23.3.12

Menghindari Syubhat

Suatu waktu Bisyr berdagang ke Negeri Mesir dengan membawa 80 potong kain sutera. Semua barang dagangan Bisyr didapati dari Imam Abu Hanifah. Di antara 80 potong kain sutra itu ternyata ada 1 potong kain yang cacat. Hal itu oleh Abu Hanifah diberitahukan kepada Bisyr agar dikatakan terus terang kepada calon pembelinya.

Di Mesir, barang dagangan Bisyr habis terjual, tanpa kecuali sepotong kain sutera yang cacat tersebut. Imam Abu Hanifah tentu saja sangat senang menerima laporan dan setoran uang hasil penjualan dagangannya. Namun, tiba-tiba Abu Hanifah menjadi sedih, ketika mengetahui bahwa sepotong kain yang cacat itu ikut terjual tanpa diberi tahu keadaan kain itu sebenarnya kepada si pembeli. Dan kain yang cacat itu terjual dengan harga yang biasa. Bisyr pun berkata, “Maaf, Aku telah lupa mengatakannya, Abu Hanifah.”

Abu Hanifah sangat menyesal mendengar laporan Bisyr tersebut. Dia menyesal karena rezeki yang diterimanya itu menjadi syubhat sebab Bisyr lupa mengatakan keadaan sebenarnya mengenai kain sutera cacat yang dijual.

Akhirnya, Imam Abu Hanifah membagi-bagikan uang 1.000 dinar hasil penjualan kepada fakir miskin, karena Imam Hanifah tidak mau rezekinya yang halal tercampur dengan barang yang syubhat.

Begitu indah teladan Imam Abu Hanifah tersebut. Dari kisah tersebut Sang Imam mengajarkan kita untuk selalu jujur pada transaksi bisnis dan menghindari syubhat. Rasulullah SAW telah bersabda, “Sesungguhnya yang halal sudah jelas dan yang haram sudah jelas, di antara keduanya ada perkara syubhat yang tidak diketahui oleh banyak manusia. Barang siapa berhati-hati dengan yang syubhat, ia telah memelihara agama dan kehormatannya. Barang siapa yang terjatuh pada syubhat, maka ia telah terjerumus pada yang haram”. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim yang bersumber dari An-Nu’man bin Basyir.

Dalam hadis tersebut Rasulullah SAW menganjurkan umatnya menghindari perkara syubhat, karena dikhawatirkan terjebak dan berpotensi masuk ke dalam perbuatan haram. Syubhat dihindari agar dapat menjaga kehormatan dirinya.

Sabda Nabi Muhammad SAW tersebut merupakan peringatan bagi umat untuk berhati-hati dalam masalah halal dan haram, serta sesuatu yang tidak jelas (syubhat) antara halal dan haram. Perihal syubhat tersebut bisa terkait makanan yang dikonsumsi, nafkah kepada keluarga, rezeki yang didapat, maupun hal lain yang terkait dengan hidup keseharian manusia.

Kir atau kalibrasi perlu untuk menghindari syubhat! ..."Bang beli jeruk 1 kg!"

Syubhat dalam Islam harus dihindari karena secara umum perkara yang samar-samar menimbulkan keraguan. Oleh sebab itu, meninggalkan segala sesuatu yang meragukan merupakan perbuatan mulia.

Dari hadis riwayat Imam Muslim di atas, tersurat bahwa dengan menghindari perkara syubhat akan memberi dampak pada akhlak manusia. Dengan menghindari syubhat di akhirat ia akan menghindari manusia dari neraka dengan segala siksanya. Karena dengan menghindari syubhat manusia terhindar dari menzalimi dirinya dan manusia lainnya.

Islam mengharamkan merugikan orang lain, sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Ibnu Majah yang bersumber dari Ubadah bin Ash-Shamit, “Tidak boleh merugikan dan dirugikan.” Semoga bermanfaat!

Wa Allahu a'lam. (Muhammad Arif Fadhillah Lubis, SHI, MSI)
 http://waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=15822:menghindari-syubhat-&catid=80:lentera&Itemid=251

Baca juga: Penyakit Syubhat & Syahwat


No comments:

Post a Comment