam yang ingin memaksakan Jokowi Si Boneka Glembuk menjadi calon Presiden dari PDIP.

Upaya Megawati melindungi partainya dari infiltrasi para konglomerat Cina yang ingin menguasai PDIP dan Indonesia dengan bantuan kader-kader PDIP pengkhianat patut diapresiasi dan didukung oleh seluruh rakyat Indonesia.

Upaya Megawati menyelamatkan partainya, sesungguhnya juga mengandung makna telah menyelamatkan bangsa dan negara Indonesia dari penguasaan para konglomerat Cina hitam, sebagian tokoh mantan jendaral yang ambisius dan buta mata hatinya dan para politisi pengkhianat bangsa yang tega melihat negara ini hancur demi memuaskan syahwat kekuasaan dan kekayaan pribadi. [jabir/rn/tm2r/voa-Islam.com]

Gus Dur-Mega Membesarkan Naga, Membelit Garuda

Selain Pemilu 1999, banyak kejadian istimewa terjadi pada masa BJ. Habibie menjadi Presiden RI. Yang sangat menonjol adalah persoalan ekonomi, dan kelanjutan dari krisis moneter. Habibie tidak percaya terhadap konsep pembangunan Widjojo Nitisastro yang selama Soeharto berkuasa menangani ekonomi Indonesia.

Pada akhir jabatannya, ketika IMF mulai terasa memaksakan kehendaknya, Soeharto sempat menyadari bahwa selama ini dia terjebak di dalam kapitalisme dan liberalisme ekonomi yang bertentangan dengan amanat Konstitusi; dan oleh sebab itu pula perekonomian Indonesia selalu berpihak kepada yang kuat.

Bukan hal yang luar biasa, kalau di masa Orde Baru terjadi ketimpangan pendapatan yang sangat besar antara Kelompok yang Kaya dan yang Miskin. Kelompok kaya didominasi oleh komunitas ECI yaitu para pengusaha yang menguasai industri dan perdagangan di hampir semua wilayah Indonesia.

Sedang yang umumnya miskin adalah para Pribumi yang menjadi buruh, petani dan nelayan, serta pedagang kecil dan karyawan swasta; para pegawai negeri dan pejabat negara umumnya juga didominasi oleh Pribumi yang mewakili kelompok menengah.

Masyarakat pun tahu masuknya modal besar asing sekaligus disertai dengan penguasaan atas sumber-sumber kemakmuran rakyat, seperti di sektor Migas dan pertambangan umum.

Sumber: http://akhirzaman.info/nasional/ipoleksosbud/2330-mafiawar-popularitas-jokowi-dan-uang-haram-mafia-china-connection-.html

Yang lainnya...

Orang-Orang Fundamentalis Katolik di Lingkaran Jokowi

Membongkar Peranan Jakob Soetoyo 

Oleh: M. Sembodo 

Tentu banyak yang terperangah ketika Jacob Soetoyo bisa mempertemukan beberapa duta besar negara-negara ‘hiu’ dengan Jokowi dan Megawati. Siapa sebenarnya Jacob Soetoyo?
Jacob memang lebih dikenal sebagai pengusaha. Tapi, dalam konteks menjadi fasilitator pertemuan Jokowi-Mega dengan para duta besar tersebut, tentu kapasitasnya sebagai bagian dari CSIS [Centre for Strategic and International Studies]. Sudah banyak yang tahu bahwa CSIS merupakan lembaga pemikir Orde Baru yang memberikan masukan strategi ekonomi dan politik pada Soeharto. Tapi, yang belum banyak diketahaui adalah hubungan CSIS dengan organisasi fundamentalis Katolik bernama Kasebul [kaderisasi sebulan] yang didirikan oleh Pater Beek, SJ. Tentang apa dan bagaimana Kasebul itu, silakan baca tulisan saya di [[Tikus Merah]]


Pada awalnya, Kasebul didirikan untuk memerangi komunisme. Setelah komunisme [PKI] dihancurkan oleh Soeharto, tujuan Kasebul beralih melawan dominasi Islam. Pater Beek, seorang rohoniawan Jesuit kelahiran Belanda, melihat bahwa setelah komunis tumpas ada lesser evil [setan kecil], yaitu: Islam. Untuk menghancurkan setan kecil tersebut, Pater Beek menganjurkan kaum fundamentalis Katolik dalam Kasebul bekersama sama dengan Angkatan Darat.

Selain itu, guna menghadapi ancaman Islam perlu dibentuk lembaga pemikir yang bisa mempengaruhi kebijakan pemerintah. Maka kemudian dibentuklah CSIS. Pater Beek mempunyai pemikiran sebagaimana diungkapkan Ricard Tanter:

Visi [Pater] Beek pibadi atas peran Gereja, Gereja harus berperan dalam mengatur negara kemudian mengalokasikan orang-orang yang tepat untuk bekerja di dalam dan melalui negara.”[1]

Atas visi tersebut maka tugas dibebankan pada CSIS. Lembaga ini menurut Daniel Dhakidae merupakan penggabungan antara politisi dan cendekiawan Katolik dengan Angkatan Darat. Lembaga inilah yang kemudian memasok dan menjaga agar Orde Baru menerapkan negara organik versi gereja pra konsili Vatikan II.[2]

Siapa sosok yang berperan dalam pendirian CSIS? Sosok tersebut adalah Ali Moertopo. Selama ini dikenal sebagai kepercayaan Soeharto, tapi kedekatannya dengan Pater Beek belum banyak terungkap Ali pertamakali bekerjasama dengan Pater Beek dalam operasi pembebasan Irian Barat. Berdasarkan catatan Ken Comboy, saat itu tugas Ali sebagai perwira intelijen.[3] Pada saat yang bersamaan, Pater Beek juga berada di Irian Barat. Ia menyamar sebagai guru. Tugas sebenarnya dari Pater Beek adalah menjaga agar proses pembebasan Irian Barat tetap menguntungkan kepentingan Amerika. Tugas ini berhasil. Sebagaimana kita ketahui, sampai saat ini Freeport masih menguasai tambang emas di Papua.

Setelah CSIS berhasil dibentuk oleh Ali Moertopo, tugas pelaksa harian diserahkan pada 3 kader Kasebul: Jusuf dan Sofian Wanandi serta Harry Tjan Silalahi. Menurut Mujiburrahman, Jusuf dan Sofian Wanandi merupakan kader utama Kasebul yang dididik Pater Beek. Sewaktu mahasiswa dan pergolakan politik tahun 1965, keduanya menjadi bagian penting dari PMKRI [Pergerakan Mahasiswa Katolik Indonesia]. Sedangkan Harry Tjan Silalahi kader Kasebul yang ditempatkan di Partai Katolik sebagai sekretaris jenderal.[4] Tiga orang inilah yang hingga sekarang menahkodai CSIS. Lewat lembaga inilah kebijakan anti Islam dijalankan.

Pater Beek memang piawai dalam usaha menghancurkan Islam. Ia tidak hanya memakai orang Katolik seperti Jusuf Wanandi dan Harry Tjan untuk melakukannya, tapi juga memakai orang Islam sendiri. Ali Moertopo, misalnya, ia tumbuh dari keluarga santri, tetapi lewat CSIS dan Operasi Khususnya justru mengobok-obok Islam. Sebut nama lain seperti Daoed Joesoef. Ia seorang muslim asal Sumatera Timur, tapi berhasil digunakan oleh Pater Beek untuk membuat kebijakan yang merugikan umat Islam. Sewaktu menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, ia melarang sekolah libur pada hari Ramadhan dan siswi yang beragama Islam dilarang menggunakan jilbab.

Bahkan tidak hanya itu. Kader Pater Beek dalam Kasebul juga dilatih menyusup dengan pindah agama menjadi Islam. Sebut saja Ajianto Dwi Nugroho. Sewaktu masih mahasiswa di Fisipol UGM ia berpacaran dengan mahasiswa IKIP Yogyakarta [sekarang UNY] yang berjilbab. Sekarang ia menikah dengan janda beranak satu yang beragama Islam. Dan, Ajianto saat ini mempunyai KTP yang mencantumkan agamanya adalah Islam. Ajianto merupakan kader Kasebul generasi baru yang masuk dalam lingkaran jasmev pada era Pilkada DKI untuk memenangkan Jokowi. Sekarang ia bergabung dalam lingkaran PartaiSocmed dengan target menjadikan Jokowi sebagai presiden. Itulah kehebatan kader-kader Kasebul dalam menjalankan misinya.

Nah, kenapa tiba-tiba Jacob Soetoyo muncul? Tentu saja ini berkaitan dengan persaingan para cukong di lingkaran Jokowi sendiri. Sudah banyak diketahui, James Riyadi telah mendukung Jokowi sejak awal. Selain dikenal sebagai pengusaha papan atas, yang belum banyak diketahui, ia adalah pemeluk fundamentalis Kristen. Ia dikenal sebagai pemeluk Kristen Evangelis. Di Amerika, aliran ini dikenal radikal dan fundamentalis. Salah satu pengikutnya adalah adalah keluarga Bush. Sikap anti Islamnya sudah mendarah daging. Ketika menjadi presiden, George W. Bush memerintahkan pasukannya untuk membantai ratusan ribu umat Islam di Afghanistan dan Irak. Inilah yang dianggap sebagai ancaman oleh fundementalis Katolik dalam lingkaran CSIS. Apalagi James Riyadi secara atraktif lewat familinya, Taher, mendatangkan Bill Gates ke Indonesia dengan tujuan agar seolah-olah Jokowi mendapatkan dukungan dari pengusaha papan atas Amerika Serikat.

Sudah menjadi rahasia umum, walaupun sama-sama memusuhi Islam, antara fundamentalis Katolik dan fundamentalis Kristen terjadi permusuhan yang sengit [pandangan mereka yang Islamphobia tentu saja tak mewakili pandangan mayoritas umat Nasrani di Indonesia yang sebagian besar menghargai toleransi]. Melihat manuver James Riyadi yang sudah dianggap kelewatan, maka turun tangalah Jacob mewakili lingkaran CSIS. Rupanya James melupakan bahwa ada dua jaringan di Indonesia yang mempunyai hubungan kuat dengan Amerika Serikat: CSIS dan PSI [Partai Sosialis Indonesia]. Jaringan CSIS pun unjuk taring. Tidak tangung-tangung mereka mengumpulkan duta besar dari negara berpengaruh antara lain: Amerika Serikat, China dan Vatikan. Begitu kuatnya pengaruh CSIS sampai-sampai duta-duta besar tersebut mau berkumpul di rumah Jacob yang tidak dikenal sebelumnya. Saking berpengaruhnya pula, Megawati, seorang mantan Presiden RI, bersedia mengikuti skenario CSIS. Di sinilah perang di antara cukong-cukong pendukung Jokowi antara faksi James Riyadi [Kristen] dengan faksi Jacob/CSIS/kasebul [Katolik] mulai ditabuh. Mereka semua melihat bahwa Jokowi akan menang Pilpres sehingga masing-masing perlu menanamkan pengaruh sejak awal.

Manuver CSIS lewat Jakob ini tentu membuat resah kubu James Riyadi. Pasca pertemuan tersebut media dalam kendali James Riyadi mulai mengungkit-ungkit peranan CSIS sebagai lembaga yang pada era Soeharto ikut mengebiri PDI. Megawati diingatkan tentang fakta itu. Tujuan akhirnya tentu saja agar Mega dan Jokowi menjauh dari CSIS sehingga James Riyadi bisa dominan lagi. Tapi jangan sampai dilupakan bahwa kubu CSIS/Jusuf Wanandi mempunyai koran The Jakarta Post, sebuah koran berbahasa Inggris yang cukup berwibawa, yang bisa melakukan serangan balik. Kita tahu sendiri, sekali memberitakan bahwa Puan mengusir Jokowi dari rumah Megawati, peta politik di internal PDIP berubah dratis. Puan tiba-tiba hilang, Megawati seperti tak memikirkan lagi koalisi, dan Jokowi seperti anak kehilangan induk, ke sana-kemari mencari teman koalisi.

Tapi, jangan dilupakan faksi Partai Sosialis Indonesia [PSI]. Partai yang didirikan Sutan Sjahrir pada era Seokarno ini memang sudah tak ada, tapi kadernya sampai saat ini masih bergentanyangan. Tokoh-tokoh PSI seperti Goenawan Mohamad terang-terangan sudah mendukung Jokowi. Ia menggunakan jaringan-jaringan yang dimilikinya seperti Jaringan Islam Liberal [JIL], Tempo grup sampai orang-orang Kiri yang berhasil dikadernya seperti Coen Husein Pontoh dan Margiyono—dulu anggota PRD yang kemudian murtad dengan mendirikan Perhimpunan Demokratik Sosialis [PDS]; PDS ini pendiriannya tidak bisa dilepaskan dari sosok Goenawan Mohamad; pendeklarasian organisasi ini dilakukan di Teater Utan Kayu [TUK]—yang sekarang melakukan manipulasi-manipulasi terhadap ajaran Marxisme agar bisa dijadikan dalih untuk mendukung Jokowi. Semua itu satu komando untuk mendukung Jokowi.

Selain Goenawan, ada faksi PSI yang dikomandoi oleh Jakob Oetama dengan kelompok Kompas-nya. Mereka mempunyai media nasional yang sudah sejak lama telah menggoreng Jokowi lewat pemberitaan-pemberitaannya. Sebagai sesama Katolik, Kompas grup tentu bisa bekerjasama dengan kubu CSIS. Mereka sama-sama pernah dididik oleh Pater Beek. Bahu membahu antara keduanya tentu saja akan menghasilkan kekuatan yang besar dengan jaringan media yang sudah mengakar kuat.

Dari lingkaran PSI lainnya ada Yamin. Ia salah satu yang membidani kelahiran Seknas Jokowi. Sewaktu mahasiswa pada tahun 80-an, ia aktif di kelompok kiri Rode yang berada di Yogyakarta. Ia dekat dekat dengan tokoh PSI Yogyakarta, Imam Yudhotomo. Yamin disokong aktivis kiri era 80-an, Hilmar Farid. Ia dulu pernah terlibat dalam masa-masa pembentukan PRD. Mantan istrinya, Gusti Agung Putri Astrid, merupakan kader Kasebul yang banyak terlibat dengan aksi-aksi sosial pada era 90-an; ia sekarang menjadi caleg PDIP dari dapil Bali. Peran Hilmar adalah sebagai perumus strategi yang perlu diambil Seknas Jokowi menghadapi Pilpres.

Faksi PSI lainnya ada Fajroel Rachman. Ia dulu dikenal sebagai aktivis mahasiswa ITB. Ia dekat dengan tokoh PSI zaman Orde Lama, Soebadio Sastrosastomo. Kelompok Fajroel ini sebetulnya yang paling lemah karena tidak mempunyai koneksi apa-apa. Makanya ia hanya bergerak di media sosial saja dengan mengandalkan jumlah follower di akun twitternya.

Di antara faksi-faksi PSI tersebut, yang mempunyai hubungan kuat dengan Amerika Serikat adalah faksi Goenawan Mohamad. Sebagaimana ditulis oleh Wijaya Herlambang, Goenawan adalah agen CIA yang sudah dipekerjakan sejak akhir era Soekarno. Begitu kuatnya hubungan Goenawan dengan Amerika bisa dilihat ketika ia kalah dalam sengketa dengan pengusaha Tomy Winata, Dubes AS turun langsung untuk “mendamaikan” kasus tersebut agar tidak berlarut-larut. Goenawan pula yang dulu ikut memuluskan langkah Boediono menjadi wakil presiden. Sebetulnya ia ingin mendorong Sri Mulyani maju, tapi partai SRI tidak lolos. Goenawan dan Sri Mulyani memang dekat. Ketika Sri Mulyani diserang Ical dalam kasus Bank Century sampai akhirnya ia mundur sebagai Menkeu, Goenawan amat marah sampai-sampai mengembalikan Bakrie Award yang pernah diterimanya.

Silahkan mengobrak-abrik semua analisa politik, tetap saja penyokong utama Jokowi ada tiga itu: fundamentalis Katolik [CSIS/Kasebul], fundamentalis Kristen [James Riyadi dkk], dan faksi PSI [Goenawan Mohamad dkk]. Nah, mengapa mereka turun bersama-sama mendukung Jokowi?

Bangkitnya Islam politik tentu saja dianggap sebagai ancaman. Sepanjang Pemilu Orde Baru, perolehan suara partai Islam dalam Pemilu 2014 adalah yang terbesar. Suara PKB, PAN, PKS, PPP dan PBB bila digabungkan mengungguli partai-partai yang lain. Tentu saja yang dianggap yang paling berbahaya adalah PKS. Sebelum Pemilu, PKS sudah dikesankan oleh berbagai lembaga survei [termasuk CSIS] tidak akan lolos ke Senayan. Senyatanya mereka masih memperoleh suara 7 persen—yang bisa jadi jumlah kursinya bisa menduduki peringkat ke empat di Senayan.

PKS dikenal dengan kader-kadernya dari kalangan kelas menengah. Kader-kader mereka selain militan juga tidak anti terhadap pendidikan Barat. Bayak kadernya yang kuliah di Amerika Serikat, Inggris dan Eropa. Walaupun berpikiran modern, mereka dikenal taat menjalankan ajaran Islam, baik yang wajib maupun sunnah. Mereka juga dikenal melek teknologi, berbeda dengan dengan Taliban, misalnya. Inilah yang menakutkan bagi tiga pendukung Jokowi di atas kalau sampai PKS menjadi partai yang berkuasa. Oleh sebab itu, oleh kalangan PSI, baik faksi Goenawan Mohamad maupun faksi Fajroel, PKS yang menjadi sasaran serangan. Silakan amati sendiri serangan-serangan mereka terhadap PKS di media sosial. Kadang kala serangan terhadap PKS juga dilancarkan lingkaran Kasebul di lingkaran PartaiSocmed. Gampang saja, kalau ada serangan kepada PKS, lihat saja latar belakangnya, pasti akan berkaitan dengan tiga komponen di atas: fundamentalis Katolik dan Kristen, serta PSI [dan orang-orang Kiri yang diperalat tiga penyekong Jokowi tersebut]

Agar tak menyatu, partai yang berideologi Islam dibuat bimbang. Para pengamat sudah mulai bekerja dengan berbagai argumentasi bahwa poros partai-partai Islam sulit untuk diwujudkan. Terutama PKS yang akan dijadikan target kebimbangan ini. Mereka tak begitu khawatir dengan PKB, misalnya. Sosok Muhaimin Iskandar sudah dikenal sebagai orang pragmatis. Gus Dur saja ia khianati, apalagi umat Islam. PAN dan PPP juga hampir serupa. Sementara PBB suaranya tak signifikan. Tinggal PKS yang sulit dikendalikan. Apalagi sampai saat ini PKS tak mau membicarakan koalisi.

Kalau PKS nantinya akan mendukung Prabowo, maka akan diserang habis-habisan sebagai partai yang menyokong pelanggar HAM berat. Ini merupakan sasaran tembak yang empuk bagi kalangan PSI untuk menyerang PKS. Semisal PKS mendukung Ical, maka akan dihantam sebagai partai yang mendukung partai warisan Orde Baru: Golkar. Sementara itu, bila PKS akan membentuk poros partai Islam, akan diadu domba dengan sesama partai Islam. Maka diarahkan PKS untuk mendukung Jokowi. Dukungan ini penting untuk memperlihatkan bahwa Jokowi yang didukung Amerika lewat tiga tangannya tadi mendapatkan legitimasi dari partai Islam yang ideologis, yaitu PKS. Maka oponi pun diarahkan dengan berbagai argumentasi agar PKS merapat ke Jokowi. Bila jebakan ini berhasil menjerat PKS sehingga kemudian mendukung Jokowi dan tak berhasil membangun poros sendiri, maka hanya satu kata:wassalam. Satu benteng itu telah runtuh.

Sebagai penutup, dari semua uraian di atas, Jokowi sebetulnya tidak lebih hanyalah boneka bunraku. Boneka tersebut dimainkan dalam pertunjukkan sandiwara Jepang untuk menghibur kalangan bangsawan. Dan, bangsawan-bangsanwan yang terhibur dengan boneka bunraku bernama Jokowi bila kelak menjadi presiden adalah: fundamentalis Katolik [CSIS/Kasebul], fundamentalis Kristen [James Riyadi dkk] dan PSI [Goenawan Mohamad dkk]—yang ketiganya merupakan kaki tangan ndoro-ndoro di Amerika Serikat sana.

Pertanyaannya: apakah kita akan memilih boneka bunraku untuk memimpin 250 juta lebih penduduk Indonesia?***

*] Sebagian bahan tulisan ini diambil dari buku saya: Pater Beek, Freemason dan CIA
**] Penulis tinggal di Malang, Jawa Timur.
[1] Tanter, Richard. 1991. Beek, Father J. van. SJ, Appendix 1 of his Intelligence, Agencies and Trid Word Militarization: A Case Study of Indonesia [PhD, thesis, MonashUniversity], Australia.
[2] Dhakidae, Daniel. 2003. Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
[3] Comboy, Ken. 2007. Intel, Menguak Tabir Dunia Intelijen di Indonesia, Pustaka Primata, Jakarta.
[4] Mujiburrahman. 2006. Feeling Threatened Muslim-Cristian Relations ini Indonesia’s Worder, AmsterdamUniversity Press, Nederland.
Source: Tikus Merah