27.3.14

Perlukah Mendukung Demokrasi?

Bisakah Islam bertemu dengan demokrasi barat? Apakah mereka sejalan? Atau apakah demokrasi barat mengambil konsep dari Islam? Atau sebaliknya Islam mengambil nilai nilai demokrasi yang telah berkembang di Yunani? Atau konsep nilai Islam telah berubah karena zaman sudah berubah pula, dan karena saat ini penduduk dunia semakin banyak hingga dibutuhkanlah sebuah sistem yang berguna untuk menyederhanakan dalam sistem pemerintahan, makanya kaum muslim bersedia menerima konsep demokrasi barat sebagai jalan keluar yang modern?

Ada satu pertanyaan yang membuat berfikir berkali kali bagi penulis, kenapa barat (Amerika dan sekutunya) selalu mengirimkan pasukan perangnya bila ada suatu negara menolak sistem demokrasi barat? Dan kenapa Amerika dan sekutunya tidak merasa perlu mengirimkan pasukan senjata perangnya bila suatu negara muslim sudah mengadopsi sistem demokrasi barat dalam pemerintahannya? Apakah demokrasi itu merupakan cara hidup kaum barat? Dan bila ada Negara muslim memakai sistem tersebut, kaum barat sudah merasakan negara muslim demokrasi tersebut sudah satu millah/din yang sama dengan mereka? Jadi tidak perlu berperang?

Beribu-ribu pertanyaan yang terngiang.

Berikut disampaikan beberapa analisis pemikir Islam, semoga hal hal tersebut terurai sedikit demi sedikit kenapa kita harus selalu memegang harta termahal kita yaitu Islam.

Abul Ala Maududi dalam bukunya Human Right in Islam, terbitan The Islamic Foundation, London, menjelaskan perbedaan mendasar antar keduanya, Islam dan demokrasi barat. Dan ternyata tidak terdapat irisan dan titik singgung antar kedua sistem tersebut.

Singkatnya, tidak ada penyandingan yang layak antar kedua sistemtersebut, tidak ada Islam demokrasi.

Demokrasi barat didasarkan atas kedaulatan rakyat. Sedang Islam, kedaulatan hanya ada di tangan Allah, dan manusia /masyarakat hanyalah khalifah-khalifah atau wakil wakilnya.

Demokrasi barat , masyarakatlah yang membuat hukum hukum mereka sendiri. Sedang Islam, masyarakatnya harus tunduk pada hukum hukum Allah (syariat Allah) yang diberikanNya melalui rasulNya.

Demokrasi barat, pemerintah memenuhi apapun kehendak rakyat.Sedang Islam, pemerintah dan rakyat yang membentuk pemerintahan, kedua-duanya harus memenuhi kehendak dan tujuan Allah.

Demokrasi Barat adalah semacam wewenang mutlak yang menjalankan kekuasaan-kekuasaannya dengan cara bebas dan tidak terkontrol. Sedang Islam, adalah kepatuhan kepadahukum Allah, dan melaksanakan wewenangnya sesuai dengan perintah perintah Allah dan dalam batas batas yang telah digariskan oleh Nya.

Sebagai melengkapi pemahaman demokrasi barat, menurut Muhammad Assad, dalam bukunya Minhaj Al Islam fi al Hukumi, konsep demokrasi asli yang dimiliki oleh bangsa yunani, Negara penemu sistem demokrasi berawal.Bagi bangsa yunani (kuno), istilah pemerintahan dari rakyat untuk rakyat, yang merupakan inti dari demokrasi, dimaksudkan sebagai suatu pemerintahan oligarchis, suatu pemerintahan yang dipegang oleh elite tertentu yang tidak mencakup seluruh rakyat. Di dalam negara negara yang pernah ada pada masa mereka, istilah rakyat berarti warga negara sejati yang merupakan penduduk yang dilahirkan secara merdeka yang lazimnya jumlahnya tidak lebih dari seper-sepuluh jumlah penduduk yang ada. Sedangkan sisanya yang Sembilan puluh persen itu terdiri dari budak budak dan hamba sahaya yang tidak diberi kesempatan melakukan aktifitas apapun selain pekerjaan pekerjaan fisik yang kasar, dan mereka, sekalipun tetap diwajibkan berpartisipasi dalam pertahanan negara,sama sekali tidak diberi hak dalam hal kewarga negaraan. Hanya warga negara sejati itu (yang hanya 10%) sajalah yang memegang hak kebebasan aktif maupun pasif, yang dengan demikian seluruh kekuasaan politik berpusat sepenuhnya ditangan mereka.

Sebuah sistem yang katanya menuntut persamaan, hak asasi manusia, tapi nyatanya persamaan dan hak asasi manusia itu semu dan hanya berlaku bagi warga negara khusus antara mereka saja. Sistem yang berlaku bila hanya kelompok yang mereka setujui saja yang memenangi pemilihan umum, dan tidak berlaku bila kelompok Islam yang memenangi pemilihan rakyat, lihatlah FIS di Aljazair, Hamas di Palestina…dan terakhir kemenangan Ikhwanul Muslimin di Mesir! Sistem demokrasi adalah sebuah sistem jadi-jadian mereka, jebakan politik, sistem yang menuruti sekehendak hawa nafsu dan syahwat kelompok borjuis saja, dan tidak berlaku bagi yang mereka anggap sebagai musuh bersama mereka.

Semoga keterangan ini menjadi jelas adanya, dan di saat kehidupan akhir zaman ini, kedua sistem tersebut mengemuka dan menjadi pilihan bagi umat, nah sekarang kembali kepada anda, dalam kedua sistem tersebut, kembali ke anda sebagai manusia dan hamba Allah, yang kelak semua hal yang kita lakukan didunia ini akan diminta pertanggung jawaban di akherat kelak, so... mana yang anda yakini dan berniat berusaha untuk meninggikannya?




Indahnya Musyawarah Islam dan Menyimpangnya Demokrasi

Abul A’la Al Maududi

Sistim politik Islam didasarkan atas tiga prinsip yaitu Tauhid (kemaha Esaan Tuhan), Risalah (Kerasulan Muhammad) dan khilafah.

Khalifah yang berarti menurut kamus bahasa Arab berarti perwakilan (ing. Representation). Posisi dan tempat manusia di bumi ini menurut ajaran Islam, adalah posisi wakil dari Tuhan. Ia adalah wakil Tuhan di bumi ini. Disebutkan demikian karena berdasarkan kekusaan-kekuasaan yang didelegasikan kepadanya oleh Tuhan, ia diharapkan akan melaksanakan kekuasaan Tuhan di bumi ini dalam batas-batas yang telah ditetapkan oleh Tuhan.

Diambil perumpamaan saudara menunjuk seorang wakil untuk menjalankan perusahaan anda atas nama anda sendiri. Anda tertentu harus memiliki empat syarat kelayakan dari orang tersebut tanpa ada perubahan yakni:

Pertama, anda tetap pemilik sebenarnya perusahaan dan bukan si pengurus (administrator); kedua, ia akan mengurus milik saudara itu hanya sesuai dengan instruksi-instruksi saudara; ketiga, ia akan melaksanakan kekuasaannya dalam batas-batas yang saudara telah ditetapkan baginya; dan keempat dalam menjalankan administrasi dari amanat saudara itu dan memenuhi keingingan saudara dan bukan kehendak dan keinginannya sendiri.

Ke empat syarat ini begitu inkoherent dalam setiap kondep tentang perwakilan. Jika seseorang tidak memenuhi syarat ini maka ia dianggap telah melanggar batasannya dalam kedudukannya sebagai wakil dan ia telah keluar dari janjinya yang terkandung dalam konsep perwakilan. Inilah sebenarnya yang terkandung dalam Islam ketika ia menetapkan bahwa manusia adalah khalifah Allah di muka bumi ini. Dan keempat syarat ini terkandung juga dalam konsep tentang khilafah.

Negara yang didirikan sesuai dengan teori politik ini pada hakikatnya akan menjadi satu perwakilan manusia di bawah kedaulatan tuhan dan akan memenuhi maksud dan tujuan Tuhan dengan bekerja di bumi Tuhan dalam batas-batas yang ditetapkannya dan sesuai dengan instruksi dan ajaran-ajaranNya

PERBEDAAN DEMOKRASI BARAT DAN MUSYAWARAH ISLAM

Penjelasan di atas tentang perkataan khilafah juga dengan cukup terang menjelaskan, bahwa tidak ada perorangan manusia atau kelas atau dinasti dapat menjadi Khalifah, dan bahwa kekuasaan khilafah itu dianugerahkan kepada seluruh golongan rakyat, kepada masyarakat sebagai satu keseluruhan, yang memegang bersedia memenuhi syarat-syarat perwakilan itu setelah menyetujui prinsip-prinsip Tauhid (Kemaha Esaan Tuhan) dan Risalah (Kerasulan MUHAMMAD s.a.w.) tersebut di atas.

Masyarakat seperti itu memikul tanggung jawab Khilafah itu sebagai satu keseluruhan dan masing-masing anggotanya mengambil bagian dalam Khilafah Ketuhanan itu. Di sinilah titik dimana Musyawarah mulai dalam islam.

Setiap orang dalam masyarakat Islam menikmati hak-hak dan kekuasaan-kekuasaan dari perwakilan ketuhanan itu dan dalam hal ini semua perorangan manusia adalah sama. Tidak ada seorang pun melebihi yang lainnya atau dapat melucuti seseorang lain dari hak-hak dan kekuasaan-kekuasaanya. Badan-badan untuk melaksanakan soal-soal negara dibentuk sesuai dengan kehendak dari orang-orang ini dan kekuasaan negara hanya suatu pertumbuhan bersama belaka dari kekuasaan-kekuasaan perorangan yang didelegasikan kepadanya. Pendapat mereka adalah decivise (memutuskan) dalam pembentukan pemerintah yang harus dijalankan dengan nasihat mereka dan sesuai dengan kehendak-kehendak mereka. Barang siapa memperoleh kepercayaan mereka ia akan tugas dan kewajiban–kewajiban dari Khilafah atas nama mereka; dan jika ia kehilangan kepercayaan ini, ia harus berhenti dan menundukkan kepalanya terhadap kemauan mereka itu. Dalam hal ini sistem politik Islam adalah suatu bentuk musyawarah yang sempurna.

Dengan sendirinya perbedaan menyolok antara musyawarah Islam dan demokrasi barat ialah bahwa demokrasi Barat itu didasarkan atas kedaulatan rakyat, sedangkan musyawarah Islam itu berdiri atas prinsip Khilafah rakyat. Dalam demokrasi barat rakyat adalah berdaulat, sedangkan dalam musyawarah Islam kedaulatan itu berada pada Tuhan dan rakyat adalah Khalifah-khalifah atau wakil-wakil-Nya. Dalam demokrasi Barat rakyat membuat undang-undangnya sendiri, sedangkan dalam musyawarah islam rakyat harus mengikuti dan mentaati undang-undang dari Syari’at yang diberikan Tuhan lewat Rasul-Nya Muhammad SAW. Dalam demokrasi Barat pemerintah berusaha memenuhi kehendak rakyat, sedangkan dalam musyawarah Islam pemerintah dan rakyat yang membentuknya bersama-sama berusaha memenuhi kehendak-kehendak dan tujuan-tujuan Tuhan.

Pendeknya, demokrasi Barat adalah semacam kekuasaan absolute yang menjalankan kekuasaan-kekuasaannya secara bebas sekali, sedangkan dalam musyawarah Islam adalah takluk dalam hukum Tuhan dan menjalankan kekuasaannya sesuai perintah-perintah dan ajaran-ajaran Tuhan dan dalam batas-batas yang ditetapkan oleh-Nya.

No comments:

Post a Comment