23.5.11

Merayakan Harkitnas 20 Mei, Mewarisi Kebodohan Sejarah

Rasulullah Saw sebagai tauladan terbaik umat manusia sepanjang zaman mengatakan jika dalam melakukan sesuatu itu, manusia harus memahami terlebih dahulu apa yang akan dilakukan atau diperbuatnya. Istlahnya: “Fahmu qabla ‘amal” atau “Paham terlebih dahulu baru melakukan”. Ini merupakan prinsip yang harus diikuti oleh manusia yang oleh Allah Swt diberi akal, sehingga manusia bisa bepikir, memilah yang baik atau buruk, dan tidak melakukan sesuatu hanya karena latah atau berdalih “sudah tradisi”.

Akal-lah yang membedakan manusia dengan hewan. Dengan akal, manusia bisa berpikir. Beda dengan hewan yang hanya mengandalkan insting, sehingga semua yang dilakukan hewan sesungguhnya hanya merupakan pengulangan dari apa yang telah dilakukan hewan-hewan lainnya. Sebab itu, sangatlah tidak layak seorang manusia di dalam melakukan sesuatu hanya menyatakan “Sudah tradisi”. Karena yang namanya tradisi tentu ada yang bagus dan ada pula yang jelek.

Salah satu peringatan yang terus dipelihara sepanjang tahun oleh penguasa di negeri ini adalah Peringatan Hari Kebangkitan Nasional. Tidak dahulu tidak sekarang, pemerintah selalu saja mendengungkan jika tanggal 20 Mei, tanggal berdirinya organisasi priyayi Jawa Boedhi Oetomo tahun 1908, merupakan tonggak kebangkitan nasional. Padahal Boedhi Oetomo sama sekali tidak berhak mendapat tempat terhormat seperti itu. Mengapa?

Budi Utomo Tidak Punya Andil Dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

Adalah KH. Firdaus AN, mantan Ketua Majelis Syuro Syarikat Islam dalam bukunya “Syarikat Islam Bukan Budi Utomo: Meluruskan Sejarah Pergerakan Bangsa“, dengan tegas menulis jika Budi Utomo (BO) tidak punya andil dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. BO terdiri dari para pegawai negeri (ambtenaar) yang hidupnya tergantung pada uang penjajah Belanda. BO juga tidak turut mengantarkan bangsa ini ke pintu gerbang kemerdekaan, karena telah bubar pada tahun 1935. BO adalah organisasi sempit, lokal dan etnis sentris. Hanya bangsawan Jawa Tengah dan Madura yang boleh menjadi anggotanya, orang Sunda, Betawi, dan sebagainya dilarang masuk BO.

BO didirikan di Jakarta tanggal 20 Mei 1908 atas prakarsa para mahasiswa kedokteran STOVIA, Soetomo dan kawan-kawan. Di dalam rapat-rapat perkumpulan dan bahkan dalam penyusunan Anggaran Dasar Organisasi-pun BO tidak menggunakan bahasa Indonesia, melainkan bahasa Belanda. Dalam rapat-rapat, BO tidak pernah membahas tentang kesadaran berbangsa dan bernegara yang merdeka. Mereka hanya membahas bagaimana memperbaiki tarap hidup orang Jawa dan Madura di bawah pemerintahan Ratu Belanda.

Di dalam Pasal 2 Anggaran Dasar BO tertulis tentang tujuan organisasi yakni untuk menggalang kerjasama guna memajukan tanah dan bangsa Jawa dan Madura secara harmonis. Tujuan BO tersebut jelas bersifat Jawa-Madura sentris, sama sekali bukan kebangsaan.

BO juga memandang Islam sebagai batu sandungan bagi upaya mereka. Noto Soeroto, salah seorang tokoh BO, di dalam salah satu pidatonya tentang Gedachten van Kartini Alsrichtnoer voor de Indische Vereniging berkata: “ Agama Islam merupakan batu karang yang sangat berbahaya.... sebab itu soal agama harus disingkirkan, agar perahu kita tidak karam dalam gelombang kesulitan “.

Sebuah artikel di ”Suara Umum“, sebuah media massa milik BO di bawah asuhan Dr. Soetomo terbitan Surabaya, yang dikutip oleh Al-Ustadz A. Hassan dalam majalah “Al-Lisan “ terdapat tulisan berbunyi: “Digul lebih utama dari pada Mekkah, Buanglah Ka’bah dan jadikanlah Demak itu kamu punya kiblat.“ ( M.S. Al-Lisan Nomer 24, 1938)

Oleh karena sangat loyal pada penjajah Belanda, tidak ada seorang pun anggota BO yang ditangkap Belanda. Arah perjuangan BO yang tidak nasionalis, telah mengecewakan dua pendiri BO sendiri, yakni Dr. Soetomo dan Dr. Cipto Mangunkusumo, sehingga keduanya keluar dari BO.

Bukan itu saja, di belakang BO pun terdapat fakta yang mencengangkan. Ketua pertama BO yakni Raden Adipati Tirtokusumo, ternyata tokoh Freemasonry. Dia aktif di Loge Mataram sejak 1895. Sekretaris BO (1916) , Boediardjo, juga seorang mason yang mendirikan cabang sendiri dengan nama Mason Boediardjo. Buku “Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962”, karya Dr. Th. Stevens memuat fakta ini.

Peneliti Robert van Niels juga mengatakan, “Tanggal berdirinya Budi Utomo, sering disebut sebagai Hari Pergerakan Nasional atau Kebangkitan Nasional. Keduanya keliru, karena Budi Utomo hanya memajukan satu kelompok saja. Sedangkan kebangkitan Indonesia sudah dari dulu terjadi…Orang-orang Budi Utomo sangat erat dengan cara berpikir barat. Bagi dunia luar, organisasi Budi Utomo menunjukkan wajah barat. ” (Robert van Niels, Munculnya Elit Modern Indonesia, hal. 82-83).

Budi Utomo merupakan organisasi binaan Freemasonry yang menginduk kepada Yahudi Belanda. Pengkultusan terhadap Budi Utomo, dengan menisbatkannya sebagai organisasi pelopor kebangkitan Indonesia, merupakan hasil kerja Freemasonry dan Yahudi Belanda. Jadi, siapa pun yang dengan sadar memelihara pengkultusan ini—dengan salah satunya ikut-ikutan merayakan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei dengan sadar, padahal mereka tahu tentang sejarah yang sesungguhnya dari Budi Utomo ini—berarti telah ikut bergabung dengan barisan kaum Freemasonry dalam menyesatkan bangsa ini.

Berdirinya Syarikat Islam Jadikan Sebagai Harkitnas

Seharusnyalah peringatan Hari Kebangkitan Nasional bukan tanggal 20 Mei, namun tanggal 16 Oktober. Sejarah telah mencatat jika tiga tahun sebelum Budi Utomo berdiri, Syarikat Dagang Islam (yang kemudian berubah menjadi Syarikat Islam) didirikan, tepatnya pada 16 Oktober 1905.

Sangat beda dengan Budi Utomo, SI lebih nasionalis dan berterus terang ingin mencapai Indonesia yang merdeka. Keanggotaan SI terbuka bagi semua rakyat Indonesia yang mayoritas muslim. Sebab itu para pengurusnyapun terdiri dari berbagai macam suku dari seluruh Nusantara. SI bertujuan Islam Raya dan Indonesia Raya, bersifat nasional, Anggaran Dasarnya ditulis dalam Bahasa Indonesia, bersikap non-kooperatif dengan Belanda, dan ikut mengantarkan bangsa ini melewati pintu gerbang kemerdekaan.

Sejarawan Fred R. von der Mehden (1957: 34) dengan tegas mengatakan bahwa SI-lah organisasi politik nasional pertama di Indonesia. Der Mehden tidak sendirian, ada banyak sejarawan asing dan juga Indonesia yang dengan tegas menyatakan jika SI-lah organisasi nasionalis pertama. Sedangkan Budi Utomo bukanlah organisasi yang nasionalis.

Usaha untuk menjadikan SI (atau SDI) sebagai tonggak Harkitnas menggantikan kesalah-kaprahan sejarah selama ini, pernah diusulkan umat Islam kepada pemerintah. Pada Kongres Mubaligh Islam Indonesia di Medan (1956), umat Islam mengusulkan kepada pemerintah untuk menjadikan tanggal berdirinya SDI sebagai Harkitnas berdasarkan karakter dan arah perjuangan SDI. Namun sangat disayangkan, seruan ini tidak didengar pemerintah, bahkan sampai saat ini.

Akhir tahun 1980-an Indonesia katanya dilanda fenomena kebangkitan Islam dan saat ini sudah ada banyak orang yang mengaku sebagai tokoh Islam yang masuk ke lingkaran pusat pemerintahan, bahkan duduk dalam pos-pos strategis. Namun bukannya mewarnai pemerintahan, mereka malah terwarnai pemerintahan yang sampai hari ini masih saja mewarisi tradisi Yahudi Belanda. Bukannya meluruskan sejarah negeri Muslim terbesar di dunia ini, mereka malah ikut-ikutan latah memelihara warisannya Freemasonry Belanda ini. Jika untuk meluruskan sejarah yang kecil saja mereka tidak punya keberanian sebesar biji dzarrah sekali pun, maka apa lagi yang bisa kita harapkan dari mereka? [rz]

19.5.11

Makna Keamanan Yang Terasingkan: Diskriminasi Antara Tragedi Sukoharjo dan Pengibaran Bendera Zionis

Rabu, 18/05/2011 16:17 WIB

Menarik, itulah kata yang pas dilekatkan terhadap sekelompok warga Timika Papua. Tidak perlu repot mengatur perizinan seperti Unggun Dahana, sekelompok warga mampu mengibarkan bendera Zionis Israel, Jum’at, 13/05/2011, di Timika Papua.

Hebatnya, HUT Zionis Israel itu terjadi di depan mata Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo dan Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, yang tengah melakukan kunjungan anggota di Timika, Papua. Ya, dua institusi yang berhubungan dengan keamanan dan pertahanan Negara. Dua Institusi yang biasanya paling cepat menafsirkan kata subversif bagi Umat Muslim.

Adakah aksi pembubaran dan sikap represif Densus untuk menghalaunya? Tidak ada sama sekali. Anda bandingkan dengan sikap yang diterima dua saudara kita, Sigit dan Hendra, yang langsung ditembak mati walau belum ada bukti. Ironis

Sikap Diskriminatif Polri: Antitesis "Kehanifan" Anton Bahcrul Alam
Mabes Polri menampik bahwa Izin atau Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) dari kepolisian tidak ada, karena memang warga Jayapura yang berpawai keliling kota sembari mengibarkan bendera Israel sebelumnya tidak melaporkan kegiatannya ke kepolisian setempat.

Namun memang sekalipun aksi subversif itu sudah membentang di depan mata, toh juga tidak ada tindakan tegas bagi pengibar bendera itu. Mungkin dalam pikiran sekelompok warga Timika tersebut: Apalah daya melapor, jika nanti malah bermasalah. Lagi pula alangkah konyolnya jika ada orang ingin melakukan aksi subversif harus melapor ke institusi yang akan berlawanan dengan mereka. Itu sama saja dengan cari mati.

Polri pun melakukan upaya persuasif terhadap warga Timika. Menurut Kabid Penum, Boy Rafli Amar, upaya tersebut dilakukan untuk menghindari konflik antara Polisi dan warga. Namun entah mengapa pada kasus Sukoharjo, tidak ada upaya persuasif terhadap korban, apalagi klarifikasi. Tidak ada sikap baik-baik untuk menghindari konflik, yang terjadi adalah: tembak ditempat, hidup maupun mati. Sigit dan Hendra dua orang yang aktif memberantas maksiat di Kota Solo itu akhirnya meregang nyawa tanpa sempat mengklarifikasi tuduhan Polri terhadap mereka.

Pertanyaannya adalah kenapa perlakuan aparat keamanan menjadi begitu berbeda jika umat Islam yang melakoninya? Kenapa umat Islam yang mengibarkan panji Islam langsung dicap teroris, bengis, tak pancasilais, dan tuduhan lainnya yang tidak putus-putus.

Kenapa Umat Islam yang menyarakan perlawanan terhadap imperialisme Barat justru dituduh merancanakan aksi makar dan membahayakan NKRI? Padahal orang seperti Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, menurut pandangan penulis, adalah orang yang sangat “nasionalis” sekali karena dengan jerih upayanya mencoba menyelamatkan Indonesia dari murka Allah.

Kita juga bisa bandingkan aksi Ben Ketang yang (akhirnya) melaksanakan hari jadi Zionis Israel di Puncak, Sabtu, 14/05/2011. Apakah Ketang kemudian ditangkap dan diintegorasi layaknya teroris: “Siapa otak dibelakang anda? Darimana aliran dana anda? Dengan siapa anda bergerak?”

Dengan memakai logika Polri, apakah orang semacam Ketang ini juga tidak mengganggu kedaulatan NKRI? Padahal kita harus ingat, Zionis “laknatullah” Israel sendiri adalah negeri penjajah yang berlawanan dengan semangat preambule UUD 1945.

Namun, keadaannya kini berbalik, ya tepat saat Ben Ketang berduka cita di Puncak, saat bendera zionis Israel dikibarkan di Papua, di Sukoharjo, Solo, dua umat muslim yang (langsung) dituduh perusak telah meregang nyawa. Sigit dan Hendra ditembak saat ingin melaksanakan Shalat Shubuh: sebuah Ibadah yang justru dijamin oleh undang-undang yang mereka buat sendiri! (inilah.com/14/05/2011). Ironis.

Oleh karenanya, bagi penulis, alangkah naifnya hukum buatan manusia itu. Stigma ancaman bagi NKRI hanya menjadi paten bagi umat Islam, namun menjadi fleksibel bagi umat lainnya. Bahkan yang lebih menyakitkan lagi, Anton Bachrul Alam, selaku Kadiv humas Mabes Pori yang dikenal sebagai seorang muslim taat, soleh, hanif, sampai-sampai mengucapkan “Alhamdulillah” ketika saudara seIslamnya tewas ditembus timah panas Densus. (Konfrensi Pers, Minggu/15/05/2011). Naudzubillah min dzalik.

Padahal Allah jelas mengatakan bahwa tiap muslim adalah bersaudara, “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara” (Al-Hujurat: 10). Solidaritas Islam juga tidak mengenal jabatan, kuasa, nasab, dan tanah air. Islam disatukan antara sesama manusia yang berikrar dalam rangka menyembah Allah semata. Islam tidak mendahulukan “perintah atasan” dengan menafikan perintah Tuhan. Terlebih jika berbicara nyawa saudara seimannya.

Pertanyaannya adalah, apakah almarhum Sigit dan Hendra lebih bejat ketimbang koruptor, Gayus, Robert Tantular hingga harus dibunuh dengan keji di tengah istri dan keluarga. Apakah Sigit dan Hendra lebih bejat dari Ariel dan Luna Maya yang jelas-jelas merusak moral bangsa?

Apakah Sigit dan Hendra tidak punya rasa malu daripada Briptu Noorman yang jelas-jelas berciuman dengan bukan mahramnya? Apakah itu dilakukan Densus hanya karena Sigit dan Hendra tidak memakai Korps Bhayangkara di dadanya dan bertasbih hanya Allah yang ada dihatinya?

Padahal Allah jelas-jelas mengharamkan penghilangan nyawa seorang yang tak berdosa.

"Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan suatu (sebab) yang benar." (QS. Al-An'am:151).

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga telah bersabda, “Jauhilah oleh kalian tujuh perkara yang membinasakan! Kemudian ditanyakan, "Wahai Rasulullah, apakah tujuh perkara tersebut?” Maka beliau menyebutkan di antaranya adalah, "Menyekutukan Allah, sihir dan membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan cara yang hak." (HR. Bukhari dan Muslim).

"Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah, dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya). (Yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina.” (QS. al-Furqan: 68-70).

Lantas apakah arti bacaan Qur’an yang Anton Bachrul Alam serukan kepada para bawahannya saat menjadi Kapolda Jawa Timur? Sungguh penulis khawatir inikah yang pernah disinyalir oleh Ahmad Thompson, dalam bukunya Sistem Dajjal dimana hanya ada dua pilihan bagi seorang muslim yang duduk di sebuah lembaga dimana sistem Hukum Allah dinafikan: keluar, karena sistem itu tidak compatible dengan dirinya yang mengusung ideologi Islam, atau secara perlahan beradaptasi dengan sistem sekular karena tak tahan godaan!

Kita tentu berharap Anton Bahrul Alam tidak masuk ke golongan kedua. Maka itu, pas-lah hadis Rasulullah SAW untuk menjadi renungan bagi beliau dan umat muslim yang ada di lembaga hukum buatan manusia yang tengah menjalani fitnah berupa jabatan.

"Bersegeralah beramal sebelum datangnya rangkaian fitnah seperti sepenggalan malam yang gelap gulita, seorang laki-laki di waktu pagi mukmin dan di waktu sore telah kafir, dan di waktu sore beriman dan pagi menjadi kafir, ia menjual agamanya dengan kesenangan dunia." (HR. Ahmad No. 8493)

Untuk Sigit Tidak Perlu Klarifikasi, Tapi Untuk Ben Ketang Perlu
Memang Mabes Polri merilis video tentang pelatihan Sigit dan Kawan-kawan, namun dengan track record rekayasa yang kerap dibuat Polri, tentu umat sudah muak dan tidak lagi percaya atas kandungan kebenaran terhadap berita yang dibawanya. Tidak hanya disudutkan dengan terorisme, tragedi Sukoharjo pun penuh dengan pembunuhan karakter. Ia tak ubahnya sinetron-sinetron yang pernah diproduseri Densus sebelumnya: dilakukan saat hari libur, diceritakan keluarga pelaku tertutup, dan segenap tuduhan ganjil bernuansa personal.

Perihal, dua pucuk senjata laras panjang yang dibawa Densus dalam penggeledahan paksa di rumah orang tua Sigit di Kampung Brondongan, Kelurahan Serengan, ternyata hanyalah senapan angin. Senapan itu adalah milik Winarto, ayah Sigit, yang digunakan untuk berburu burung.

Sigit juga difitnah menyimpan bubuk hitam sebagai mesiu. Padahal serbuk hitam yang juga diambil dari rumah tersebut juga bukan bahan bom, tapi hanyalah bubuk untuk hiasan atau paesan pengantin.

Tidak hanya itu, Sigit pun difitnah menyukai film Porno dengan mengacu kepada kepingan VCD porno yang ditemukan di kamar almarhum. Padahal setelah dicek lebih jauh, VCD porno itu adalah milik sang adik yang sengaja disembunyikan sang ayah agar tak dilihat adik Sigit. Tapi, saat penggeledahan, barang itu ikut dibawa Densus dan dinyatakan sebagai VCD sitaan milik Sigit. Astaghfirullah Al Adzim.

Apakah ini kemudian ini dijelaskan dan diklarifikasi lebih jauh oleh Polri? Tentu tidak. Hal ini menjadi berbeda dengan kasus Ben Ketang yang melaksanakan HUT Zionis Israel di Puncak. Polri, saat diwakili oleh Anton Bachrul Alam, justru menunggu klarifikasi dan laporan terdahulu. "Kita belum ada laporan. Kita masih mengecek dan mencari panitianya," kata Anton Bachrul Alam saat dihubungi detikcom, Senin (16/5/2011).

Lalu bagaimana jika acaranya sudah berlangsung? "Nanti kita cek dulu (apa benar ada atau tidak)," kilah Anton. Apakah akan dipanggil pihak penyelenggara? "Tentu kita lihat dulu. Nanti kita lihat apakah ada pasal pelanggarannya," tambah lulusan Akpol 1980 ini.

Kita bisa bayangkan sikap berbeda Polri terhadap almarhum Sigit dan Hendra. Tidak perlu menunggi izin, Densus dengan cepat bergerak. Tidak perlu ada laporan, rumah dengan cepat disambangi. Sigit dan Hendra langsung “ditembak” ingin merencanakan aksi peledakan di kantor Mabes Polri.

Fase Mulkan Jabariyan dan Makna Keamanan Yang Terasingkan
Menurut, Syaikh Dr Muhammad Musa Alu Nashr, stabilitas keamanan dalam Islam sangat erat hubungannya dengan keimanan. Ketika keimanan lenyap, niscaya keamanan akan tergoncang. Dua unsur ini saling mendukung, karena itu Allah berfirman. "Artinya: Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan dengan kezhaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan, dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk" [Al-An'am : 82]

Namun ditengah fase Mulkan Jabariyan yang tengah kita geluti ini, makna keamanan hakiki sudah menjadi kabur. Aman dalam versi Islam belum tentu aman dalam timbangan sekularisme. Negara dengan sistem penghambaan terhadap demokrasi, melihat terkikisnya Iman bukan sebagai hal yang mengancam. Ia juga tidak terusik ketika kemaksiatan dan musuh-musuh Islam mulai merajalela.

Makanya ketika ada segolongan umat menyeru pemberlakuan Islam secara kaffah akan dinilai masyrakat sebagai hal yang berbahaya menjurus aneh. Istilah aman yang dibawa umat muslim justru sangat asing bagi masyarakat yang terinflitrasi millah "Mulkan Jabariyan". Inilah yang pernah dikatakan oleh Rasulullah SAW.

"Islam dimulai dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka thuuba (beruntunglah) orang-orang yang asing.” (HR Muslim).

Selanjutnya, aman dalam versi negara dimana tidak tegaknya hukum Allah hanya dilihat dari nominal sandang, papan, pangan, dan yang lebih utama pesanan Negara paman sam, Amerika, berupa stabilitasnya iklim demokrasi di Negara itu.

Makanya, televisi-televisi di Negara sekular akan sangat bernafsu menyiarkan pergelaran pemilihan umum maupun pilkada sebagai jalan baru meretas kehidupan baru. Mereka juga akan panik sekali jika ekonomi keuangan dunia terguncang sampai-sampai tak jarang kita mendengar ucapan daripada masyarakat: yang penting masyarakat bisa makan, masa bodoh dengan sistemnya.

Inilah yang pernah disinyalir Muhammad Quthb dalam bukunya “Ma’rakaah At Taqaaliid” sebagai benturan peradaban yang menghancurkan Islam. Pasca runtuhnya Khilafah dan lenyapnya ideologi Iman, Umat Islam terputus pada akar ajarannya. Ia mencari-cari millah baru dan dan norma baru yang sengaja ditampilkan Imperialisme Barat untuk menipu. Menurut Muhammad Quthb, umat Islam baru kemudian akan terbangun dari lelapnya ketika ia sadar telah terjajah oleh kekuatan asing.

Namun persoalannya, seperti juga disinyalir Muhammad Quthb, takni apakah Umat muslim akan sadar bahwa mereka sedang diombang ambilng oleh kepalsuan? Dan mau sadar untuk berubah?

Kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk ke lubang biawak pun kamu ikut memasukinya.” Para sahabat lantas bertanya, "Apakah yang anda maksud orang-orang Yahudi dan Nasrani, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Siapa lagi (kalau bukan mereka)?" (HR Bukhary). (pz)

http://www.eramuslim.com/berita/analisa/sikap-diskriminatif-polri-dan-makna-keamanan-yang-terasingkan-perbandingan-antara-tragedi-sukoharjo-dan-pengibaran-bendera-zionis.htm

16.5.11

Dr. Ali Selman Benoit, "Islam, Satu-Satunya Agama untuk Umat Manusia"

Dokter Ali Selman Benoit lahir dari keluarga penganut Katolik di Prancis. Sebelum mengenal Islam, ia sudah meyakini bahwa tidak ada tuhan selain Allah, keyakinan yang kemudian ia ketahui sebagai kalimat La ilah illa 'Allah dan yang kemudian ia ketahui ada dalam kitab suci Al-Quran Surat Al-Ikhlas, ayat 1-4.

Tapi dogma dan ritual agama Kristen Katolik yang dianutnya saat itu, tidak membuatnya merasakan kehadiran Tuhan. Apalagi, ia kemudian memilih profesi sebagai dokter medis. Latar belakang pendidikan yang menuntutnya selalu berpikir ilmiah dan sikap skeptisnya terhadap ajaran Kristen, membuat Benoit sulit menerika konsep Trinitas dalam Kristen, dan sebagai konsekuensinya ia meragukan ketuhanan Yesus Kristus.

Benoit menyatakan, kita suci Al-Quran yang berperan penting dalam keislamannya. Ia mengaku mempelajari isi Al-Quran terlebih dulu sebelum memutuskan masuk Islam. Buku berjudul "Le Phenomene Coranique" karya Malik Bennabi yang banyak mempengaruhinya untuk lebih jauh mengenal Islam lewat Al-Quran.

"Saya berhutang banyak dari buku ini. Buku inilah yang berhasil meyakin saya tentang kebenaran isi Al-Quran. Al-Quran sudah ada sejak belasan abad yang lalu, dan isinya mengungkapkan banyak hal yang sama dengan apa yang diteliti oleh para ilmuwan di abad modern ini. Hal inilah yang meyakinkan saya pada Al-Quran dan pada kalimat kedua syahadat bahwa Muhammad adalah utusan Allah," ujar Benoit menceritakan perihal keislamannya.

Selain itu, banyak hal lain yang membuat Benoit memutuskan untuk tunduk dan taat pada agama Islam. Ia menilai ajaran lebih bisa diterima oleh akal, dibandingkan ajaran Kristen pada umumnya, dan Katolik pada khususnya. Misalnya, sejak awal, Benoit menolak menerima klaim para pendeta Kristen bahwa tuhan Yesus akan menebus dosa-dosa manusia. Ia juga tidak percaya dengan komunion, ritual membagikan potongan roti dalam misa keagamaan, yang menurut Benoit lebih lebih mirip dengn praktek penyembahan berhala pada masa masyarakat primitif.

"Itulah alasan saya memilih Islam. Tanggal 20 Februari 1953, di sebuah masjid di Paris, saya mendeklarasikan diri saya masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. Seorang Mufti di masjid itu mendata saya sebagai seorang muslim dan memberi nama tambahan 'Ali Selman'" tutur Ali Selman Benoit.

"Saya sangat bahagia dengan agama baru saya. Buat saya, Islam adalah satu-satunya agama yang sesuai dengan kehidupan umat manusia, dan sekali lagi saya tegaskan bahwa 'Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah'" tandasnya. (ln/DI)

Ketahuilah, Ikatan Islam Bukan Ikatan Darah, Nasab, dan Bangsa

oleh Sayyid Quthb
Marilah rehat sejenak pada kisah Nuh alaihis salam. Nuh alaihis salam dan putranya yang bukan anggota keluarganya! Peristiwa ini merupakan rambu yang jelas dan terang benderang tentang tabiat aqidah Islam, dan aturan garis pergerakannya. Gambaran dari Allah Ta'ala tentang keluarga ayah dan anak, yang berpisah karena perbedaan aqidah.

وَأُوحِيَ إِلَى نُوحٍ أَنَّهُ لَن يُؤْمِنَ مِن قَوْمِكَ إِلاَّ مَن قَدْ آمَنَ فَلاَ تَبْتَئِسْ بِمَا كَانُواْ يَفْعَلُونَ ﴿٣٦﴾
وَاصْنَعِ الْفُلْكَ بِأَعْيُنِنَا وَوَحْيِنَا وَلاَ تُخَاطِبْنِي فِي الَّذِينَ ظَلَمُواْ إِنَّهُم مُّغْرَقُونَ ﴿٣٧﴾
"Dan di wahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di antara kamu, kecuali orang yang telah beriman (saja). Karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan. Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang zalim itu. Sesungguhnya, mereka itu akan ditenggelamkan". (QS : Hud : 36-37)

حَتَّى إِذَا جَاء أَمْرُنَا وَفَارَ التَّنُّورُ قُلْنَا احْمِلْ فِيهَا مِن كُلٍّ زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ وَأَهْلَكَ إِلاَّ مَن سَبَقَ عَلَيْهِ الْقَوْلُ وَمَنْ آمَنَ وَمَا آمَنَ مَعَهُ إِلاَّ قَلِيلٌ
"Hingga apabila peirntah Kami datang dan dapur telah memancarkan air, Kami berfirman : "Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang-orang terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman, "Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit". (QS : Hud : 40)

وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ كَالْجِبَالِ وَنَادَى نُوحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَا بُنَيَّ ارْكَب مَّعَنَا وَلاَ تَكُن مَّعَ الْكَافِرِينَ ﴿٤٢﴾
قَالَ سَآوِي إِلَى جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاء قَالَ لاَ عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللّهِ إِلاَّ مَن رَّحِمَ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ ﴿٤٣﴾
"Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung Dan Nuh memanggil anaknya, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang kafir! Anaknya menjawab : 'Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah! Nuh berkata : 'Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang. 'Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya. Maka adilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan". (QS : Hud : 42-43)

وَنَادَى نُوحٌ رَّبَّهُ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابُنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ ﴿٤٥﴾
قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلاَ تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّي أَعِظُكَ أَن تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ ﴿٤٦﴾
قَالَ رَبِّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَسْأَلَكَ مَا لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ وَإِلاَّ تَغْفِرْ لِي وَتَرْحَمْنِي أَكُن مِّنَ الْخَاسِرِينَ ﴿٤٧﴾
"Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata : 'Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya' Allah berfirman : 'Hai Nuh, sesungguhnya ia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatannya) perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakikatnya).Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan. 'Nuh berkata, 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakikatnya), dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi". (QS : Hud : 45-47)

Sesungguhnya ikatan yang mengikat orang-orang dalam agama ini adlah ikatan yang khas yang menjadi keistimewaan agama ini, dan ia terkait dengan pandangan, misi, dimensi, dan tujuan yang hanya dimiliki manhaj rabbani yang mulia ini.

Ikatan agama ini (Islam) bukan ikatan datah, nasab, dan bukan ikatan tanah air dan bangsa, bukan ikatan kaum dan warga, bukan ikatan warna kulit, dan bahasa, bukan ikatan ras dan suku, juga bukan ikatan profesi dan status sosial. Sesungguhnya semua ikatan ini, tanpa terkecuali, kdang terjalin, lalu terputus hubungan antara individu-individunya, seperti yang difirmankan Allah Subhanahu wata'ala kepada hamba-Nya, Nuh alaihis salam kala ia berseru, "Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku". Dia berfirman kepadanya :"Hai Nuh, sesungguhnya ia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), "Kemudian Dia menjelaskan mengapa putranya menjadi bukan putranya, "Sesungguhnya (perbuatannya perbuatan yang tidak baik. "Ikatan iman telah terputus antara kalin berdua wahai Nuh. "Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tiak mengetahui (hakikatnya). "Engkau mengiranya sebagai anakmu, tetapi prasangkamu ini keliru. Hakikat sebenarnya yang meyakinkah adalah ia bukan termasu keluargamu, meskipun ia adalah anakmu dari tulang sulbimu!

Ini adalah rambu jalan yang terang dan jelas, saat manusia dipersimpangan jalan, ia menjelaskan sudut agama ini terhadap rgam tali ikatan. Ia menjelaskan sudut-sudut pandang jahiliyah yang kejahiliyahan-kejahiliyahannya menjadikan ikatan, kadang dari darah dan nasab, kadang dari tanah air, kadang bangsa, kadang kaum, kadang dari warna kulit, dan kadang bahasa, kdadang dari ras dan suku, dan kadang dari profesi dan status sosial. Kadang dari kepentingan-kepentingan bersama, sejarah bersama, atau masa depan bersama, kesemuanya adalah konsep jahiliyah - baik yang bersatu maupun yang bercerai - yang bertentangan secara diametral dengan konsep Islam!

Manhaj Rabbani yang orisil - yang mengejawantah (nyata) dalam al-Qur'an dan dalam petunjuk-petunjuk Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam yang merupakan petunjuk ke sesuatu yang paling benar dan mendidik umat Islam dengan landasan utama dan rambu yang terang di persimpangan jalan ini.

Perumpamaan yang digunakan al-Qur'an dalam kisah Nuh alaihis sallam da anaknya - kisah yang sangat luar biasa yang mempunyai ikaktan emosional, tetapi Nuh alaihis sallam tetap dilarang oleh Allah Ta'ala, karena anaknya tetap menolak beriman. Kisah Nuh alaihis sallam dengan anaknya menerangkan beragam hubungan dan ikatan jahiliyah yang lainnya.

Tidak ada ikatan yang benar (haq) kecuali ikatan yang berdasarkan aqidah Islam. Sedang ikatan-ikatan dan hubungan lainnya, hanyalah paham jahiliyah. Kaum Muslimin harus meninggalkan semua ikatan dan hubungan yang bersifat jahiliyah itu. Wallahu'alam.

Kenalilah Esensi Ajaran Pemisahan Negara dengan Agama

oleh Buya Hamka


Trudeu menulis dalam bukunya, "Bangsa Yang Terkurung", bahwa asal usul keluar gagasan, "Pemisahan Negara Dengan Gereja", ini dari kalangan Katholik Jerman. Sesudah mereka melihat kemenangan kaum Protestan dalam percaturan politik.

Kaum Katholik memperjuangkan pemisahan itu, karena takut kalau-kalau kemenangan mayoritas Protestan itu akan menindas hak minoritas Katholik. Juga kita mengetahui betapa dahsyatnya peperangan yang terjadi antara Protestan dan Katholik, seperti yang terjadi di Irlandia, yang berlangsung berpuluh tahun. Bahkan, peperangan antara Protestan-Katholik itu, sampai membawa raja mereka masing-masing. Kedua agama itu, pengikutnya antara Protestan - Katholik, saling menghancurkan.

Peperangan antara kedua agama itu, baru berhenti sesudah berlangsung selama 30 tahun, sesudah adanya perdamaian Westfalia di tahun 1810, dan kemudian dilanjutkan lagi dengan Convenrentie Weenen sesudah jatuhnya Napoleon.

Esensi perjanjian Westfalia itu, antara lain:
Pertama, persamaan hak antara kerajaan - kerajaan Eropa, baik dari penganut Katholik atau pun Protestan.
Kedua, hapuskan pengaruh Paus dari negara. Sehingga, bebaslah negara-negara itu melakukan tindakan sendiri, baik menentukan agamanya atau menentukan kebijakan politiknya.

Dalam pejanjian itu ditekankan bahwa "Hak-hak Persamaan", ini hanya terdapat antara kerajaan - kerajaan Kristen saja.

Sementara itu, terhadap kerajaan-kerajaan Islam, terutama seperti Kerajaan Ostmasni di Istambul, Kerajaan Islam yang merdeka di Maroko, tidak masuk dalam hal itu. Pendeknya dipandang tidak ada. Malahan dipandang sebagia objek yang akan dibagi-bagi.

Sementara itu, Convenrentie Weenen adalah atas undangan Paus sendiri. Dua hasil yang paling pokok dari Konferensi itu :
Pertama, perseimbangan kekuatan Eropa.
Kedua, "Sumpah Suci". Maksudnya ialah memperkokoh seni akhlak Nasrani ke dalam dan keluar. Kedalam ialah dengan memperkuat masing-masing pemerintahan negara. Keluar, memperkokoh hubungan diplomasi dan secara rahasia menyatukan siasat dalam menghadapi Turki Islam!

Lodewiyck XVIII langsung memasuki Persekutuan itu, dan dengan kembalinya kelaurga Bourbon menduduki Takhta Kerajaan Perancis dan hancurnya kekaisaran Napoleon.

Belumlah lagi, Kristen sebagai agama ditolak, baik di Eropa maupun di Amerika. Beberapa negara Eropa masih saja menuliskan undang-undang dasarnya tentang agamanya yang resmi. Katholik ataupun Protestan.

Protestan dari kalangan Lutheran atau Calvinist. Kepala Negara atau Raja masi tetap disebut pembela agama, atau memerintah atas "Kehendak Tuhan". Agma sebagai sumber moral belum pernah mereka tolak. Yang mereka tolak hanyalah Kekuasaan Paus se bagai Daulat Yang Maha Tinggi, Pemegang Kunci Surga. Atau yang mereka tolak ialah campur tangan golongan pendeta di setiap negara.

Salah satu yang direvolusikan oleh Perancis terhadap Kerajaan Dynasti Bourbon ialah Perdana Menteri seorang Kardinal. Dan dari waktu itu pulalah terdengar propaganda harus ada "toleransi", karena perbedaan agama. Karena ketika itu kebencian memuncak diantara Protestan dan Katholik msih sangat dirasakan. Sampai terjadi perang antara pengikut Protestan dan Katholik di Irlandia, yang berlangsung dalam waktu yang panjang.

Para ahli fikir dan ahli-ahli negara merekapun masih berpendapat dalam bentuk Kristen yang sekarang, adalah agama moral, bukan agama yang mengandung syari'at.

Selanjutnya, dalam perkembangannya, gagasan "Pemisahan Negara dengan Gereja", (bukan dengan agama), kitapun dapat menyaksikan bagaimana kegiatan Negara-negara Barat itu menyebarkan agamanya ke negeri-negeri Muslim yang mereka jajah atau mereka pengaruhi.

Begitulah di semua negeri, dahulu di zaman penjajahan, dan sekarang setelah negeri-negeri itu merdeka, usaha pengkristenan itu lebih berlipat ganda lagi.

Di luar dikampanyekan : "Tirulah kami!". Pisahkan agamau dengan negaramu! Menurut mereka menyebarkan agama Kristen ke negeri-negeri Muslim , adalah "Mission Sacre" (Kewajiban Rohani) yang sangat luhur.

Sedang di dalam negara mereka, mereka menuliskan : "Pemisahan Negara dengan Gereja."

Ajaran yang bathil itu sekarang mau dicangkokkan kepada kaum Muslimin di negeri-negeri Muslim dengan kekuatan mereka. Wallahlu'alam.

Banyak Baca Banyak Tahu! Sedikit Baca Sedikit Tahu (sedikit bingung)!

Tentang NII...
http://www.hidayatullah.com/topikpilihan.php?topikid=16

http://www.eramuslim.com/suara-kita/dialog/intelijen-dalam-gerakan-islam.htm
http://www.eramuslim.com/suara-kita/dialog/rekayasa-pembusukan-umat-islam.htm
http://www.eramuslim.com/nasihat-ulama/kenalilah-esensi-ajaran-pemisahan-agama.htm

http://www.eramuslim.com/editorial/terbongkarnya-kedok-mereka.htm
http://www.eramuslim.com/suara-kita/dialog/pesan-usamah-bin-laden-dan-perjuangan-palestina.htm

http://www.eramuslim.com/nasihat-ulama/ketahuilah-ikatan-islam-bukan-ikatan-darah-dan-nasab.htm



kunjungi...
EraMuslim
Hidayatullah

Suamiku Poligami

http://www.eramuslim.com/oase-iman/ummu-mufais-poligami-oh-poligami.htm

Oleh Ummu Mufais

Poligami.. ooh.. poligami, kata itu terdengar tidak asing lagi. Namun, bagi yang belum siap di poligami jadi membuat merah telinganya. Mengapa demikian? Karena kebanyakan para suami yang sudah kebelet ingin poligami, tidak memperhatikan rambu-rambu yang baik dalam rumah tangga. Kadang sering berperilaku aneh, dan curang, bahkan berani berbohong.

Hari itu ada cerita yang membuat sedih hati, miris mendengarnya, malah kadang seperti mimpi di siang bolong. Teman saya yang sudah belasan tahun menikah dan punya anak yang sudah besar-besar, hendak menuntut cerei suaminya, karena dia merasa tidak di hargai keberadaannya, ketika dia mengetahui suaminya sudah menikah lagi, bahkan kebohongan suaminya itu sudah satu tahun lamanya.

Apa gerangan yang terjadi dengan poligami? Mengapa orang-orang sholeh yang menjadi panutan, justru malah mencoreng dirinya dengan perbuatan yang kurang ahsan (baik)? Mereka mengorbankan rumah tangga mereka demi mengejar ambisi yang belum tentu sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW. Poligami itu sunnah-kan bukan wajib?

Wajib mana antara poligami dengan menjaga ketentraman rumah tangga?

Bila poligami dikerjakan, rumah tangga yang dibina belasan tahun bahkan puluhan tahun, jadi hancur berantakan.

Namun bila tidak berpoligami alias menahan nafsu dari keinginan itu, rumah tangga di jaga dengan baik, dakwah lancar dan pikiran tenang.

Sudah banyak contohnya, apa lagi yang belum lama terjadi, da´i kondang yang menjadi panutan masyarakat, dengan keluarganya yang sakinah, karena terbawa ambisi dengan poligami. Namun beliau 'belum mampu' untuk melaksanakannya dengan baik, maka rumah tangganya jadi 'berantakan', dan beliau harus berpisah dengan istri pertamanya.

Sekarang mana yang lebih baik. Poligami atau menjaga keutuhan rumah tangga?

Jangan salahkan poligami-nya, tapi salahkan pelakunya yang belum siap, tapi memaksakan diri.

Saya rasa bukan begini yang diinginkan oleh Rasulullah SAW, beliau SAW pun akan sedih bila mengetahui hal ini, gara-gara ingin mengikuti sunnah, hancur semua yang sudah dibina belasan tahun, hancur sudah sang penerus dakwah ini, dan perceraian yang dibenci oleh Allah SWT, menjadi halal, walaupun dalam hadist Rasulullah SAW bersabda :

Dari Umar, ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesuatu yang halal tapi dibenci Allah adalah perceraian.” (HR. Abu Daud dan Hakim)

Halal bukan berarti dibolehkan begitu saja dikerjakan, halal dengan kata lain, bila rumah tangga yang dibina selalu dalam pertengkaran dan sudah banyak mudhorot-nya, maka jalan cerai itu menjadi halal dan dibenarkan. Allah pun tidak suka melihat seorang hamba-Nya teraniaya.

Misalkan teraniaya hatinya, sedih yang berkepanjangan, stres dan bahkan sampai sakit yang berlebihan menimpa si istri yang memang belum siap di-poligami, maka hal itu di bolehkan, untuk menyelamatkan seorang ibu, yang harus terus mendidik anak-anaknya.

Mungkin dengan bercerei maka si istri bisa berkonsentrasi dengan satu hal saja, yaitu mendidik anak-anak lebih baik lagi, sebagai penerus dakwah, dan tidak lagi memikirkan sakit hatinya yang telah diduakan dan 'merasa tidak dihargai' oleh suaminya.

Mengapa kini poligami menjadi terdengar mengerikan, bahkan para ibu rumah tangga sekarang banyak yang menjadi 'parno' alias 'para noit', atau jadi takut mendengar kata poligami, jangan disamakan para ummahat sekarang dengan ummahatul mu´minin. Jangan!!!

Kenapa? Zaman sudah berbeda kawan. Apakah para suami juga mau disamakan seperti Nabi Shallahu alaihi wa sallam? Beliau Shallahu alaihi wa sallam ber-poligami, tapi kelakuannya baik sekali. Tidak mengecewakan dan sangat menghargai istri-istrinya.

Wahai para suami yang sholeh kenalilah istri-istrimu dengan baik, pahami dan cintai dengan sepenuh jiwa, jangan disakiti, jangan dihinakan, jangan dikhianati cintanya dan jangan dibiarkan sampai keluar jalur.

Wahai para suami yang sholeh, bimbinglah istri-istrimu dengan cara yang ahsan, agar kau dapat menjalani keinginanmu dengan cara baik dan bijak, ingat poligami bukan sekedar penyaluran syahwat, yang berlebih.

Karena kebanyakkan para lelaki mengibaratkan, bahwa lelaki itu memiliki nafsu yang berlebih, jadi perlu penyaluran tempat yang banyak atau lebih dari satu, naudzubillahi minzalik.

Saya membaca dalam al-Qur´anul karim, tidak ada Allah menuliskan hal itu. Karena kewajiban poligami itu dikatakan bagi yang mampu dan dapat berbuat adil. Syaratnya pun tidak sembarang saja, siapa saja yang baik dinikahi, tidak seenaknya saja, misalkan memilih yang lebih cantik dan lebih seksi dari istri pertama, atau kembali ke mantan pacar.

Wah, kalau begitu tujuan utamanya saja sudah salah, bagaimana mendapat ridho Allah, istri pun pasti merasa dilecehkan, waktu susah sama-sama, istri masih muda disanjung-sanjung, tapi sudah senang cari yang baru, istri makin tua, dilupakan.

Apakah anda senang wahai para suami, melihat orang yang selama ini bersama anda, menolong kesuksesana anda, menjaga aib anda, dan bahkan makan-tidur anda selama bertahun-tahun lamanya, sejak awal susah hingga anda sukses dan melahirkan anak-anak anda, dengan ikhlas bangun malam menjaga amanah dari Allah SWT, kini orang dekat anda itu menangis.

Memohon agar anda tidak dulu menduakannya, karena dia belum siap. Namun anda tidak memperdulikannya, apakah tidak sebaiknya anda menunda dahulu agar sang istri siap dunia akhirat untuk di poligami, yang dengan tujuan karena Allah SWT, apakah anda tidak sebaiknya membimbingnya dulu agar istri anda dapat menjadi panutan para ummahat yang lain?

Apakah anda tidak sadar, bila anda berani menyakiti istri anda, berarti anda juga sudah menyakiti orang tuanya yang sudah melahirkannya, saudara-saudaranya, bahkan Allah SWT yang menciptakannya.

Melihat situasi seperti ini, mengapa poligami harus dipaksakan, poligami toh, bukan karena nafsu kan, tujuannya karena hendak menolong kan, lantas apakah anda lebih mendahulukan menolong orang lain, dari pada menolong istri anda yang saat anda utarakan niat anda tiba-tiba istri anda menjadi ling-lung dan stres dikarenakan ketidaksiapannya, mengapa anda tidak menolong rumah tangga anda dulu saja, yang sudah anda bina belasan tahun.

Poligami itu-kan menyatukan dua wanita atau lebih, menjadi saudara, dan saling membimbing serta menasehati, hidup rukun dan tidak ada percekcokan, bukankah begitu yang diajarkan Baginda Rasullullah saw, tapi mengapa ketika poligami terjadi, istri pertama dilepas atau malah istri pertama menggugat cerei, apakah ini yang dinamakan poligami, kalau kayak begini namanya bukan poligami dong, melainkan menukar istri yang lama dengan yang baru, kayak beli sepatu saja ya.

Rasulullah SAW amat sangat menghargai istri-istrinya, bahkan Siti Khadijah yang sudah wafat pun amat sangat Beliau SAW hargai dan sayangi, sampai-sampai beliau berkata pada Aisyah yang cemburu ketika Rasullullah SAWsering menyebutkan nama Khodijah, bahwa Khadijah adalah istri yang sangat beliau sayangi dan tidak tergantikan, seperti dalam hadist yang berbunyi:

Dari Aisyah radhiyallahu anha pernah berkata,

Aku tidak pernah cemburu terhadap wanita seperti kecemburuanku terhadap Khadijah, karena Nabi Shalallahu alaihi wassalam seringkali menyebut namanya. Suatu hari beliau juga menyebut namanya, lalu aku berkata, 'Apa yang engkau lakukan terhadap wanita tua yang merah kedua sudut mulutnya? Padahal Allah telah memberikan ganti yang lebih baik darinya kepadamu'. Beliau bersabda, 'Demi Allah, Allah tidak memberikan ganti yang lebih baik darinya kepadaku'.” (HR. Bukhari)

Betapa amat sangat menghargai dan cintanya Rasulullah SAW pada Siti khadijah, karena beliau sadar, tanpa peran dan pengorbanan yang diberikah oleh Khadijah selama dalam dakwahnya itu, maka dakwah yang pertama kali beliau lancarkan tidak akan sempurna, dan Siti Khodijahlah yang pertama kali beriman kepada Rasulullah SAW, serta menjaga Rosulullah di setiap saat, dari Khodjah pulalah Rosulullah mendapatkan keturunan.

Nah, bagaimanakah dengan anda wahai para suami yang budiman, adakah anda sadar apa yang telah anda lakukan selama ini, sudahkah anda membimbing istri anda dengan baik, jangan ada kebohongan dalam melaksanakan yang hak, karena kebohongan akan membawa trauma dan mempersulit keadaan.

Kebanyakan para suami terlupa akan tugas utamanya dalam rumah tangga, bila sudah tak tahan ingin melakukan poligami. Apapun akan dia lakukan, agar misinya berhasil, nikah diam-diam itu senjata utama, dan untuk berbagi waktu maka di gunakan alasan tugas kantor, atau si wanita yang berpura-pura tidak tahulah bahwa calon suaminya itu sudah berumah tangga, maka dia terima lamarannya, dan menikah.

Satu alasan yang tidak masuk akal, memang poligami bagi para suami dibolehkan, dan tidak diwajibkan untuk izin pada istri, namun secara ahsan dan akhlaq yang baik, apakah tidak diutamakan kejujuran dan mendiskusikan, apakah selama ini istrinya yang senantiasa setia disampingnya hanya jadi seonggok daging tak bernyawa, ketika sang suami ada keinginan untuk menikah lagi.

Cobalah pikirkan dengan kepala dingin dan mata terbuka lebar, wahai suami yang sholeh. Jangan sampai anda yang tadinya jadi panutan, gara-gara poligami jadi runutan dan cemoohan, anda yang dulunya mengutamakan kejujuran, gara-gara poligami jadi menghalalkan kebohongan, anda yang sangat menjaga kata-kata dengan baik, gara-gara hendak berpoligami kata-kata anda jadi kasar dan menyakitkan.

Pikirkan dulu dengan matang jangan sampai menyesal di kemudian hari, anda-kan tidak mungkin menukar keluarga anda dengan keluarga yang baru, sayangkan keluarga yang telah anda bina puluhan tahun, dengan anak-anak yang jadi penerus dakwah anda, kini putus di tengah jalan, hanya karena nafsu dan kesombongan anda yang tidak terkendali.

Syurga yang anda cari justru neraka yang anda dapat, di dunia saja anda sudah sensara karena perbuatan anda sendiri, apalagi di akhirat nanti, mau kemana anda berlari, bila yang hak saja sudah anda langgar, karena menyakiti istri, membuat hidup tak tenang, poligami pun tak bermanfaat, dakwah anda jadi terbengkalai, anak-anak anda pun menjadi pemurung dan menjauh dari keramaian.

Wallahu´alam bishawab.

Semoga bisa menjadi hikmah dan pelajaran yang baik buat para suami yang hendak berpoligami.

Saya Bangga Jadi Muslim

Sabtu, 14 Mei 2011
SAYA lahir dari keluarga Hindu. Ayah saya dari Bali, sedangkan ibu Banyuwangi. Keduanya seorang guru. Sejak kecil, keluarga tinggal di Banyuwangi. Karena tinggal di daerah muslim, setiap hari saya bergaul dengan teman-teman muslim. Anehnya, saya justru merasa nyaman dan senang berada di tengah-tengah mereka.

Meski beragama Hindu, tapi sejak kecil saya merasa tidak diajarkan banyak hal tentang agama saya. Beda halnya dengan teman saya yang Muslim. Ketika SD, mereka sudah hafal berbagai doa sehari-hari. Mereka juga tiap hari melakukan ibadah lima waktu. Yang membuat saya lebih tertarik lagi, perempuannya mengenakan kerudung. Terlihat begitu anggun dan sopan. Hal itu membuat saya iri.

Suatu kali, di Bali sedang ramai berita bom. Islam kala itu dihujat habis-habisan. Tak sedikit yang mengatakan Islam agama “radikal” dan “teroris”. Karena itu, banyak orang yang takut Islam. Tapi, saya tidak demikian. Bagi saya, para turis itulah yang “teroris moral”. Mereka datang ke Bali dan hanya mengenakan two piece saja. Saya memang tidak membenarkan pengeboman itu, tapi saya yakin jika Islam agama yang bagus. Dan itu seperti yang tercermin dari teman-teman muslim saya.

Kasus itu tidak menyurutkan keinginan saya untuk mengetahui Islam. Bahkan, sejak itu saya tertarik dengan Islam. Saya mulai banyak membaca buku-buku Islam. Mulai dari fiqih, shalat, dan akhlak dalam Islam. Saya pun semakin tertarik. Sejak itu pula, saya tidak segan-segan bergaul dengan kawan muslim. Saya tanya tentang Islam. Alhamdulillah, respon mereka sangat bagus. Mereka begitu antusias berbagi tentang Islam kepada saya.

Di antara mereka, ada satu teman yang lebih perhatian kepada saya. Ia mengajarkan saya banyak hal. Di antaranya shalat dan membaca al Quran. Meski saya masih beragama Hindu, tapi saya melakukannya dengan senang hati, tanpa paksaan.

Kecintaan saya pada Islam kian menggelora. Akhirnya, di hadapan teman tersebut, saya mengikrarkan syahadat. Saya pun resmi jadi muslim meski hanya saya dan dia saksinya.

Masuknya Islam saya belum diketahui ibu. Ketika itu, ayah sudah meninggal sejak saya masih kecil. Saya lakukan itu sengaja karena takut ibu sedih dan menangis terus. Sebab, saya paling tidak ingin melihatnya mengeluarkan air mata.

Akhirnya saya melakukan ibadah secara sembunyi-sembuyi. Jika shalat, saya selalu menutup pintu, takut jika ibu saya tahu.

Tapi lambat laun, akhirnya ibu mengetaui juga. Syukurlah, ia tidak marah dan menangis. Ia hanya bilang kenapa saya tidak terus terang. Padahal, katanya, jika terus terang, ia tidak akan memarahi saya gara-gara masuk Islam.

Lulus, SMA saya kemudian melanjutkan kuliah ke Malang Jawa Timur. Saya kuliah di perguruan swasta dengan jurusan komunikasi. Di tempat baru ini, saya bertemu banyak kawan muslim. Saya bisa belajar lebih dalam tentang Islam. Dengan bertambahnya ilmu saya pun semakin mantap menjalankan Islam. Saya begitu bangga menjadi muslim. Saya juga merasakan kebagiaan luar biasa. Hal yang tidak saya rasakan sebelum ini.

Subhanallah, ternyata Allah juga membukakan pintu hidayah kepada ibu saya. Tidak lama setelah kuliah, ibu ternyata masuk Islam. Keputusan itu ia ambil karena ingin dekat dengan saya. Ia ingin agar doa anak ke ibu tetap nyambung. Jika satu agama, maka doa akan satu jalur. Tidak beda jalur. Lebih dari itu, ibu ingin tetap membahagiakan keluarga.

Alangkah berbunga-bunganya hati saya ketika itu. Saya pun semakin rajin beribadah. Ini adalah nikmat Allah terbesar bagi saya. Ibu, orang yang saya sayangi masuk Islam dan seakidah dengan saya. Tahu hal itu, saya pun memperbaharui syahadat. Di hadapan seorang ustadz di samping rumah dengan disaksikan banyak orang saya pun bersyahadat.

Kendati sudah menjadi muslim, bukan berarti jalan untuk berjumpa dengan Allah kelak di akhirat mulus. Aral yang melintang tetap menghadang. Bahkan datang bertubi-tubi. Jika tidak sabar dan istikomah, bisa jadi, kesucian yang telah saya sandang bisa terkotori. Karena itu, saya berdoa kepada Allah agar selalu menamcapkan hidayah dan pertolongan-Nya untukku dan ibuku.

Kini saya bekerja di sebuah radio dakwah di kota Batu, Malang. Di tempat ini, saya berusaha memberikan terbaik. Selain tetap terus menimba ilmu dan mengamalkannya, saya juga ingin berdakwah, agar orang tahu bahwa Islam itu agama yang benar dan penuh dengan kebahagiaan.* Diceritakan Efixdent kepada hidayatullah.com

dari: http://hidayatullah.com/read/16999/14/05/2011/saya-bangga-jadi-muslim.html

Surat Saddam Hussein: Para Penguasa Arab Termasuk Dirinya adalah Antek AS

'Adapun pemimpin Arab lainnya jika mereka bukan menjadi boneka AS, pasti sangat memusuhi Islam.' Tulis Saddam Hussein kepada Raja Saudi

Saddam Hussein, mantan diktator Irak dalam suratnya kepada pemimpin Arab Saudi mengakui bahwa dirinya boneka Amerika Serikat (AS). Dalam suratnya Saddam menyebutkan, Amerika yang menyatakan keinginannya untuk berkoalisi dengannya ternyata malah memanfaatkan dirinya untuk menjalankan kepentingan Washington, tulis Kantor Berita ISNA mengutip an-Nakhil.

Saddam menambahkan, 25 Juli tahun 1990 saya bertemu dengan dubes AS di Irak dan Washington melalui dubesnya ini memberikan saya lampu hijau untuk menduduki Kuwait. Dubes AS sambil tersenyum kepada saya mengatakan, kami tidak memiliki sikap soal friksi antara kamu dengan bangsa Arab seperti yang terjadi dengan Kuwait. Saya sendiri menyadari bahwa kami memiliki kepentingan yang sama.

Dalam suratnya Saddam menambahkan, awalnya saya berpendapat bahwa Washington adalah sekutu dan mitra, oleh karena itu satu pekan kemudian saya langsung menyerang Kuwait. Namun ternyata AS berpaling dan malah menyerang saya. Amerika dengan buas membakar kamp al-Imarah dan membantai wanita serta anak-anak yang berlindung di sana. Washington pun merusak total infrastruktur Irak.

Selanjutnya AS memboikot Irak dan membantai ratusan ribu anak-anak. Tahun 2003 akhirnya AS menduduki Irak dan menangkap saya. Amerika memberikan Irak kepada musuh-musuh saya. Saddam menambahkan, saya menulis surat ini untuk kamu (Raja Arab Saudi), karena kamu adalah satu-satunya pemimpin Arab yang layak menerima surat ini. Adapun pemimpin Arab lainnya jika mereka bukan menjadi boneka AS, pasti sangat memusuhi Islam.

Abdul Aziz, saya memperingatkan kamu untuk berhati-hati menghadapi AS karena kamu menyaksikan bagaimana Washington mengkhianati diriku. Meski mereka mendukung saya menyerang Iran, namun sekejap kemudian Gedung Putih berubah menjadi musuh.

Kini anda tengah bersekutu dengan AS, padahal Washington tidak serius. Kapanpun kamu bisa dicampakkan dan dianggap musuh oleh AS jika mereka menghendaki. Jika hal ini kamu teruskan maka kamu akan bernasib sama seperti saya. Sebagaimana AS membunuh saya, maka mereka pun akan melakukan hal serupa kepada kamu. Rakyat pun akan memusuhi dirimu, minyak melimpah di negerimu pun akan dikuras habis oleh mereka dan istri serta keluargamu akan dihinakan.

Surat ini saya tulis karena kamu memiliki pengaruh di kalangan pemuda, oleh karena itu dekatilah kaum muda jika musuh sewaktu-waktu datang para pemuda negerimu dapat menghadapinya. Jangan melakukan korupsi dan kebejatan lainnya, para pemuda ini adalah amanat yang diletakkan di atas pundakmu. Mereka adalah harta karun yang tidak dimiliki oleh pemimpin Arab lainnya. (IRIB, 5/5/2011)

http://hizbut-tahrir.or.id/2011/05/05/surat-saddam-hussein-para-penguasa-arab-termasuk-dirinya-adalah-antek-as/

Monsterisasi “Teror NII” Kuatkan Islamophobia

[Dari: Buletin Al Islam No. 555] Selama beberapa pekan terakhir, isu NII (Negara Islam Indonesia) ramai dibicarakan dan banyak menghiasi media massa baik cetak maupun elektronik. Isu NII itu banyak dikaitkan dengan aktivitas cuci otak, kasus banyaknya orang hilang termasuk banyak diantaranya mahasiswa, aksi pemerasan dan lainnya. Kebanyakan isu tersebut mengarah kepada NII Komandemen Wilayah IX (NII KW IX).

Dalam isu NII KW IX ini, terkesan ada upaya tangan-tangan kotor untuk membuat umat Islam salah paham terhadap agamanya sendiri bahkan phobia dengan perjuangan syariat di negeri ini. Maka perlu kiranya umat membangun kesadaran politik dan pemahaman seputar isu NII ini.

NII KW IX Banyak Penyimpangan
Menurut banyak pihak termasuk mantan-mantan anggota dan pejabatnya, saat ini NII KW IX dipimpin oleh Abu Toto alias Abdul Salam alias Abu Marik alias Abu Marif alias Nur Alamsyah dengan julukan/gelar Panji Gumilang.

Jika dilacak embrio munculnya NII KW IX tidak bisa lepas dari sejarah eksistensi gerakan DI/TII yang dipimpin SM Kartosoewiryo yang diproklamirkan pada 7 Agustus 1949. Namun NII KW IX tidak otomatis bisa diklaim adalah DI/TII itu sendiri, karena faktanya dalam banyak aspek termasuk visi misinya jauh berbeda bahkan bertentangan dengan yang pernah di perjuangkan oleh DI/TII Kartosoewiryo.

Dalam riset MUI (2002) terungkap; menurut Raden Abdul Fatah Wirangganapati, mantan Kuasa Usaha Komandemen Tertinggi Angkatan Perang NII yang bertugas memilih dan mengangkat panglima komandemen wilayah, sejak Juli 1962 secara organisasi NII sudah bubar. Saat itu hanya ada tujuh KW, jadi belum ada KW IX. Menurutnya, pada tahun 1975 (1974), Adah Jailani (mantan salah satu komandan wilayah) mengangkat dirinya sebagai imam NII (1975), dan sempat dipenjara tahun itu. Pada tahun 1976 tercium kuat adanya fakta penetrasi intelijen (Ali Murtopo/BAKIN) ke tubuh NII, melalui Adah Jailani. Lalu dibentuk Komandemen baru yaitu KW VIII untuk wilayah Lampung dan KW IX yang meliputi Jakarta Raya (Jakarta, Tangerang, Bekasi, Banten). KW IX dipimpin oleh Seno Aji alias Basyar. Lalu dia digantikan oleh Abu Karim Hasan, orang yang paling berpengaruh dalam pembentukan doktrin Mabadiuts Tsalatsah yang digunakan KW IX hingga kini. Abu Karim Hasan meninggal tahun 1992, lalu Adah Jaelani mengangkat Abu Toto menggantikan Abu Karim. Sejak tahun 1993, KW IX membangun struktur di bawahnya hingga meliputi seluruh wilayah Indonesia. Juga membangun sistem keuangan dan doktrin dasar yang sebelumnya tidak pernah diajarkan dalam gerakan DI/TII Kartosoewiryo. NII KW IX itu eksis hingga kini. Dari penelitian MUI tahun 2002 ditemukan indikasi kuat adanya relasi antara Ma’had az-Zaytun (MAZ) dan organisasi NII KW IX.

NII KW IX dinilai telah menyimpang, bahkan sesat dan menyesatkan. Diantara penyimpangannya (hasil penelitian MUI 2002): mobilisasi dana mengatasnamakan ajaran Islam yang diselewengkan, penafsiran ayat al-Quran yang menyimpang, mengkafirkan orang diluar kelompoknya, juga indikasi penyimpangan paham dalam masalah zakat dan kurban yang diterapkan di MAZ.

Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) dalam fatwa tanggal 26/2/2002 bahkan menyatakan NII KW IX sebagai gerakan sesat dan menyesatkan. Alasannya NII KW IX menganggap:
  1. Semua muslim di luar mereka disebut kafir dan halal darah dan miliknya.
  2. Dosa zina dan maksiyat bisa ditebus dengan sejumlah uang yang ditetapkan.
  3. Tidak ada kewajiban mengqadha’ puasa, tapi cukup dengan membayar sejumlah uang yang ditetapkan.
  4. Dibenarkan menggalang dana untuk membangun sarana fisik dan operasional dengan menghalalkan segala cara termasuk menipu dan mencuri.
  5. Taubat hanya sah jika membayar sejumlah tertentu “shadaqah istighfar”.
  6. Ayah kandung yang belum masuk kelompok mereka tidak sah menjadi wali nikah.
  7. Tidak wajib berhaji kecuai telah jadi mas’ul. -Bahkan dikatakan berhaji cukup ke ibu kotanya yaitu MAZ (www.nii-crisis-center.com)-
  8. Qonun Asasi (Aturan Dasar) gerakan dianggap lebih tinggi dari Kitabullah, bahkan tidak berdosa menginjak-injak mushaf al-Quran.
  9. Apa yang mereka sebut “shalat aktifitas” yaitu melaksanakan program gerakan dianggap lebih utama dari shalat fardhu.
Sikap 'Aneh' Pemerintah
Umat yang resah akibat isu NII ini telah menunggu-nunggu sikap tegas pemerintah. Namun hingga saat ini ketegasan itu tidak tampak. Bahkan menurut Menko Polhukam RI DJoko Suyanto, NII belum bisa dianggap makar dan mengganggu kedaulatan negara karena baru bersifat mengajak orang untuk mengikuti jalan mereka. Di kesempatan yang berbeda Djoko menegaskan pernyataannya bahwa NII belum menjadi ancaman Nasional. Sebab NII belum merupakan gerakan yang bersifat massif, (lihat Media Indonesia, 2/5/2011).

Deputi VII Bidang Koordinasi Komunikasi dan Informatika Kemenko Polhukam, Sagom Tamboen di Kantor Kemenko Polkam, Jakarta, Jumat (29/4/2011) mengatakan, “Bahwa pihak-pihak (pemerintah) yang mengikuti perkembangan NII tidak bisa berbuat apa-apa, karena mereka tidak melakukan tindakan-tindakan kejahatan yang bisa terjerat pasal pidana tertentu” (Okezone.com, 29/4). Begitupun, Polri juga belum akan menindak kelompok NII KW 9. Apalagi melakukan langkah hukum ke Pesantren Al Zaytun yang dituding sejumlah pihak terkait NII KW 9. Alasannya belum ada bukti pidana ke arah itu (lihat detiknews.com, 28/4).

Padahal banyak kasus penculikan, penipuan, pencurian bahkan sampai perampokan ditengarai terkait dengan kelompok ini. Pengaduan korban, kesaksian mantan anggota NII, hasil penelitian Balitbang Depag (Februari 2004) dan MUI (5 oktober 2002), dan temuan Intelkam Mabes Polri seharusnya cukup memberikan pijakan kepada pemerintah untuk merumuskan sikap dan tindakan tegas terhadap kelompok NII KW IX. FUUI pun tahun 2001 telah menyerahkan dokumen dan bukti terkait NII KW IX kepada kepolisian dan kejaksaan.

Wajar jika umat bertanya-tanya, ada apa di balik semua itu. Wajar pula jika timbul anggapan bahwa isu NII sengaja dipelihara dan diangkat saat ini untuk tujuan tertentu.

Hati-Hati Propaganda Negatif
Seiring dengan sikap “aneh” pemerintah itu, isu NII justru diekspos secara massif. Berbagai opini dan propaganda pun di blow-up dengan memanfaatkan isu tersebut. Di media massa dibeberkan pernyataan kepolisian dan pihak lainnya bahwa beberapa pelaku aksi teror pernah bergabung dengan NII. Maraknya radikalisme dan aksi terorisme pun tak jarang dikaitkan dengan ideologi radikal seperti yang dikembangkan oleh NII. Pada saat yang sama berbagai kasus yang dikaitkan dengan NII dan berbagai penyimpangan NII diblow up dan terus dikaitkan dengan tujuan pendirian negara islam.

Dengan itu negara islam dikesankan sebagai sesuatu yang menakutkan, menjadi ancaman dan bahaya bagi umat. Sekaligus secara implisit itu adalah propaganda untuk mengesankan syariah islam sebagai ancaman dan bahaya. Maka itulah upaya “monsterisasi” istilah negara islam. Arahnya tidak lain adalah untuk menciptakan dan menanamkan sikap phobi terhadap visi islam politik penerapan syariah islam dalam bingkai negara. Ujungnya adalah untuk menjauhkan umat dari perjuangan penerapan syariah yang diwajibkan oleh Allah atas mereka. Semua itu berkelindan dengan program deradikalisasi. Ujungnya untuk membuat masyarakat resisten terhadap visi islam politik. Penerapan Islam dalam format negara pun harus dijadikan momok bagi kehidupan sosial politik umat negeri ini meski mayoritasnya adalah muslim. Sebaliknya format sekuler dan kapitalis liberal dalam bingkai demokrasi yang diadopsi di negeri ini dianggap sudah final dan “harga mati”, padahal sejatinya justru menjadi sumber semua permasalahan yang terjadi.

Disisi lain, isu NII terus dibiarkan agar menjadi “teror NII“. Hal itu untuk menegaskan bahwa proyek deradikalisasi harus berjalan dengan maksimal dan melibatkan banyak pihak. Juga untuk mendesakkan kebutuhan akan adanya regulasi (UU) tentang keamanan negara khususnya UU Intelijen yang sedang dibahas di DPR. Menhan Purnomo Yoesgiantoro menyatakan bahwa penanganan kelompok NII mengalami kesulitan karena terganjal tidak adanya dasar hukum yang kuat. Ia beralasan bahwa negara ini belum memiliki UU keamanan Nasional dan UU Intelijen yang masih banyak ditentang sejumlah masyarakat. (Antara, 29/4/2011). Menurut Deputi VII Bidang Koordinasi Komunikasi dan Informatika Kemenko Polhukam, Sagom Tamboen, untuk mengantisipasi adanya dugaan pelanggaran pidana yang dilakukan gerakan NII, maka diperlukan terbentuknya Undang-Undang Intelijen (Okezone.com, 29/4).

Wahai Kaum Muslim
Disinilah kiranya bisa dipahami terus bergulirnya isu NII ini, bahkan terkesan dipelihara diiringi dengan sikap “aneh”pemerintah itu. Umat harus waspada dan menolak diperalatnya isu ini untuk mensahkan uu yang akan melahirkan rezim represif yang telah menciptakan trauma bagi umat.

Umat juga harus hati-hati jangan sampai terbawa oleh propaganda yang ingin membuat umat phobi dan menjauh dari islam dan syariahnya serta perjuangan penerapan syariah islam dalam bingkai negara.

Semua itu akan gagal. Allah berfirman:
وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
Mereka membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya. (QS Ali ‘Imran [3]: 54)

Sebaliknya umat harus yakin, justru formalisasi syariah melalui negara di dalamnya tersimpan kehidupan dan kebaikan bagi seluruh masyrakat baik muslim maupun non muslim dan kunci terwujudnya kerahmatan bagi semua. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. [].