30.7.09

Pemimpin Uighur Mengkonfirmasi Kehilangan Sepuluh Ribuan Muslim Dalam Kerusuhan Terakhir

{mosimage}Rabiya Kadeer (pemimpin Muslim Uighur yang berada dalam pengasingan) mengkonfirmasikan pada hari Rabu, bahwa hampir sepuluh ribu orang hilang dalam satu malam selama kerusuhan yang terjadi di "Urumqi" provinsi "Xinjiang" awal Juli ini.

Dalam konferensi pers di Tokyo pada hari kedua dari kunjungannya ke Jepang, ia mempertanyakan dengan mengatakan: "Hampir sepuluh ribu orang di Urumqi lenyap dalam satu malam. Kemana mereka pergi? Jika mereka dibunuh, dimana mayat-mayat mereka?”

Kadeer, yang tinggal dalam pengasingan di Amerika Serikat, dan sedang melakukan Konferensi Dunia Bangsa Uighur yang dipusatkan di kota Munich, Jerman menuduh pemerintah China sedang berusaha menggenosida bangsa Uighur.

Dia menambahkan: "Bahwa yang paling bertanggung jawab atas kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini adalah pihak berwenang. Sebab, tindakan kekerasan yang dilakukannya telah mengubah demonstrasi yang berlangsung damai pada awalnya menjadi huru-hara kekerasan.” Dia juga menambahkan: "Bahwa penyerangan terhadap demonstrasi dalam pandangan bangsa Uighur berarti bunuh diri."

Dia menyerukan masyarakat internasional untuk mengirim misi independen untuk melakukan penyelidikan guna mengetahui apa yang terjadi sebenarnya. Dikatakan, jika Cina tetap mengatakan bahwa yang paling bertanggung jawab atas insiden itu adalah bangsa Uighur, maka bukalah wilayah itu dan biarkan Komisi melakukan penyelidikan tentang insiden sebenarnya.

Dikatakan bahwa pada tanggal 5 Juli telah terjadi bentrokan kekerasan antara kaum Muslim Uighur yang berbahasa Turki dengan suku "Han" di Urumqi, ibu kota provinsi Xinjiang, yang merupakan pemerintah otonom.

Kerusuhan itu telah mengakibatkan 197 orang meninggal, ini menurut pihak berwenang Cina. Sementara Konferensi Dunia Bangsa Uighur yang dipimpin oleh Kadeer mengkonfirmasikan bahwa jumlah korban meninggal mencapai ribuan jiwa. (islamtoday.net, 29/7/2009)


21 Juni 2013
Tentara China Punya ‘License to Kill’ Muslim Uighur

Pihak berwenang China menggunakan pasukan tentara dan pasukan polisi khusus untuk menyerang rumah-rumah Muslim Uighur dan membunuh mereka dengan mudah di provinsi barat laut Xinjiang.

Kita tidak bisa bicara tentang budaya kita, pendidikan dan bahasa,” kata pemimpin Uighur , Rebiya Kadeer kepada wartawan selama tur dakwah di Jepang, Agence France-Presse (AFP) melaporkan Kamis 20 Juni.

Kami bicara sekarang ke dunia internasional bagaimana menyelamatkan hidup kami dan masyarakat kami.”

Kadeer mengatakan bahwa polisi khusus di Xinjiang memiliki hak untuk menyerang setiap rumah Muslim Uighur.

Mereka diperbolehkan membunuh dengan mudah, restu dari pemerintah China," katanya.

Kecaman itu muncul sehari setelah sebuah pengadilan China menghukum 19 Muslim Uighur hingga enam tahun penjara dengan dakwaan mempromosikan ekstremisme agama.

Media pemerintah mengatakan satu Muslim Uighur dijatuhi hukuman enam tahun hanya karena men-download materi online tentang Jihad.

Delapan Uighur lainnya dihukum di antara dua sampai lima tahun karena mengkritisi acara media televisi negara yang mereka sebut sebagai kegilaan agama.

Pihak berwenang China telah menghukum hampir sekitar 200 orang, sebagian besar warga Muslim Uighur, 26 dari mereka dihukum mati.

Muslim Uighur adalah minoritas di China dan berbahasa Turki , komunitas mereka berkisar delapan juta di wilayah Xinjiang barat laut.

Xinjiang, yang biasa disebut Turkestan Timur, sebenarnya telah otonom sejak tahun 1955, namun terus menjadi subyek tindakan kekerasan dari pihak keamanan pemerintah Cina.

Kelompok-kelompok HAM menuduh pihak berwenang China sangat represif terhadap Muslim Uighur di Xinjiang atas nama terorisme.

Kadeer menuduh China menjalankan program kampanye pembersihan etnis terhadap Muslim Uighur di Xinjiang.

Saya berharap semua dunia internasional tidak akan bersabar dengan kebijakan pembersihan etnis ini,” katanya.

Kadeer katakan media pemerintah China memanggil Muslim Uighur sebagai ”teroris” hanya karena mereka memiliki pisau, padahal pisau yang mereka miliki hanyalah digunakan untuk memotong sayuran.

Pada April lalu, 21 orang, termasuk petugas polisi, tewas dalam bentrokan kekerasan di Xinjiang.

Media pemerintah Cina mengatakan baku tembak pecah saat kejadian setelah polisi mencoba untuk mencari rumah penduduk setempat yang dicurigai memiliki pisau ilegal.

Beijing mengatakan enam “teroris” dan 15 polisi dan pekerja lainnya tewas – 10 di antaranya dari Muslim Uighur.

Kadeer mengatakan Cina telah menggunakan militer untuk melakukan pembunuhan di Xinjiang.

Petugas keamanan menggeledah rumah masyarakat setempat,” kata pemimpin Uighur.

Polisi dan tentara bekerja sama dalam membunuh orang di daerah itu,” katanya, ia menambahkan militer china juga telah menggunakan bahan peledak.

Kami melihat beberapa video dari daerah di mana peristiwa itu terjadi, dan kita tidak bisa melihat setiap orang yang tinggal di daerah itu. Yang terlihat hanyalah rumah terbakar dan rumah dihancurkan...

Muslim Uighur menuduh pemerintah china sedang melakukan ekspansi jutaan etnis Han di wilayah mereka dengan tujuan akhir melenyapkan identitas dan budaya Uighur.

Analis mengatakan kebijakan mentransfer etnis China Han ke Xinjiang untuk mengkonsolidasikan otoritas Beijing untuk meningkatkan proporsi etnis Han di wilayah tersebut dari lima persen pada tahun 1940 menjadi lebih dari 40 persen saat sekarang.

Beijing memandang wilayah Xinjiang yang luas sebagai aset yang tak ternilai karena lokasinya yang strategis penting di Asia Tengah dengan cadangan minyak dan gas yang besar .(OI.Net/Dz)


26 Juni 2013
Kerusuhan di Xinjiang, Dikarenakan Perintahkan Muslim Cukur Habis Jenggotnya dan Muslimah Lepaskan Jilbabnya

Polisi melepaskan tembakan setelah massa umat Muslim bersenjatakan pisau menyerang kantor polisi dan gedung pemerintah daerah, kantor berita Xinhua mengutip para pejabat mengatakan.

Ada memicu kekerasan sporadis di Xinjiang, di mana ada gemuruh ketegangan etnis antara Muslim Uighur dan marga Han Tionghoa.

Mengkonfirmasi laporan kerusuhan dari daerah tersebut sulit karena informasi yang dikontrol ketat oleh pemerintah China .

Insiden itu terjadi di kota Turban yang terpencil Lukqun, sekitar 200 km (120 mil) selatan-timur ibukota wilayah, Urumqi.

Uighur adalah etnis Muslim yang berawal dari Turki

Muslim Uighur saat ini sekitar 45% dari populasi di wilayah ini, 40% adalah Cina Han.

Cina kembali mengontrol wilayah ini pada tahun 1949 setelah menghancurkan dan menjajah negara Turkestan Timur.

Sejak itu, imigrasi besar-besaran dilakukan oleh pemerintah Cina, migran terbesar dari marga Han. sehingga pada tahun ini Han China menguasai 40% dari total penduduk, dan China memberikan pemerintahan di wilayah ini kepada Han.

Tujuh belas orang, termasuk sembilan personel keamanan dan delapan warga sipil tewas sebelum polisi China menembak mati 10 pendemo dari Muslim Uighur, katanya.

Laporan Xinhua tidak memberikan informasi apapun penyebab dari mereka yang terlibat dalam kerusuhan atau yang memicu itu. Yang jelas setiap tahunnya, pemerintahan Uighur yang dikuasai oleh Han melarang Muslim Uighur khususnya para pemudanya untuk melakukan berpuasa ramadhan.

Pemerintah mengatakan kekerasan dimulai ketika pejabat keamanan bahwa “teroris” (penyebutan untuk Muslim Uighur) menyimpan senjata pisau pada bangunan rumahnya.

Tetapi masyarakat setempat mengatakan kepada BBC bahwa kekerasan melibatkan keluarga Muslim dengan pejabat lokal yang telah menekan para pria di keluarga itu untuk mencukur habis jenggot mereka dan menekan para wanitanya untuk melepas jilbab mereka. (BBC/Dz)

7.7.09

60 Tahun Pembantaian Muslim Burma

Burma selalu indentik dengan Aung San Suu Kyi. Orang tak pernah tahu bagaimana perjuangan dan kondisi Muslim Burma selama ini. Kelompok aktivis hak asasi manusia internasional hanya membciarakan Suu Kyi, padahal SLORC (State Law and Order Restoration Council—atau Dewan Restorasi Penguasa dan Hukum Negara) melakukan banyak tindakan brutal terhadap Muslim Burma.

Opresi Burma mulai muncul ke permukaan pada 1998 seiring dengan munculnya Suu Kyi yang mendapatkan penghargaan perdamaian Nobel di tahun 1991. Tahun 1886, Inggris menjajah Burma, dan sebelumnya umat Muslim dan Hindu di negara ini hidup berdampingan dalam damai. Tahun 1938, Inggris mulai menurunkan tangan besinya. Lebih dari 30.000 Muslim Burma dibunuh secara missal, dan 113 masjid diberangus. Setelah kemerdekaan Burma tahun 1948, nasib bangsa Muslim tidak juga berubah. Mereka menjadi korban kekerasan pemerintah dan militer, dan jumlahnya bahkan sampai 90.000 ribu orang yang tewas.

Tahun 1961, pemerintah Burma menyatakan bahwa Budha adalah agama negara dan semua orang Islam harus belajar nilai dan budaya agama Budha. Lewat kudeta militer, Jenderal Ne Win mendeklrasikan Burma sebagai Negara sosialis. Tahun 1982, Ne Win menyatakan Muslim Rohingya sebagai pendatang ilegal. Sementara diskriminasi terhadap Muslim Burma terus berjalan tanpa diketahui banyak oleh dunia internasional.

Tahun 1990. Aung San Suu Kyi memenangkan pemilu untuk pertama kalinya. Namun SLORC, tidak mengakui kemenangan Suu Kyi dan sebaliknya menangkap dan memenjarakannya. Bukan hanya pada Suu Kyi, SLORC juga kejam terhadap Muslim Burma. Mereka tak segan menembak langsung ditempat jika mendapati orang Islam sedang shalat di masjid. Para Muslimah Rohingya juga kerap dijadikan sasaran pemerkosaan oleh tentara Burma.

Tanggapan dunia internasional? Seperti biasa, bersikap ganda. Di satu sisi, AS mengecam pemerintah Burma karena penangkapan dan penyiksaan aktivis kemanusiaan seperti Suu Kyi, namun di sisi lain mengabaikan nasib Muslim Burma yang jelas-jelas menjadi korban kebiadaban yang tak berkesudahan.

Saat ini, perjuangan Muslim Burma terkumpul dalam The Rohingya Solidarity Alliance, sebuah front militer Islam. Mereka terus berjuang melawan ketidakadilan dan penindasan yang diberlakukan oleh rejim-rejim yang tak punya rasa kemanusiaan. (sa/wkngslm)