28.3.13

Konspirasi Penggelapan Sejarah Indonesia –Eramuslim Digest edisi 10

Tema yang diangkat Eramuslim Digest edisi 10 merupakan kelanjutan dari edisi 9 “The Untold History: Konspirasi Penggelapan Sejarah Indonesia“ . Seperti juga edisi 9 yang menampilkan banyak fakta sejarah tentang negeri ini yang belum banyak diketahui orang, dalam edisi 10 kami akan memaparkan fakta-fakta sejarah yang lebih seru dan tentu saja jarang diketahui, sejak zaman pergerakan nasional, perang merebut dan kemudian mempertahankan kemerdekaan RI, era Orde Lama, rezim Orde Baru, hingga masa sekarang secara ironis disebut sebagai era reformasi.

Yang juga sangat menarik, ada sisi gelap dalam hubungan Israel - Indonesia yang dirintis sejak zaman Suharto dan terus berjalan sampai saat ini. Hubungan ilegal ini, karena bertentangan dengan Mukadimah Konstitusi Negara, anehnya meliputi para pejabat dan institusi negara, sehingga tidak berlebihan jika dikatakan mereka-mereka yang melakukan hal tersebut termasuk dalam barisan pengkhianat bangsa. Siapa saja mereka?

Lalu tentang sosok Jenderal Besar Sudirman yang senantiasa mengutip ayat jihad dalam surat-surat tugas dan surat perintahnya. Kemudian soal peran Amerika yang menyokong Belanda untuk kembali menjajah Indonesia. Juga jangan lewatkan, peristiwa bertemunya Mafia Berkeley dengan para pengusaha Yahudi di Swiss yang menjadi awal jatuhnya kekayaan alam negeri kaya raya ini ke tangan jaringan Yahudi International, dimana dampakna masih kita rasakan saat ini bahkan hingga nanti saat anak cucu kita sudah besar besar. Anehnya, di era reformasi ini, antek-antek IMF masih saja dipelihara oleh penguasa. Siapa saja mereka?

Sejarah negeri ini memang sejarah yang tidak pernah jujur pada anak anaknya. Lembaga pendidikan dari kelas rendah hingga tinggi tidak pernah membuka diri bagi penelahaan sejarah yang kritis. Eramuslim Digest hadir agar proses pembodohan terhadap anak negeri ini tidak terus berlanjut. Kami hadir apa adanya, semuanya untuk Anda yang mencintai kejujuran dan keberanian…


No. ISBN: 9-771978-509703
Isi: 123 Halaman (Full Color)
Ukuran: 17,5 x 25,5 cm
Penerbit: Eramuslim
Berat: 350 gr

Untuk pemesanan hubungi atau sms/email dengan dituliskan nama, alamat dan jumlah pemesanan ke: 085811922988 email: marketing@eramuslim.com

Ini Bukan Pertarungan Politik, Bukan juga Ekonomi… Tapi ini Pertarungan Aqidah!

Puncak pertarungan antara orang-orang mukmin dengan orang-orang kafir adalah pertarungan aqidah, selain itu sama sekali tidak ada. Sedang musuh-musuh itu tidak akan mendendam kepada orang-orang mukmin, melainkan karena iman semata. Mereka pun tidak murka, melainkan karena masalah aqidah.

Ini bukan pertarungan politik, bukan pertarungan ekonomi, bukan pula pertarungan golongan. Jika itu yang menjadi pangkalnya, yang mudah sekali di selesaikan, mudah pula di carikan jalan keluarnya. Tetapi puncaknya ialah aqidah, imam kufur, imam iman, imam jahiliyah dan imam Islam.

Pembesar-pembesar musyrik dulu pernah menawarkan harta, pangkat dan kemewahan hidup kepada nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassalam. Dengan satu imbalan saja, yaitu: kiranya nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassalammau berhenti dari perjuangan aqidah dan supaya ia lunak dalam persoalan ini. Seandainya ketika itu nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassalam mengiyakan apa yang mereka kehendaki itu, niscaya tidak akan ada lagi peperangan mereka dengan nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassalam.

Perjuangan tersebut adalah perjuangan aqidah dan persoalan aqidah dan masalah aqidah. Inilah yang harus diyakini benar oleh setiap orang mukmin ketika mereka menghadapi musuh mereka itu. Pihak musuh tidak akan memusuhi orang-orang mukmin melainkan karena persoalan aqidah ini: ”Melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Dzat yang Maha Gagah, Maha terpuji”, serta mengikhlaskan ketaatan dan tunduknya itu semata-mata kepada-Nya.

Sedang musuh-musuh kaum muslimin itu dalam perjuangannya adalah mengalihkan dan berusaha untuk menaikkan bendera selain bendera aqidah. Mereka akan menaikkan bendera ekonomi, bendera politik dan bendera golongan, untuk mengelabui orang mukmin akan hakekat perjuangannya, lalu aqidahnya yang bernyala-nyala itu akan dipadamkan.

Oleh karena itu salah satu kewajiban orang-orang mukmin ialah: hendaknya mereka tidak terpedaya, dan kiranya mereka juga mengetahui, bahwa ini adalah pengaburan untuk tujuan tertentu. Orang yang mengubah bendera perjuangan itu tidak lain, hanya karena hendak menipu kaum muslimin supaya mereka itu tidak lagi menggunakan senjata kemenangan yang hakiki itu, kemenangan dalam bentuknya yang puncak, baik kemenangan itu datang dalam bentuk kebebasan rohani seperti yang di alami Ash-habul Ukhdud, atau kemenangan dalam bentuk pemeliharaan yang timbul dari kebebasan rohani itu – sebagaimana yang di alami oleh generasi pertama dari kalangan sahabat islam.

Kami juga mencatat beberapa contoh dari pengaburan bendera itu dalam ulah Salibisme Internasional pada hari ini, yang akan menipu kita dari hakekat perjuangan dan akan mengulangi sejarah. Lalu mereka menuduh kita, bahwa perang salib itu adalah berselubung penjajahan. Tidak..! sekali lagi tidak! Penjajahan yang kemudian datang itulah sebenarnya yang berselubung salibisme yang tidak bisa di tutup-tutupi sebagaimana yang telah terjadi pada abad pertengahan. Sedang golongan mereka yang pernah di patahkan di atas batu aqidah dengan pimpinan kaum muslimin yang terdiri dari berbagai unsur, misalnya: Shalahudin Al Ayoubi Al Kurdi, Turan Syah Almamluki, –unsur-unsur yang mereka lupa akan kebangsaannya, yang diingat hanya aqidahnya saja , maka mereka itu akhirnya memperoleh kemenangan di bawah bendera aqidah.

Benar kata Allah:
Mereka tidak mendendam orang-orang mukmin, melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada allah Dzat yang Maha Gagah, Maha Terpuji”.
Maha benarlah Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Besar, dan dusta musuh-musuh yang penuh dengan penipuan dan penyelewengan! –Sayyid Qutb-

http://www.eramuslim.com/nasehat-ulama/ini-bukan-pertarungan-politik-bukan-juga-ekonomi-tapi-ini-pertarungan-aqidah.htm#.UVOtWDcubFx

19.3.13

April Mop: Hari Dimana Umat Islam Dibantai

Bulan April menjelang. Ada suatu kebiasaan jahiliah yang patut kita waspadai bersama sebagai seorang Muslim; 1 April sebagai hari April Mop. April Mop sendiri adalah hari di mana orang-orang diperbolehkan menipu dan berbohong kepada orang lain. Tapi tahukah Anda apakah April Mop itu sebenarnya?

Sejarah April Mop

Sebenarnya, April Mop adalah sebuah perayaan hari kemenangan atas dibunuhnya ribuan umat Islam Spanyol oleh tentara salib yang dilakukan lewat cara-cara penipuan. Sebab itulah, mereka merayakan April Mop dengan cara melegalkan penipuan dan kebohongan walau dibungkus dengan dalih sekadar hiburan atau keisengan belaka.

Biasanya orang akan menjawab bahwa April Mop -yang hanya berlaku pada tanggal 1 April- adalah hari di mana kita boleh dan sah-sah saja menipu teman, orangtua, saudara, atau lainnya, dan sang target tidak boleh marah atau emosi ketika sadar bahwa dirinya telah menjadi sasaran April Mop. Biasanya sang target, jika sudah sadar kena April Mop, maka dirinya juga akan tertawa atau minimal mengumpat sebal, tentu saja bukan marah sungguhan.

Walaupun belum sepopuler perayaan tahun baru atau Valentine’s Day, budaya April Mop dalam dua dekade terakhir memperlihatkan kecenderungan yang makin akrab di masyarakat perkotaan kita. Terutama di kalangan anak muda. Bukan mustahil pula, ke depan juga akan meluas ke masyarakat yang tinggal di pedesaan. Ironisnya, masyarakat dengan mudah meniru kebudayaan Barat ini tanpa mengkritisinya terlebih dahulu, apakah budaya itu baik atau tidak, bermanfaat atau sebaliknya.

Perayaan April Mop berawal dari suatu tragedi besar yang sangat menyedihkan dan memilukan? April Mop, atau The April’s Fool Day, berawal dari satu episode sejarah Muslim Spanyol di tahun 1487 M, atau bertepatan dengan 892 H.

Sejak dibebaskan Islam pada abad ke-8 M oleh Panglima Thariq bin Ziyad, Spanyol berangsur-angsur tumbuh menjadi satu negeri yang makmur. Pasukan Islam tidak saja berhenti di Spanyol, namun terus melakukan pembebasan di negeri-negeri sekitar menuju Perancis. Perancis Selatan dengan mudah dibebaskan. Kota Carcassone, Nimes, Bordeaux, Lyon, Poitou, Tours, dan sebagainya jatuh. Walaupun sangat kuat, pasukan Islam masih memberikan toleransi kepada suku Goth dan Navaro di daerah sebelah barat yang berupa pegunungan. Islam telah menerangi Spanyol.

Karena sikap para penguasa Islam yang begitu baik dan rendah hati, banyak orang-orang Spanyol yang kemudian dengan tulus dan ikhlas memeluk Islam. Muslim Spanyol bukan saja beragama Islam, namun sungguh-sungguh mempraktikkan kehidupan secara Islami. Tidak saja membaca Al-Qur’an, namun bertingkah-laku berdasarkan Al-Qur’an. Mereka selalu berkata tidak untuk musik, bir, pergaulan bebas, dan segala hal yang dilarang Islam. Keadaan tenteram seperti itu berlangsung hampir enam abad lamanya.

Selama itu pula kaum kafir yang masih ada di sekeliling Spanyol tanpa kenal lelah terus berupaya membersihkan Islam dari Spanyol, namun selalu gagal. Maka dikirimlah sejumlah mata-mata untuk mempelajari kelemahan umat Islam Spanyol.

Akhirnya mereka menemukan cara untuk menaklukkan Islam, yakni dengan pertama-tama melemahkan iman mereka melalui jalan serangan pemikiran dan budaya. Maka mulailah secara diam-diam mereka mengirimkan alkohol dan rokok secara gratis ke dalam wilayah Spanyol. Musik diperdengarkan untuk membujuk kaum mudanya agar lebih suka bernyanyi dan menari daripada membaca Al Qur’an. Mereka juga mengirimkan sejumlah ulama palsu untuk meniup-niupkan perpecahan ke dalam tubuh umat Islam Spanyol. Lama-kelamaan upaya ini membuahkan hasil.

Akhirnya Spanyol jatuh dan bisa dikuasai pasukan salib. Penyerangan oleh pasukan salib benar-benar dilakukan dengan kejam tanpa mengenal peri kemanusiaan. Tidak hanya pasukan Islam yang dibantai, tetapi juga penduduk sipil, wanita, anak-anak kecil, orang-orang tua. Satu-persatu daerah di Spanyol jatuh.

Granada adalah daerah terakhir yang ditaklukkan. Penduduk-penduduk Islam di Spanyol (juga disebut orang Moor) terpaksa berlindung di dalam rumah untuk menyelamatkan diri. Tentara-tentara salib terus mengejar mereka. Ketika jalan-jalan sudah sepi, tinggal menyisakan ribuan mayat yang bergelimpangan bermandikan genangan darah, tentara salib mengetahui bahwa banyak muslim Granada yang masih bersembunyi di rumah-rumah. Dengan lantang tentara salib itu meneriakkan pengumuman, bahwa para Muslim Granada bisa keluar dari rumah dengan aman dan diperbolehkan berlayar keluar Spanyol dengan membawa barang-barang keperluan mereka.

Orang-orang Islam masih curiga dengan tawaran ini. Namun beberapa dari orang Muslim diperbolehkan melihat sendiri kapal-kapal penumpang yang sudah dipersiapkan di pelabuhan. Setelah benar-benar melihat ada kapal yang sudah disediakan, mereka pun segera bersiap untuk meninggalkan Granada dan berlayar meninggalkan Spanyol.

Keesokan harinya, ribuan penduduk muslim Granada keluar dari rumah-rumah mereka dengan membawa seluruh barang-barang keperluan, beriringan berjalan menuju ke pelabuhan. Beberapa orang Islam yang tidak mempercayai pasukan salib, memilih bertahan dan terus bersembunyi di rumah-rumah mereka. Setelah ribuan umat Islam Spanyol berkumpul di pelabuhan, dengan cepat tentara salib menggeledah rumah-rumah yang telah ditinggalkan penghuninya. Lidah api terlihat menjilat-jilat angkasa ketika mereka membakari rumah-rumah tersebut bersama dengan orang-orang Islam yang masih bertahan di dalamnya.

Sedang ribuan umat Islam yang tertahan di pelabuhan, hanya bisa terpana ketika tentara salib juga membakari kapal-kapal yang dikatakan akan mengangkut mereka keluar dari Spanyol. Kapal-kapal itu dengan cepat tenggelam. Ribuan umat Islam tidak bisa berbuat apa-apa karena sama sekali tidak bersenjata. Mereka juga kebanyakan terdiri dari para perempuan dengan anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Sedang para tentara salib telah mengepung mereka dengan pedang terhunus.

Dengan satu teriakan dari pemimpinnya, ribuan tentara salib segera membantai umat Islam Spanyol tanpa rasa belas kasihan. Jerit tangis dan takbir membahana. Seluruh Muslim Spanyol di pelabuhan itu habis dibunuh dengan kejam. Darah menggenang di mana-mana. Laut yang biru telah berubah menjadi merah kehitam-hitaman.

Tragedi ini bertepatan dengan tanggal 1 April. Inilah yang kemudian diperingati oleh dunia kristen setiap tanggal 1 April sebagai April Mop (The April’s Fool Day). Pada tanggal 1 April, orang-orang diperbolehkan menipu dan berbohong kepada orang lain. Bagi umat kristiani, April Mop merupakan hari kemenangan atas dibunuhnya ribuan umat Islam Spanyol oleh tentara salib lewat cara-cara penipuan. Sebab itulah, mereka merayakan April Mop dengan cara melegalkan penipuan dan kebohongan walau dibungkus dengan dalih sekedar hiburan atau keisengan belaka.

Bagi umat Islam, April Mop tentu merupakan tragedi yang sangat menyedihkan. Hari di mana ribuan saudara-saudaranya se-iman disembelih dan dibantai oleh tentara salib di Granada, Spanyol. Sebab itu, adalah sangat tidak pantas juga ada orang Islam yang ikut-ikutan merayakan tradisi ini. Siapapun orang Islam yang turut merayakan April Mop, maka ia sesungguhnya tengah merayakan ulang tahun pembunuhan massal ribuan saudara-saudaranya di Granada, Spanyol, 5 abad silam.

Jadi, perhatikan sekeliling Anda, anak Anda, atau Anda sendiri, mungkin terkena bungkus jahil April Mop tanpa kita sadari. (sa/berbagaisumber)

Ketika Gereja Spanyol Menyiksa Siapapun yang Berkata Kami Muslim

Pada tanggal 2 Januari 1492, cardinal Devider telah memasang salib di atas Istana Hamra; istana kerajaan Nashiriyah di Spanyol. Tujuannya berbuat demikian ialah sebagai bentuk proklamasi atas berakhirnya pemerintahan Islam di Spanyol.

Dengan berakhirnya pemerintahan Islam ini berarti saat itu lenyaplah peradaban besar yang pernah dikembangkan oleh Islam di eropa selama abad pertengahan. Kaum salib yang saat itu menang perang yang awalnya mereka melakukan kerjasama dengan pemerintahan Islam, beralih berusaha untuk menghancurkan kaum muslimin dan peradabannya.

Kaum muslimin dilarang menganut Islam, dan dipaksa untuk murtad. Begitu juga mereka tidak boleh menggunakan bahasa arab, siapa yang menentang perintah itu akan dibakar hidup hidup setelah disiksa dengan berbagai cara.

Beginilah selesai riwayat hidup berjuta juta kaum muslimin di Spanyol, tak ada seorang muslim yang tinggal yang tampil dengan agamanya saat itu.

Setelah empat abad dari kejatuhan Islam di Spanyol, Napoleon telah mengirim sepasukan tentara angkatan perang dan mengeluarkan satu instruksi tahun 1808 supaya menghapuskan dewan dewan mahkamah luar biasa (Dewan pengadilan dan pemberi hukuman) di Spanyol.

Berkata seorang panglima Prancis, “Kami pimpin satu angkatan bersenjata hendak menyelidiki satu gereja yang kami dengar disitu ada mahkamah luar biasa. Tapi kami disana tak menemui apapun, kami periksa semua kamar penyiksaan dan kami selidiki seluruh kawasan gereja, lorong lorong dan tabirnya, tak ada tanda tanda adanya mahkamah luar biasa. Hampir kami putus asa dan nyaris kami meninggalkan tempat itu. Dan saat itu pula ada seorang pendeta bersumpah untuk menguatkan kebenaran yang dikatakannya bahwa tuduhan terhadap gereja itu adalah tuduhan kosong belaka. Dan ketua mereka pun menegaskan bahwa pengikut pengikutnya tidak ada yang terlibat dengan masalah itu".

Dan dengan nada yang lembut dan menunduk serta linangan air matanya para pendeta mempersilahkan kami keluar dari situ. Tapi salah satu letnan kami , Letnan De lael menahan saya dengan berkata,”Maaf dan izinkan saya mengatakan bahwa tugas kita belum selesai”. Lantas kujawab, “Kita periksa sekeliling gereja ini, tapi tidak kita jumpai dengan suatu yang mencurigakan.” Kemudian kutanya kepada letnan, ”Apa yang engkau maksudkan?” maka jawab letnan, ”Saya mau periksa di bawah lantai kamar ini, sebab hati saya merasa seakan akan ada rahasia dibawahnya.”

Waktu itu para pendeta tadi terlihat sangat gelisah karena kami belum beranjak pergi, lantas saya izinkan para komandan untuk memeriksa, dan ketika itu kami perintahkan para tentara untuk menyingkap permadani di lantai dan diperintahkan menuangkan air sebanyak banyaknya di setiap kamar. Tiba tiba tampaklah pada salah satu kamar itu airnya meresap kebawah. Letnan De Lael bertepuk tangan tertawa sambil berkata, ”Inikah pintunya? Lihatlah!" kami semua lihat dan ternyata ada pintu yang bisa dibuka.

Rupanya setiap sambungan lantai kamar itu dapat dibuka secara rahasia; yaitu dengan satu alat kecil yang terletak di kaki meja ketua gereja. Para tentara pun memulai memecahkan pintu itu dengan bayonet , waktu itu wajah pendeta pun menjadi pucat karena rahasia mereka pasti terbongkar.

Ketika pintu itu dibuka, tampaklah kepada kami satu tangga yang bisa turun sampai ke dasar ruangan bawah tanah. Sayapun turun dan pergi menghampiri satu batang lilin besar yang panjangnya lebih kurang satu meter. Lilin itu menyala di hadapan satu gambar besar terpampang lukisan bekas pimpinan ketua Mahkamah Luar Biasa itu. Saya cuma menghampiri saja, lalu seorang pendeta Kristen memegang bahu saya sambil berkata, ”Hai anakku jangan kau pegang lilin itu, tangan kau kotor dengan darah pembunuhan, sedangkan lilin itu sangat kudus sekali.” Lalu saya katakan kepadanya, ”Masak saya tidak boleh menyentuhnya, bukankah lilin ini kau basahi dengan darah orang orang baik? Nanti kita lihat siapa yang mengotorkan dari kalangan kita ini dan siapa yang pembunuh sebenarnya.”

Kemudian saya turun melalui tangga itu dan terus diikuti oleh para tentara dengan pedang pedang yang terhunus. Lalu sampailah kami ke suatu pojok, dan disitu kami lihat ada satu kamar besar bersegi empat, disitulah dewan mahkamah bersidang, yang ditengah tengahnya terdapat lantai marmer. Di tangga itulah terdapat belenggu besar yang memakai rantai untuk mengikat orang orang hukuman. Dan di hadapan tangga itu pula terletak satu podium yang diduduki oleh ketua mahkamah dan para hakim untuk menghukum orang orang tak berdosa itu.

Setelah itu kami menuju pula ke suatu kamar besar dan panjang yang rupanya adalah tempat penyiksaan. Di situ saya melihat banyak benda benda yang menyeramkan dan membuat bulu bergidik sepanjang hidup saya. Saya melihat lubang lubang kecil sebesar tubuh manusia. Ada bentuk sempit dan tinggi, dan ada yang sempit tapi rendah. Di dalam petak petak itulah dikurungnya tawanan sambil berdiri sepanjang hidup dan sampai meninggal di situ. Dan mayat mayat orang tawanan itu dibiarkan hancur di situ, berulat dan hingga gugur dagingnya dan tulang tulangnya. Dan untuk mengurangi bau busuk dibuatkannya sebuah lubang ke udara luar.

Saya lihat dalam kamar itu juga ada tubuh tubuh manusia yang masih terikat dengan rantai. Orang orang kurungan itu ada lelaki dan wanita dari berbagai tingkatan umur, antara 14 tahun hingga 70 an tahun. Ketika itu sempat kami bebaskan beberapa orang tawanan yang masih hidup. Kami pecahkan belenggu belenggunya, orang orang yang masih hidup cenderung sekarat, sementara yang lain ada yang sudah menjadi gila, karena terlalu berat siksaannya. Dan tawanan tawanan tersebut seluruhnya telanjang, sehingga tentara kami yang hendak mengeluarkan mereka terpaksa memberi kain untuk menutupi tubuhnya. Kami iringi tawanan itu perlahan lahan ke tempat terang agar tidak merusakkan pandangan mata mereka. Mereka teriak gembira dan merangkul tentara yang membebaskannya dari siksaan tersebut.

Kemudian kami pindah ke ruangan lainnya, dan kami lihat beberapa keadaan yang menyeramkan, kami lihat ada alat alat penyiksaan seperti alat pematah tulang dan alat pengoyak badan. Mereka dimulai dengan membelah kaki, dicabutnya tulang, dibelah dada dan diambilnya tulang. Dibelah kepala dan tangan serta diambil tulang sedikit sedikit hingga hancurlah semuanya. Demikianlah diperlakukan terhadap orang orang yang teraniaya itu.

Dan kami lihat juga satu peti sebesar kepala manusia. Disitulah diletakkannya kepala orang yang hendak disiksa. Dimana setelah ia diikat kaki, tangan dengan rantai sehingga tidak dapat bergerak. Dan diatas peti itu dibuatnya satu lubang untuk menetes air secara teratur ke atas kepala orang yang di siksa itu. Akibat siksaan jenis ini banyak orang menjadi gila dan dibiarkan sedemikian hingga tawanan tewas.

Satu lagi alat penyiksaan ialah satu kotak yang dipasang mata pisau yang tajam. Mereka campakkan orang orang muda ke dalam kotak ini, bila dihempaskan pintu maka terkoyaklah badan yang disiksa tersebut.

Disamping itu ada mata kail yang menusuk lidah dan tersentak keluar, dan ada pula yang disangkutkan ke payudara wanita, lalu ditarik dengan kuat sehingga payudara tersebut terkoyak dan putus karena tajamnya benda benda tersebut.

Nasib wanita dalam siksaan ini sama saja dengan nasib laki laki, mereka ditelanjangi dan tak terhindar dari siksaan.

Cara cara penyiksaan wanita yang lain tidaklah saya bisa gambarkan, karena tempat tempat sensitif ditubuh wanita yang disiksa, dan cara cara yang sadis dan kotor yang dilakukan membuat saya malu untuk menuliskannya.

Penyiksaan ini dilakukan terhadap orang orang yang menentang kristenisasi. Mereka lakukan penyiksaan tersebut karena para tawanan tersebut tetap berpendirian dan tetap mengatakan bahwa mereka Muslimin.

- Petikan dari buku At Ta’asub Wat Tasamuh, Syaikh Muhammad Al Ghazali (hal 311-318)

13.3.13

Keindonesiaan yang Direpresentasikan Borobudur termasuk Sejarah yang Dipaksakan

Hidayatullah.com--Mencermati peminggiran peran Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dewasa ini mendorong Adab Institute Jogja, sebuah lembaga pengkajian ilmiah non-profit mengadakan seminar bertajuk “Pendidikan Sejarah Nasional Indonesia dalam Perspektif Islam". Bekerjasama dengan Lembaga Pendidikan Bahasa Arab & Studi Islam Ma’had Ali bin Abi Thalib Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), acara yang dihelat di Ruang Sidang Fakultas Teknik UMY ini menghadirkan pakar sejarah Islam, yang juga peneliti Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) Jakarta dan Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Persis, Tiar Anwar Bachtiar, M.A.

Dalam sambutannya, Direktur Adab Institute Jogja, Fathurrahman Kamal, menegaskan, di antara problem penting yang dihadapi oleh umat Islam saat ini adalah pudarnya semangat mengkaji, memahami dan menyadari kejayaan masa lalu Islam yang gemilang, khusunya di nusantara.

Menurut Fathurrahman, generasi muda saat ini telah kehilangan kesadaran yang baik dan kebanggaan tentang sejarahnya sendiri, yang kemudian menimbulkan sikap inferiority complex dalam mengaktualisasikan peran keIndonesiaan mereka. Menyitir pandangan Mohammad Asad, (Leopold Weiss) dalam bukunya, Islam at the Crossroads, ia mengatakan,

“Tidak ada peradaban yang bisa makmur - atau bahkan eksis, setelah kehilangan kebanggaan dan hubungan dengan masa lalu mereka sendiri” (No civilization can prosper – or even exist, after having lost this pride and the connection with its own past...).”


Kegalauan kesejarahan ini dimanfaatkan betul oleh pihak-pihak yang tidak menyukai Islam melalui upaya pendistorsian sejarah perjuangan umat Islam.

Untuk konteks Indonesia, wacana digiring kepada ‘Islam merupakan pendatang’ dan seharusnya menyesuaikan diri dengan ‘budaya asli’ bangsa Indonesia.

“Padahal Nusantara dan Republik ini eksis meraih kemerdekaannya karena cucuran keringat dan banjir darah para syuhada’!” ungkap alumni Fakultas Dakwah dan Ushuluddin Universitas Islam Madinah Saudi Arabia ini.

Alih-alih melakukan konsolidasi, para aktivis Islam baik yang di dataran elite maupun para mahasiswa masih sibuk dengan kampanye membesarkan kelompoknya masing-masing.

“Sehingga diperlukan perubahan mendasar untuk menyatukan umat Islam Indonesia dalam konsep keummatan yang tidak cukup dengan jalinan psikologis-emosional silaturahim semata, tapi harus mengedepankan jalinan keilmuan, silatul ‘ilmi,’ tutur Fathurrahman.

Sejarah yang dipaksakan

Tampil sebagai pembicara tunggal, Tiar Anwar Bachtiar, M.A. memulai presentasinya dengan menampilkan foto Candi Borobudur. Ia menjelaskan, sudah menjadi kemahfuman bagi masyarakat internasional, bahwa Indonesia yang di kenal sebagai negeri berpenduduk Muslim terbesar di dunia, namun ikon peradaban yang ditampilkan di dunia justru takada hubungan dengan Islam.

“Tetapi ikon yang ditonjolkan dan selalu ditampilkan ke luar negeri adalah Candi Borobudur,” ujar kandidat doktor bidang Sejarah Universitas Indonesia (UI) ini.

Keindonesiaan yang direpresentasikan melalui Borobudur, menurut Tiar, termasuk satu kesadaran sejarah yang dipaksakan.

Padahal banyak bangunan lain yang bisa ditampilkan. Banyak masjid-masjid kuno dengan arsitektur berfilosofi tinggi yang bisa dijadikan ikon dan juga dibuat oleh “nenek moyang orang Indonesia”.

Situasi ini bukan sekedar karena Borobudur telah diakui sebagai salah satu keajaiban dunia, tetapi ada kolonialisasi paradigma di mana peran umat Islam yang begitu besar berusaha untuk dihilangkan.

Banyak yang terjadi di masa lalu. Tidak semua bisa dituliskan. Sejarawan memilihkan untuk kita, mana yang perlu diingat dan mana yang dilupakan. Sebagaimana Voltaire menukil, yang menang peranglah yang menulis sejarah,” ujar Tiar.

Riset yang dilakukan oleh Tiar terhadap konten Buku Pelajaran Sejarah Nasional Indonesia, untuk siswa-siswi SMA mempertegas penegasian peran umat Islam dan bahkan Islam ditempatkan sebagai pemecah belah.

Salah satunya adalah teks yang menyatakan Kerajaan Majapahit sebagai pemersatu Indonesia. Majapahit dianggap memainkan peran dalam menyatukan Indonesia, baik secara politik maupun ekonomi.

“Sumpah Palapa” yang diikrarkan Patih Gadjah Mada disebut sebagai tonggak bersejarah penyatuan Nusantara.

“Seharusnya kita mempertanyakan, apakah yang dilakukan Majapahit menjajah atau mempersatukan? Jika kemudian proses ‘penyatuan’ itu dilakukan dengan peperangan dan bersimbah darah, kemudian daerah yang mampu ditaklukkan diwajibkan memberikan upeti dan dijadikan daerah koloni, apakah masih rasional jika kita mengatakan Majapahit sebagai pemersatu?” timpal Tiar.

Tidak sampai hanya di situ. Islam juga dikambing-hitamkan sebagai penyebab keruntuhan Majapahit. “Setelah Wikramawardhana meninggal (1429) takhtanya digantikan oleh Suhita yang memerintah hingga 1447. Sampai dengan akhir abad ke-15 masih ada raja-raja yang memerintah sebagai keturunan Majapahit , namun telah suram karena tidak ada persatuan dan kesatuan sehingga daerah-daerah jajahan satu demi satu melepaskan diri. Para bupati di pantai utara Jawa, seperi Demak, Gresik, dan Tuban telah menganut agama Islam sehingga satu per satu memisahkan diri dari Majapahit,” kutip Tiar.

Tudingan kedua yang implisit dalam buku ajar itu adalah kerajaan-kerajaan Islam terutama Kerajaan Mataram disebut berkembang atas pandangan sinkretisme, bukan atas dasar prinsip ajaran Islam. Kebudayaan Kejawen yang merupakan akulturasi antara kebudayan Jawa, Hindu, Buddha dengan Islam ditempatkan sebagai “budaya adiluhung Jawa”. Padahal upacara-upacara dan penanggalan Jawa Islam yang dilakukan Sultan Agung bukan proses sinkretisasi tapi Islamisasi.

Peminggiran peran umat Islam dalam penulisan buku-buku ajar Sejarah Indonesia terus berlanjut kepada porsi halaman yang tidak proporsional, ketika membahas organisasi pergerakan Islam seperti Muhammadiyah, NU, Persis, SI, dan sebagainya. Bayangkan saja, Muhammadiyah yang berperan besar dalam perjalanan sejarah bangsa ditulis tak sampai 1 halaman,” ungkap Tiar yang juga Ketua Pemuda Persatuan Islam ini.

Tak dapat dipungkiri penulisan buku-buku sejarah di Indonesia sangat bergantung kepada literatur-literatur yang ditulis oleh ilmuan imperialis yang membawa misi pelanggengan penjajahan. Maka tak mengherankan jika kemudian peran Islam tak banyak disebut atau dikaburkan sehingga terkesan sebagai pendatang yang menyebabkan kehancuran kebudayaan yang lebih dulu eksis.

“Namun, hal itu tidak membuat kita apatis dan elergi dengan buku-buku yang ditulis oleh sejarawan Barat. Ada banyak fakta-fakta yang bisa diambil untuk kemudian disusun kembali. Selain itu, masih ada 90% naskah-naskah kuno Nusantara yang belum serius diteliti. Jika naskah-naskah itu bisa dimaksimalkan sejarawan Muslim, maka harapan melahirkan buku-buku sejarah yang menempatkan Islam secara proporsional bisa diwujudkan,” jelas Tiar.

Menanggapi pertanyaan dari salah seorang audiens terkait Buku Aliran Syiʼah di Nusantara karangan Prof. Abu Bakar Atjeh yang mengatakan Islam Syi’ah yang masuk pertama kali di Nusantara dengan bersandarkan kepada keberadaan Kerajaan Perlak (840 - 1292 M) yang bermahzab Syiah dan keberadaan makam Fatimah binti Maimun, di desa Leran, Manyar, Gresik yang batu nisannya bertuliskan tanggal wafat 7 Rajab 475 Hijriyah (2 Desember 1082 M), Tiar mengungkapkan bahwa pandangan Prof. Abu Bakar Atjeh sudah banyak dikritisi oleh para sejawaran. Mahzab Syi’ah baru tampil sebagai mahzab negara lewat kehadiran Kerajaan Safawi yang berdiri pada awal abad ke-13. Sehingga sangat kecil kemungkinan Mahzab Syiah adalah pembawa Islam pertama di Indonesia. Bahkan HAMKA berpendapat bahwa Islam sudah masuk ke Nusantara pada awal abad ke-7 dengan bukti sebuah naskah Tiongkok yang menceritakan keberadaan kelompok bangsa Arab yang telah bermukim di pantai Barat Sumatera (Barus) kala itu.

Di akhir presentasinya, Tiar mengajak para aktivis Islam untuk tidak memutus jalur keilmuan dengan mengabaikan peran para ulama-ulama Nusantara dan para tokoh-tokoh pejuang Islam Indonesia.

Sanad pembelajaran Islam yang terputus hanya akan membuat kita semakin jauh dari ulama kita sendiri. Ujungnya adalah kesalahan dalam mendakwahkan Islam di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Kita punya ulama-ulama besar sekaliber Nuruddin Al-Raniri yang karya-karyanya menjadi kajian ilmuan dunia, Syeikh Nawawi al-Bantani, Mahfudz At Tirmasi, dan Syeikh Achmad Chatib Al Minangkabawi yang pernah menjadi Imam Mahzab Syafi’i di Makkah, HAMKA yang dianugerahi gelar Doktor oleh Universitas Al Azhar Mesir, serta Natsir yang keilmuannya dikagumi oleh berbagai tokoh dunia,” tutup Tiar.

*/Kiriman Anggun Gunawan-Adab Institute Jogja

11.3.13

Ambigu BNPT di Tengah Desakan Pembubarkan Densus 88

Oleh: Abu Zahro

PERANYATAAN Ansyaad Mbai (BNPT) tentang UU Terorisme bisa juga diberlakukan di Papua, terkesan sebagai “bargaining” dan “carmuk” (baca = cari muka). Setelah sebelumnya muncul banyak desakan dari berbagai kalangan yang mempertanyakan ketidak-adilan penyebutan “kelompok separatis” atau kelompok bersenjata di Papua bukan sebagai “teroris”. Di tengah banyaknya kesalahan prosedur yang diduga dilakukan tim Densus 88, karena sebagian yang disebut “teroris” sebenarnya masih TERDUGA.

Di sisi lain, meski sudah terbukti banyak korban yang berjatuhan -baik dari TNI maupun Polri- dalam kurun waktu yang lama tetapi penanganan kasus penembakan di Papua terkesan sangat hati-hati.

Padahal secara faktual sudah jelas-jelas penembakan di Papua sangat berkaitan erat dengan perjuangan untuk memisahkan diri dari wilayah RI. Ada asing (AS) yang bermain pada kasus Papua. AS melakukan intervensi politik dengan halus. AS telah memberikan ruang gerak kepada para aktivis pendukung Papua merdeka (pro-M) seperti Herman Wainggai yang saat ini telah menetap di AS. Meski AS terkenal dengan negara superketat terkait kedatangan orang asing.

Dalam kasus Papua, AS tidak berdiri sendiri. AS berkolaborasi dengan Inggris, Belanda dan Australia. Hillary Clinton (Menlu AS) yang pada November 2 tahun lalu di Hawai (sebagaimana dilansir AFP 11/11/2011) mengatakan bahwa Pemerintah AS telah khawatir atas kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua, sehingga pihaknya akan mendorong adanya dialog dan reformasi politik berkelanjutan guna memenuhi kebutuhan legal rakyat Papua. (www.hankam.kompasiana.com). AS sering bermuka dua. AS bekerja sama dengan Australia untuk mengontrol separatis.

Selain itu juga melindungi kepentingan AS seperti Freeport. Lamban dan hati-hatinya sikap RI terhadap kasus Papua bisa dipahami karena bersinggungan dengan kepentingan terorisme dunia –Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya – yang telah menumpahkan darah kaum Muslimin di berbagai negara.

Pernyataan Ansyaad Mbai bahwa kasus Papua itu bisa jadi dijerat dengan UU Terorisme bertentangan dengan apa yang dia sampaikan sebelumnya. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) itu memastikan tindakan kekacauan di Papua secara objektif dinilai sebagai aksi teror. Meski demikian, ia menegaskan “teror tersebut tak terkait dengan terorisme internasional” seperti yang dihadapi dunia saat ini. (Sinar Harapan.com).

Juga bertolak belakang dengan yang disampaikan oleh Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN) Letjen Marciano Norman yang menyebut sebagai “kelompok separatis bersenjata” pada kasus penembakan di Kabupaten Puncak, Papua beberapa waktu yang lalu. (Jumat, 22/02/2013 15:45 WIB, detik News). Sembilan orang yang ditangkap di Wamena akhirnya memang hanya dikenakan UU Darurat 12/1951 tentang kepemilikan bahan peledak dan senjata api. (Berita Satu.com, Selasa, 02 Oktober 2012 | 16:22). Juga berseberangan dengan apa yang disampaikan oleh Menkopolhukam Djoko Suyanto yang menyatakan, tak perlu Instruksi Presiden (Inpres) Keamanan Nasional seperti yang dikemukakan SBY beberapa waktu lalu untuk menuntaskan “masalah penembakan sekelompok orang bersenjata di Papua” . (Rabu, 27/2/2013, Liputan6.com, Jakarta).

Pengakuan rencana perubahan penerapan hukum atas kasus Papua dengan UU Terorisme yang pada akhirnya akan memberikan label kelompok separatis Papua sebagai “teroris” oleh BNPT mengundang pertanyaan besar berbagai kalangan tentang apa maksud di balik pernyataan Ansyaad Mbai di tengah menguatnya desakan pembubaran Densus 88?

Motivasi di balik Ambigu BNPT

Ibarat sebuah permainan maka akan benar-benar diperhitungkan dengan teliti dan seksama siapa menyerang, kapan dan dengan strategi apa. Tetapi itu semua tidak merubah pemahaman dasar tentang bagaimana sebenarnya konteks perang melawan terorisme yang dimaksud oleh AS dan sekutu-sekutunya termasuk pemerintah Indonesia. Dalam konteks Indonesia yang telah menerapkan sistem demokrasi, maka penting mendalami beberapa faktor dasar sebagai berikut :

Pertama, dokumen Badan Intelijen Nasional AS mendefinisikan terorisme adalah paham yang bercita-cita atau berkeinginan untuk merealisasikan Islam secara formal. Siapapun baik di dalam parlemen maupun di luar parlemen yang berkeinginan untuk menerapkan Islam kaffah secara formal maka termasuk kategori “teroris”. Ini sesuai dengan mindset yang disampaikan oleh Ansyaad Mbai baru-baru ini di Makassar, Rabu 06/03/2013 (Antara News), saat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menilai bahwa UU Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme masih lemah dan belum mengikat sepenuhnya.

Di antaranya menurut Ansyaad Mbai ajaran “Jihad” yang disinyalir telah menginspirasi dan menjadi kegiatan-kegiatan awal yang mengarah kepada terorisme belum bisa dijerat oleh UU. Padahal ajaran Islam kaffah tidak bisa dipisahkan dengan syariat, jihad dan khilafah.

Mindset Ansyaad Mbai memahami ajaran Islam sama persis dengan mindset negara Barat yang sering dikategorikan kafir muharibban fi’lan AS bersama sekutu-sekutunya memandang Islam.

Kedua, Jika benar UU Terorisme juga berlaku untuk kasus Papua maka akan berimplikasi tidak saja pada kaum Muslimin. Tetapi juga non Muslim. Sementara intelectual of reference yang dipergunakan untuk menjalankan ‘global war on terrorism’ berasal dari frame of thingking intelijen AS yang jelas-jelas menembak sasaran kaum muslimin yang berseberangan atau tidak setuju dengan kebijakan-kebijakan AS di berbagai negara termasuk Indonesia dengan segala bentuk intervensinya.

Di sisi lain AS sangat memiliki kepentingan terhadap Papua yang kaya dengan kekayaan alamnya. Ini senada dengan kegamangan Ansyaad Mbai ditanya tentang kemungkinan UU Terorisme berlaku untuk kasus Papua, di Makassar, Rabu, 06/03/2013. Dia menyampaikan bahwa ini konsekwensi, daripada prinsip demokrasi yang harus di jalankan sebegaimana mestinya.

"Pemerintah tidak bisa secara otoriter langsung memperlakukan hal itu karena agenda utama kita sebetulnya bukan soal teroris, tapi bagaimana mempertahankan proses demokrasi di negeri ini,” tandasnya. Berikutnya Ansyad menyampaikan bahwa tergantung situasi yang berkembang di Papua apakah akan diberlakukan di Papua yang bisa saja mengarah kepada aksi terorisme.

Ketika berbicara soal Papua, dia mengaitkannya dengan agenda demokrasi. Maka sah-sah saja atas nama demokrasi jika pada akhirnya Papua terus bergolak diperkuat oleh tekanan Asing (AS) kemudian mengajukan referendum (jejak pendapat) dan menyatakan diri sebagai Negara Papua Merdeka. Dengan kata lain apapun bentuk perlawanan di negeri yang menerapkan sistem demokrasi ini sampai dengan perjuangan pemisahan diri dari kesatuan NKRI tidak menjadi masalah, asalkan tidak membawa kepentingan menerapkan Islam kaffah secara formal dalam penyelenggaraan kehidupan negara. Karena yang dimaksud dengan terorisme adalah terma sesuai dengan yang didiktekan oleh AS bersama sekutu-sekutunya secara frame of intelectual maupun frame of politics.

Ketiga, statemen Ansyad Mbai bahwa dimungkinkan UU Terorisme bisa diberlakukan pada kasus Papua hanyalah sebagai strategi “balancing of pschology” saja di tengah desakan perlawanan terhadap kesewenang-wenangan, kebiadaban, kekejaman Densus 88 dan program deradikalisasi akidah umat Islam ala BNPT yang benar-benar menikam dan merugikan umat Islam. Yang mungkin dilakukan dalam konteks kasus Papua adalah dibuatnya “legal of frame” tersendiri biar tidak overlapping dengan kepentingan UU Terorisme sebagai legal aspect Global War on Terrorism (GWOT) alias Global War on Islam (GWOI). Legal of frame yang pernah disinggung oleh SBY beberapa waktu yang lalu dalam bentuk Inpres Keamanan Nasional dan disangggah oleh Menko Polhukam Djoko Suyanto dengan pertimbangan melihat perkembangan eskalasi politik yang terjadi terlebih dahulu. Pembuatan legal of frame tersendiri untuk kasus Papua akan memudahkan untuk melokalisir peta persoalan yang berada dalam domain perang melawan terorisme yang sejatinya perang melawan umat Islam yang berkeinginan menerapkan Islam secara kaffah.

Jadi apapun yang disampaikan oleh Ansyaad Mbai representasi BNPT sesungguhnya tidak merubah garis kebijakan baku rezim yang menerapkan sistem demokrasi di negeri ini terhadap GWOT sesuai dengan arahan “frame of policy” negara-negara AS dan sekutu-sekutunya. Yang telah memicu konflik internasional berkepanjangan dengan sasaran negeri-negeri Muslim. Termasuk di Indonesia. Biang dari segala bentuk kejahatan internasional/dunia di berbagai negeri-negeri Muslim sesungguhnya perlakuan sewenang-wenang Barat mengintervensi dan menghancurkan kaum Muslimin di berbagai negara dengan segala bentuk/cara baik secara militer, politik, sosial budaya, ekonomi dan semua aspek kehidupan. AS bersama sekutu-sekutunya lah yang layak disebut sebagai “Bapak Terorisme Negara” yang banyak menumpahkan darah kaum Muslimin di berbagai negeri Muslim.*

Penulis adalah aktivis Islam dan pemerhati masalah terorism.

Kevin Barrett Pertanyakan "Sakit Kanker" Hugo Chavez

Ahad, 10 Maret 2013

Hidayatullah.com--Karena Presiden Venezuela Hugo Chavez makhluk ciptaan dan milik Allah, sudah jelas Allah lah yang Maha Memutuskan, kapan Chavez memulai dan mengakhiri kehidupannya.

Sebelum meninggal pada tanggal (05/03/2013) kemarin sempat bertanya-tanya apakah pemerintah Amerika Serikat (AS) sengaja memberinya penyakit kanker, seperti juga kepada beberapa presiden Amerika Latin lainnya. Diantara yang berusaha mendalami berbagai dugaan di balik “sakit kanker” pemimpin Amerika Latin itu adalah Kevin Barrett, seorang doktor bidang studi Arab dan Islam.

Dalam ulasannya dikutip SahabatAlAqsha.com 9 March 2013, Barrett pendiri situs Truth Jihad mengutip kalimat Chavez tahun lalu ketika berbicara di sebuah radio nasional, “Saya tidak tahu tetapi sangat aneh karena kita tahu Lugo (Presiden Paraguay, Fernando Lugo) terkena kanker, Dilma (Presiden Brazil, Dilma Rousseff) saat masih menjadi kandidat juga kena kanker lalu saya kemudian beberapa waktu lalu Lula (mantan Presiden Brazil, Luiz Inacio Lula da Silva) dan sekarang Cristina (Presiden Argentina, Cristina Fernandez). Sangat sulit dijelaskan meski dengan hukum probabilitas. Apa yang terjadi pada sebagian pemimpin Amerika Latin sangatlah aneh.”

Berikut ini ulasan Barrett selanjutnya:

Memang Aneh jika kita berpikir Hugo Chavez, Dilma, Lugo dan Lula—para pemimpin Amerika latin yang anti AS, semuanya terkena kanker. Apakah saya 100% yakin kalau Badan Intelijen AS (CIA) memang membunuh Hugo Chavez? Tentu tidak. Namun AS sebenarnya tidak diragukan lagi bertanggung jawab atas penyakit kanker yang diberikan kepada Chavez dan beberapa pemimpin Amerika Latin lainnya. Bagaimana kita bisa tahu? Coba telaah rekam jejak berikut ini.

Pengawal Fidel Castro, Fabian Escalante menduga bahwa CIA berusaha membunuh presiden Kuba sebanyak 638 kali. Metode yang dipakai CIA, di antaranya cerutu yang bisa meledak, senjata biologis yang ditempelkan di baju selam Castro, pil mematikan, bakteri beracun dalam kopi, ledakan podium pembicara, penembak jitu, racun melalui teman-teman wanitanya dan ledakan kerang laut di bawah air.

Percobaan pembunuhan CIA terhadap Castro mirip kartun Tom and Jerry dimana CIA berperan sebagai kucing pembunuh yang tidak kompeten dan presiden Kuba menjadi seekor tikus yang cerdik dan sangat beruntung. Upaya tak berujung CIA untuk menghabisi nyawa Castro adalah bukti bahwa AS tidak akan berhenti membunuhi para pemimpin Amerika Latin yang menjadi musuh mereka.

John Perkins dalam buku larisnya yang berjudul Confessions of an Economic Hit Man (Pengakuan Seorang Pembunuh Bayaran Ekonomi) mengungkapkan lebih banyak bukti bahwa pemerintah AS secara rutin membunuhi kepala-kepala negara menggunakan pembunuh pribadi, seperti CIA.

Perkins selama karirnya sebagai ‘pembunuh bayaran ekonomi’ mengetahui tentang bagaimana para bankir internasional besar mempertahankan kerajaan mereka di Amerika Latin dan negara lainnya. Pekerjaan Perkins kala itu adalah mengunjungi para pemimpin negara dan meyakinkan mereka untuk menerima utang yang tidak akan pernah sanggup mereka bayar.

Mengapa?

Para bankir itu memaksa negara-negara tersebut menjadi budak utang. Ketika negara itu menjadi bankrut, para bankir menyita semua sumber daya alam negaranya dan menciptakan kendali atas pemerintahan serta perekonomiannya.

Perkins biasanya bertemu dengan para pemimpin negara dan berkata, “Saya punya sekepal penuh uang ratusan dolar di tangan ini dan di tangan lainnya ada peluru. Mana yang kamu mau?

Jika pemimpin negara itu memilih utang maka negaranya menjadi budak. Namun jika ia dengan penuh amarah mengusir Perkins dari kantornya, imbalannya adalah para bankir akan memanggil pembunuh untuk menghabisi kepala negara yang ‘tidak kooperatif’.

Para pembunuh jenis ini adalah pembunuh paling mahal dan profesional di dunia. Mereka bekerja berdasarkan kontrak, yang kadang dengan CIA atau pun para bankir. Dan kadang juga dengan orang-orang kaya swasta. Dan meskipun spesialisasi mereka adalah menyebabkan kecelakaan pesawat, para pembunuh ini mampu menghabisi orang, termasuk kepala negara dengan berbagai cara.

Ini bukanlah spekulasi belaka. John Perkins benar-benar mengenal secara personal beberapa pembunuh profesional yang berhubungan dengan CIA. Dan ‘teman-temannya’ ini memberikan testimoni tentang aksi pembunuhan mereka terhadap para pemimpin Amerika Latin.

Buku Confessions of an Economic Hit Man didedikasikan untuk teman Perkins yang terbunuh, Jenderal Torrijos dari Panama dan Presiden Ekuador, Jaime Roldos. Keduanya dibunuh oleh pembunuh bayaran CIA dalam sebuah kecelakaan pesawat rekayasa.

Apakah pembunuh yang berhubungan dengan CIA ini kadang juga menginduksi virus kanker kepada para korbannya? Rupanya memang begitu. Satu korban terkenal, yaitu Jack Ruby yang merupakan seorang mafia dan pembunuh profesional. Terakhir kali ia terlibat pada pembunuhan Presiden AS, John F Kennedy.

Ruby memohon untuk dibawa ke Washington agar bisa menceritakan yang sesungguhnya terjadi atas kematian Kennedy. Namun secara tiba-tiba ia meninggal di penjara akibat penyakit kanker misterius sebelum mengungkap semua yang ia tahu.

"Apakah para bankir-CIA pembunuh pernah mencoba membunuh para pemimpin Amerika Latin dengan kanker?" Jawabannya adalah "ya".

Buku Edward Haslam “Dr. Mary’s Monkey” membuktikan apa yang sebelumnya diduga oleh jaksa penuntut dalam pembunuhan Kennedy, Jim Garrison bahwa agen CIA, David Ferrie, salah seorang pembunuh presiden Kennedy telah bereksperimen dengan virus kanker di dalam laboratorium besar. Tujuannya adalah: memberi Fidel Castro dan pemimpin Amerika Latin lainnya penyakit kanker.

Ferrie sendiri akhirnya dibunuh CIA tak lama setelah ia dijadwalkan memberikan kesaksian di pengadilan atas perannya terhadap kematian Kennedy. Kesimpulannya: Kita tahu para bankir yang menguasai pemerintahan AS secara rutin mencoba membunuh setiap pemimpin negara Amerika Latin yang menolak menjadi boneka mereka.

Kita tahu bahwa mereka melakukan ribuan upaya pembunuhan terhadap para pemimpin Amerika Latin, termasuk 600 kali lebih untuk Castro seorang. Kita tahu bahwa mereka bereksperimen dengan virus kanker dan membunuh banyak orang dengan penyakit kanker sejak tahun 1960an.

Jadi, jika Anda berpikir kematian Hugo Chavez adalah hal yang biasa, saya kira Anda terlalu naif. Demikian ulasan Dr Kevin Barrett.*

Peneliti AS: Islam Berpotensi Ciptakan Kedamaian Dunia

Ahad, 10 Maret 2013

Hidayatullah.com--Pengamat sekaligus peneliti agama Islam asal Amerika Serikat (AS), Shabbir Mansuri, sangat tidak setuju dengan tudingan praktik terorisme diidentikkan dengan Islam. “Justru ajaran Islam berpotensi menciptakan kedamaian dunia bila diterapkan sesuai Al Quran dan Hadist,” tandas Shabbir.

Shabbir yang telah fokus meneliti ajaran Islam di 14 negara Eropa sejak puluhan tahun lalu, memastikan tidak menemukan satu aktivitas yang mengajarkan muslim sebagai pengacau. Bahkan ketika penelitian yang melibatkan Los Angeles Times di kota Las Vegas yang terkenal sebagai “kota pendosa”, didapati umat muslim tetap melaksanakan ibadah.

Penelitian di Las Vegas dilakukan 10 hari oleh reporter Los Angeles Times. Dalam suatu laporannya, dia memuat foto sopir taksi membaca Al Quran dengan suasana matahari terbenam (magrib),” kata Shabbir ketika berkunjung ke Kantor Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Medan, dalam berita Serambi Indonesia, Minggu (10/3/2013).

Hasil karya jurnalistik itu disebutnya sebagai kesimpulan kalau muslim tidak mudah terpengaruh dengan lingkungan yang berlainan dengan ajarannya, sekaligus tidak berniat mengganggunya. “Lakum diinukum wa liya diin betul-betul diterapkan muslim. Sama sekali tidak ada intimidasi terhadap agama lain,” kata Shabbir yang hingga taat menjalankan ajaran Islam bersama tiga anak dan dua cucunya.

Pria yang mendirikan Dewan Pendidikan Islam (CIE) di AS pada 1991 ini turut menyoroti peran media massa yang tak menyensor kolom opini yang menyudutkan Islam. Berdasarkan analisisnya, pemberitaan media di AS sebenarnya sangat berimbang, hanya saja hasil tulisan jurnalisme warga kurang mendapat perhatian. Akibatnya tulisan yang merugikan Islam kerap muncul.

Ia mengatakan, perkembangan Islam di AS hingga kini cukup berkembang. Hanya saja diakuinya pascatragedi WTC informasi muslim agak tertutup. Namun Shabbir melalui organisasi yang dibentuknya tetap membantu membangun komunikasi antara muslim dengan masyarakat dari agama lainnya.

Sekarang saya ingin mengetahui bagaimana kehidupan muslim Indonesia. Mudah-mudahan ada nilai lebih yang bisa dibawa ke Amerika,” ujarnya.

Public Affairs Assistant Konjen AS Medan, Dian Lumbantoruan menyebutkan, kunjungan Shabbir ke Medan juga untuk menjadi pembicara di IAIN Sumut dan Pondok Pesantren Raudhatul Hasanah.*